Bab 13a

10.6K 1.6K 119
                                    

Dear Deary ….

Ulang tahun ke 16 aku dapat kado tak terkira dari Papa. Dia memberiku alamat rumah Mama dan Bianca. Dengan bekal uang seadanya, aku berniat pergi menemui Mama. Saat Mommy Lidia dan dua saudara tiriku bertanya ke mana aku akan pergi, dengan tegas Papa mengatakan akan ikut kegiatan sekolah.

“Bella tidak pernah ke mana-mana. Teman sekelasnya mengajak pergi liburan ke gunung, biarkan saja dia ikut.”

Awalnya, rencana kepergianku ditentang. Dengan berbagai alasan mereka memintaku tetap di rumah dan Papa yang membelaku.

“Bella biar menemanimu di rumah selama kami pergi, Sayang.” Mommy Lidia berusaha menghalangiku.

“Lidia, kamu dan dua anakmu ingin jalan-jalan ke luar negeri. Bella biarkan saja ke gunung. Kapan lagi dia liburan!”

Akhirnya, setelah perdebatan panjang aku dibiarkan pergi. Meski malam harinya sebelum pergi menerima berbagai terror dari Jenifer dan Jesica. Dua anak itu, selalu sama perangainya seperti setan! Entah kesalahan apa yang aku lakukan pada mereka, seperti ada dendam di antara kami. Tapi, aku mengalah dan sabar. Demi bertemu Bianca dan Mama.

Setelah menempuh perjalanan panjang dengan berganti kendaraan umum sebanyak tiga kali, akhirnya aku sampai di tempat di mana saudara dan mamaku tinggal. Kenyataan yang aku dapat begitu menyedihkan. Bianca tinggal di rumah yatim piatu yang miskin dengan bangunan yang nyaris hancur. Sedangkan Mama sudah meninggal. Saat bertemu pertama kali dengan Bianca, saudara kembarku tercinta, yang bisa aku lakukan hanya menangis dan menangis. Hari itu, kami berdua berpelukan, melepas rindu dan beban kesedihan yang bertahun-tahun kami rasakan.

**

Turun dari mobil yang dikendarai Antoni, Bianca terdiam di ujung tangga. Menatap rumah besar di depannya. Ada Lidia dan dua anaknya di rumah itu. Pasti akan ada drama nantinya. Ia tidak tahu, kenapa sang papa memintanya datang ke rumah ini. Kenapa bukan ke kantor atau tempat lain. Menyingkirkan rasa enggan yang bercokol di dada, ia menaiki tangga dengan pelan. Setiap langkah terasa berat untuk diayunkan, bukan karena tidak punya tenaga untuk melakukannya tapi karena hatinya yang menolak diajak kerja sama.

Rumah besar ini bagaikan penjara di matanya. Ia tidak tahu, bagaimana dulu Bella sanggup bertahan. Pernah suatu hari saat Bella mengunjunginya, ia bertanya apakah dia bahagia? Saudara tirinya menjawab dengan senyum pahit tersungging.

“Sebagai anak yang berbakti, menjaga orang tua kita adalah tugas utama. Kamu merawat mama dan aku menjaga papa.”

Sama sekali tidak ada jawaban tentang makna bahagia yang ia tayakan. Kalau dipikir sekarang, itu ada benarnya. Mereka kembar yang dipaksa berpisah dan menjaga orang tua masing-masing hingga mengesampingkan arti bahagia.

“Selamat datang Nyonya Besar, senang rasanya rumah gubuk kami dikunjungi Anda!” Jesica menyambutnya di ruang tengah. Berujar lantang dengan penuh ejekan. Bianca mengabaikannya, menatap ke ruang kerja sang papa dan bergegas ke sana tapi sayang, langkahnya tertahan oleh Jesica. “Mau ke mana kamu?”

“Bertemu Papa, kami sudah ada janji,” jawab Bianca.

“Hah! Kamu masuk ke rumah ini tanpa permisi lalu begitu saja mengacuhkanku?” desis Jesica.

Bianca mengamati gadis yang lebih muda darinya. Ia menatap Jesica dari atas ke bawah dan teringat tentang sesuatu hal yang selama ini luput dari pikirannya. Jenifer membencinya karena gadis itu juga menyukai Orlando, terlepas dari hubungan dengan Bella yang memang tidak pernah akur. Lalu, Jesica? Selain karena kebencian gadis ini dengan Bella, apa yang mendasari kebenciannya dan sikapnya yang kejam?

Rahasia Istri Miliarder (Billionare's Wife Secret)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt