Bab 22a

9.2K 1.1K 70
                                    

"Pak, sedang menunggu siapa di sini?" Federick menghampiri Orlando yang duduk di teras sebuah restoran kecil. Ia merasa heran karena tidak biasanya sang boss berada di tempat kumuh seperti ini.

"Ada seseorang, yang sedang membantuku menyelidiki sesuatu."

Orlando mengunyah nasi goreng yang ia pesan. Meringis karena terlalu berminyak dan keasinan. Di depannya, Federick memesan es teh manis yang warnanya memudar. Ia menatap sekeliling yang ramai. Restoran yang mereka datangi berada di tengah pasar yang ramai. Beberapa pedagang menjajakan barang mereka dengan suara keras saling bersahutan. Tas, baju, pakaian dalam, dan perlatan dapur di delar di atas tikar tipis. Tak jauh dari mereka ada tempat pembuangan sampah yang menguarkan bau busuk, bahkan sampai ke tempat Orlando duduk. Mengikuti kata hati, ia enggan duduk di sini tapi terpaksa demi hal yang penting.

"Apa kamu mendapatkan hal baru tentang Nathan?" Orlando menyerah, meletakkan dsendok dan tidak meneruskan makan nasi goreng.

Federick mengangguk, mengangkat gelas dan ragu-ragu sesaat sebelum meneguknya. "Ups, tidak ada rasa."

Orlando menunjuk dasar gelas yang dipenuhi gula. "Mereka tidak mengaduknya."

Berdecak bingung, Federick merasa seharusnya orang- orang menggunakan gula cair untuk memberi rasa pada es teh manis.

"Ada dugaan, dia membantu seseorang melakukan insider trading."

"Berapa persen dugaan keterlibatan?"

"Sekitar tiga puluh persen."

"Kalau begitu, kamu pastikan lagi yang tujuh puluh. Hati-hati, dia tergolong licik dan licin."

Federick mengangguk. "Iya, Pak. Besok saya ijin keluar kota, Anda tahu ada kebocoran gas di salah satu pabrik."

"Baiklah, ganti mobilmu. Jangan sampai mereka mencurigaimu."

Orlando memberi tanda untuk menghentikan percakapan saat dari tengah keramaian, datang seorang perempuan berumur awal empat puluhan bertubuh kecil dengan rambut keriting sebahu. Seperti tubuhnya, wajah wanita itu juga tergolong kecil dengan dagu runcing. Ada rokok terselip di bibirnya yang kehitaman. Wanita itu mengenyakkan diri di depan Orlando, menatap penuh minat pada Federick.

"Dia asistenku, jangan ganggu," tegur Orlando.

"Cih, nasibku selalu apes setiap kali bertemu pria tampan." Meski begitu, teguran Orlando tidak membuatnya berhenti mengedip pada Federick disambut dengan tatapan dingin oleh laki-laki berambut pirang itu.

Orlando mengetuk permukaan meja. "Bagaimana?"

Si wanita mengangguk, merogoh tas slepang kecil yang sudah kumal dan merogoh satu amplop. "Dugaan Anda benar, Pak. Ini adalah foto-fotonya. Agak susah melacak keberadaan mereka karena dulu pernah berpindah-pindah tempat."

"Yang pertama bagaimana?" tanya Orlando. Menarik amplop dan memasukkan dalam tasnya.

"Belum ditemukan, sepertinya disembunyikan dengan sangat rapi."

"Tidak bisa mencari tahu bagaimana keadan terakhirnya?"

"Parah. Hanya itu yang mereka katakan."

Orlando menghela napas panjang, menatap si wanita tajam. "Kamu minta nomor Federick. Mulai sekarang, laporkan semua penemuanmu padanya. Jangan lagi menghubungiku."

Untuk sesaat si wanita terdiam, lalu menyeringai dan mengusap cepat punggung tangan Federick. "Aku senang bisa berkenalan denganmu, Tampan."

Selesai bertemu wanita itu, Orlando berunding dengan Federick di dalam mobil. Setia phal yang dikatakan Orlando membuat Federick tercengang hingga tak sanggup berkata-kata.

Rahasia Istri Miliarder (Billionare's Wife Secret)Where stories live. Discover now