Bab 15a

10.9K 1.7K 147
                                    


Keluarga Orlando datang bersamaan saat laki-laki itu sedang diperiksa dokter. Bianca yang baru saja membersihkan diri, dengan lengan diperban menemui mereka. Saat melihat Sarah, wanita itu menghampiri dan memeluk erat. Keduanya saling bertangisan, menumpahkan sedih dan kuatir.

Elmar tanpa kata duduk di bangku dan bersandar pada tembok diikuti Emilia. Keduanya duduk berdampingan dengan mulut membisu. Nathan berdiri tegang, dengan mata menatap tajam ke arah pintu ruang rawat.

Menghapus air mata di pipi Bianca, Sarah berucap dengan terbata. “Semoga dia baik-baik saja.”

“Iya, semoga.”

“Bagaimana lenganmu?”

“Hanya luka gores. Tidak ada yang serius.”

“Syukurlah.”

Mereka duduk berdampingan dengan Bianca bertumpu pada pundak Sarah. Menunggu dengan tegang bersama yang lainnya. Selama itu pula hatinya didera rasa takut, terlebih saat kejadian penusukan itu kembali terlintas di benaknya. Bagaimana kalau para orang-orang itu sedikit saja datang terlambat. Bagaimana kalau lebih banyak penjahat datang. Berbagai pikiran buruk berkelebat dan Bianca mencoba menghalaunya.

Mengusap jemarinya yang berkeringat, ia mencoba menghapus setetes darah mengering di area siku. Ia tidak tahu darah siapa itu, miliknya atau Orlando. Lengannya berdenyut nyeri, ia mengabaikannya.

Mengangkat wajah, Bianca menyusuri satu per satu wajah-wajah keluarga Orlando. Menduga-duga apa yang ada di pikiran mereka. Apakah sang kakek akan marah padanya karena menganggap penyebab terlukanya Orlando? Apakah Emilia juga akan membencinya? Untuk Nathan sendiri, ia yakin seratus persen kalau laki-laki itu tidak pernah peduli pada adik iparnya. Mungkin tidak pernah terlihat jelas tapi hubungan dua laki-laki itu tidak seakrab yang terlihat. Ada banyak bibit permusuhan yang menguar dari setiap tatapan mereka setiap kali bertemu.

Bianca menegakkan tubuh saat pintu terbuka dan tim dokter menyatakan kalau luka Orlando bisa diatasi. Orlando dipindahkan ke ruang rawat VVIP dengan seluruh keluarga berdiri mengelilinginya.

Bianca dengan sabar membasuh keringat di dahi Orlando. Menepuk bantal dan membuatnya lebih tinggi agar nyaman.

“Lapar?” bisiknya pada laki-laki yang berbaring pucat.

Orlando menggeleng lemah. “Tidak. Bagaimana keadaan lenganmu?”

“Tidak ada luka serius, hanya tergores.”

Bianca meremas jemari Orlando dan merasakan luapan kasih sayang yang tidak pernah ia sadari sebelumnya. Laki-laki yang ia selalu curigai sebagai pembunuh saudaranya, adalah orang yang rela berkorban untuknya. Orlando membiarkan punggungnya ditikam untuk melindunginya. Ia bukan wanita berhati batu, yang tidak tersentuh dengan kebaikan seseorang. Terlebih saat menyangkut nyawa. Meski pun selama tinggal bersama dan mereka berdua tidak pernah akur. Namun, tidak dapat dipungkiri kalau ia merasa berutang budi kali ini. Dadanya bergetar saat merasakan remasan lembut jemari Orlando. Mereka saling pandang, seolah tidak ada orang lain di sana.

“Syukurlah, lukamu tidak membahayakan nyawa. Mama kuatir.” Emilia berucap dengan mata berkaca-kaca, meraih tisu dan membasuh wajah.  Ucapannya membuat Bianca tersadar dan melepaskan tautan jemarinya bersama Orlando. Mundur ke arah meja dan sibuk mengatur barang-barang di sana.

Emilia membersit hidung, suaranya sengau. “Sepanjang jalan kami kuatir. Takut terjadi sesuatu denganmu.”

Orlando tersenyum tipis ke arah sang mama. “Aku tidak apa-apa, Ma.”

“Iya, semoga selalu begitu. Apa pun yang terjadi, anakku tetap kuat.” Memaksakan diri untuk tersenyum, wanita itu merapikan selimut anak laki-lakinya yang sedikit tersingkap.

Rahasia Istri Miliarder (Billionare's Wife Secret)Where stories live. Discover now