Bab 16a

10.4K 1.7K 173
                                    

Bianca berdiri kaku di dekat pintu, menatap Giana yang kini duduk di pinggir ranjang. Tangan wanita itu menyusuri lengan Orlando. Senyum tercipta di bibir wanita itu yang dipoles lipstick merah muda. Kesedihan tergambar di wajah dan bersikap solah-olah tidak melihat kehadiran Bianca.

“Apa yang terjadi, kenapa bisa begini?”

“Kecelakaan.” Orlando menjawab sedikit enggan. Ia menatap Bianca yang berdiri kaku di dekat pintu. “Kamu kenapa datang ke sini tanpa mengabari?”

“Aku kuatir,” ucap Giana sendu. Menatap Orlando dengan mulut mencebik. “Bayangkan kamu jadi aku. Tahu kalau kekasihmu kecelakaan dari sebuah tayangan berita. Kalau aku mengabari kamu dulu saat mau datang, bisa jadi ada orang yang akan melarangku!”

Orlando mendesah. “Giana, aku--”

“Syukurlah kamu sudah sadar. Sepanjang jalan ke sini, pikiran burukku berkecamuk!”

Di dalam ruangan, hanya Giana yang bicara. Sementara Bianca hanya saling pandang dengan Orlando. Mereka membiarkan Giana bicara panjang lebar tanpa berniat menghentikannya.

“Harusnya, dari awal kamu meneleponku. Aku bisa langsung datang untuk merawatmu.”

“Ada Bella.”

Giana tidak dapat menahan demgkusannya saat nama istri Orlando disebut. Melihat wanita itu membuka pintu, rasa kesal sudah melingkupinya. Ia memang sudah menduga akan bertemu dengannya di sini, tetap saja tak urung membuatnya sebal.

“Aku yang lebih berhak mendampingimu. Jangan bilang soal ikatan pernikahan. Memang aku hanya pacar, dia istri. Tapi, hubungan kalian hanya di atas kertas. Hatimu itu milikku.”

“Jangan berlebihan,” sanggah Orlando.

“Tidak ada yang berlebihan. Aku mengatakan yang sesungguhnya. Bagaiman lukamu? Mau pindah ke rumahmu biar aku bisa merawatmu?”

Diam-diam Bianca menyingkir ke kamar mandi. Meninggalkan Orlando berdua dengan Giana. Ia berdiri di depan westafel, mengucurkan kran dan mencuci muka. Menatap wajahnya yang basah, Bianca merenung. Wajah yang terlihat di cermin adalah Bella, menurut pandangan orang-orang itu. Mereka sama sekali tidak mengenal siapa itu Bianca, termasuk Orlando. Bagi laki-laki itu, wanita yang selalu bersamanya adalah Bella, bukan Bianca.

Dilihat dari cara Orlando bicara, sepertinya laki-laki itu mulai melunak terhadap dirinya. Itu berarti mulai menerima kehadiran Bella. Lalu, bagaimana kelak kalau seandainya mereka tahu yang sesungguhnya? Kalau dirinya bukan Bella?

Selama ini, ia tidak terlalu memikirkan akibatnya kalau sampai penyamarannya terbongkar. Ia justru akan berteriak lantang kalau dirinya adalah Bianca. Akan senang rasanya melihat wajah orang-orang jahat itu kaget. Justru sekarang yang ia pikirkan adalah Orlando. Entah kenapa, ia tidak ingin melihat laki-laki itu kecewa.

Bianca mengutuk perasaannya yang melemah. Ia datang untuk mencari pembunuh Bella. Bukan untuk jatuh cinta dengan suami saudaranya.

Setelah mengelap wajah dengan tisu, ia menyisir rambut dan mengoleskan lipstik tipis-tipis ke bibirnya. Ia harus tampil cantik, saat akan menghadapi Giana. Entah kenapa, rasa bersaingnya muncul saat bersama wanita itu. Bisa jadi karena Orlando. Menghela napas panjang, ia membuka pintu.

“Kenapa di dalam lama sekali? Sakit perut?”

Pertanyaan Orlando dijawab dengan senyuman Bianca. “Ada apa? Kamu membutuhkan sesuatu?” Ia mendekat ke ranjang, mengabaikan Giana.

“Aku mau makan, entah kenapa lapar terus.” Orlando menggeliat, berusaha duduk.

“Kenapa nggak bilang dari tadi, biar aku yang suapi kamu makan. Di mana makanannya? Sudah ada belum? Kalau belum biar aku yang beli.” Giana celingak-celinguk. Pandangannya jatuh ke meja dan bergegas ke sana. “Kamu mau makan ini atau mau coba sesuatu yang baru?”

Rahasia Istri Miliarder (Billionare's Wife Secret)Where stories live. Discover now