Bab 14a

10.8K 1.5K 163
                                    

Mereka menyebut ruangan itu sebagai kantor. Namun, bagi sebagian orang itu tak lebih dari gudang tempat penyimpanan berbagai barang. Semua barang ditumpuk di sana. Dari mulai peralatan kerja, skop, bahkan bahan-bahan sisa bangunan. Justru hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan kantor misalnya pulpen dan kertas sulit untuk ditemui.

Bungkus pengarum ruangan yang tidak lagi ada isinya, tergantung kotor di sudut dekat kipasa. Ada ventilasi udara tersumbat oleh debu dan jaring laba-laba. Benda itu bergerak malas, mengeluarkan bunyi  yang membuat telinga sakit. Ada dua kursi kayu yang sudah aus dan sebuah meja yang kakinya patah dan disambung seadanya. Sama sekali tidak terlihat seperti kantor.

Berdiri membelakangi meja, seorang laki-laki asyik merokok. Pandangannya tertuju area luar yang diberi batas kaca buram dan gorden kotor yang mungkin semenjak digantungkan pertama kali di sana, belum pernah dicuci.

Di dekat meja, dua laki-laki berdiri gelisah menatap laki-laki yang merokok. Laki-laki yang lebih tinggi berkali-kali melirik temannya. Mereka bertemu pandang dan menggeleng bersamaan. Ada ketakutan, ketertarikan, sekaligus rasa kegelihasan yang tersembunyi dalam sikap diam dan cara mereka berdiri yang tidak tenang. Sudah 15 menit berlalu dan laki-laki berpenampilan perlente yang berdiri di dekat jendela tidak mengatakan apa pun.

Saat lak-laki yang lebih pendek membuka mulut untuk bicara, dari arah jendela terdengar suara yang membuatnya kembali menutup mulut.

“Kalian sudah mengerjakan yang aku perintahkan?”

Kedua laki-laki itu mengangguk. “Sudah, Tuan.”

“Aman?”

“Sejauh ini aman.”

“Tidak ada orang yang tahu?”

“Kami jamin itu.”

Laki-laki di dekat jendela berbalik, menatap dua orang di depannya. Ia mengisap rokok sampai habis dan membuang putungnya sembarangan. Tidak peduli mengotori ruangan yang memang sudah pengap dan bau.

“Mulai besok kalian lakukan yang seperti kita rencanakan. Kalau ada perubahan rencana atau apa pun itu, diskusikan denganku dulu.”

“Baik, Tuan.”

“Ingat! Jangan lengah. Lakukan semua dengan diam-diam. Lawan kita bukan orang bodoh, dia akan mencium pergerakan kita kalau sampai salah melakukannya.”

Kedua laki-laki di dekat jendela mengangguk. Mereka saling pandang sebelum akhirnya yang bertubuh lebih tinggi berucap lirih.

“Tuan, bisakah kami meminta sisa bayarannya?”

“Kalian sudah kuberi lebih dari yang seharusnya!”

“Memang, tapi kami membutuhkan uang. Penting!”

Tanpa diduga laki-laki berpenampilan rapi merengsek maju. Meraih kepala si laki-laki yang bertubuh tinggi dan membungkukannya lalu tanpa ampun membenturkan kepala pada meja hingga menimbulkan derak yang menyakitkan. Teriakan kesakitan membahana memenuhi ruangan, disusul derap langkah mendekati ruangan.

Pintu menjeplak terbuka, beberapa orang terpaku saat melihat teman mereka dengan kepala bercucuran darah, dihantamkan pada meja.

“Tuaan! Ampuni kami!”

“Ini peringatan untuk kalian semua. Jangan berpikir untuk coba-coba mencurangiku, hanya karena aku memakai tenaga kalian. Ingat! Tanpaku, kalian semua hanya kumpulan sampah!”

Laki-laki itu merogoh saku, mengeluarkan beberapa lembar uang dan melemparkannya ke lantai. Ia melangkah keluar tanpa menoleh lagi. Bisa didengarnya teriakan orang-orang yang berebut uang darinya. Senyum kecil tersungging di mulut, merasa kalau manusia melupakan harkat martabat hanya demi uang. Ia pun demikian.

Rahasia Istri Miliarder (Billionare's Wife Secret)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz