Bab 24b

8.6K 1.4K 165
                                    

Orlando maju, menatap Bianca lekat-lekat. Wajahnya terlihat tenang untuk seseoarng yang baru saja menerima berita mengejutkan. "Benarkah? Kamu Bianca, bukan Bella?"

Bianca memejam, bertahan untuk tidak menangis. Kepalanya pusing dan tubuhnya gemetar, tapi ia mencoba bertahan. Membuka mata, ia menatap Orlando dengan sendu. "Maaf."

Semua terhenyak dengan kenyataan yang terpampang. Bianca bahkan mengaku tanpa banyak kata.

"Kenapa?" Orlando bertanya dengan ketenangan luar biasa. "Kenapa membohongiku?"

Menghela napas panjang, Bianca menjawab pelan. "Sebenarnya, aku ingin mengatakan padamu yang sesungguhnya, tapi—"

"Tapi, apa?"

"Menunggu waktu yang tepat."

"Omong kosong!" Jesica menyerbu maju, mengayunkan tangan untuk memukul Bianca tapi berhasil ditahan oleh Orlando. "Lepaskan aku. Kamu masih membela wanita peniupu ini?"

"Tidak! Tapi, dilarang menggunakan kekerasan di sini!" Orlando menyingkirkan tangan Jesica dan kembali menatap Bianca. "Tolong jelaskan padaku, kenapa?"

Nada suara Orlando yang terluka, membuat Bianca sedih. Ia tidak peduli kalau Lidia dan dua anaknya menyimpan prasangka untuknya tapi tidak dengan Orlando.

"Bagus kamu, ya. Datang ke rumah besar kami dan mengaku-ngaku sebagai Bella. Merayu Orlando, menaklukkan hatinya atas nama Bella. Sungguh menjijikkan!" cela Lidia, menghampiri Bianca. "Dari surat yang kami baca, kamu hanya seorang pengurus panti asuhan miskin. Apa kamu menipu Orlando demi uang?"

"Tentu saja, Mama. Apalagi selain uang." Jenifer ikut bicara. Memandang Bianca dengan berapi-api. "Dia menggunakan wajah dan tubuhnya untuk menipu Orlando demi uang dan kekayaan. Kasihan Bella. Punya saudara kembar tak bermoral seperti dirinya."

Bianca menggeleng, pandangannya buram oleh air mata. Ia menatap Orlando yang terdiam, beralih pada Lidia dan dua anaknya. "Bu-bukan begitu. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan uang."

"Lalu, apa?" desak Orlando. "Katakan, demi apa? Aku berhak tahu bukan, Bianca?"

Pertama kalinya, Orlando menyebut namanya, bukan perasaan senang yang dirasakan Bianca melainkan sesal. Sedih karena laki-laki itu menyebutkan namanya dengan binar luka di mata. Ini semua salahnya, karena menyimpan rahasia. "Maafkan aku."

"Maaf? Kamu pikir semua akan selesai hanya dengan saatu kata maaf?!" Jesica berteriak keras. Tangannya gatal ingin memukul Bianca tapi menahan diri karena ada Orlando. Kebencian meluap-luap dari dalam hatinya. "Wanita penipu!"

"Kalau papamu tidak mati, pasti kamu akan selamanya berbohong, bukan?" ucap Lidia sinis. "Sungguh tidak disangka, kalau ternyata Osman membuat anaknya menjadi penipu!"

Bianca menghapus air mata dan menatap Lidia marah. "Jangan bawa-bawa Papa. Dia sudah meninggal! Jangan mencemari namanya!"

"Oh, jadi semua idemu sendiri? Kenapa? Karena kamu ingin punya suami kaya? Karena kamu iri dengan Bella? Jangan-jangan kecelakaan Bella karena ulahmu?"

Menatap dengan terperangah, Bianca tidak habis pikir karena kini tuduhan justru berbalik padanya. Dari dulu ia selalu merasa kalau Lidia dan dua anaknya adalah manipulator ulung, tapi tidak menyangka bisa begitu kejam.

Ia mengalihkan pandangan pada Orlando. Menatap mata laki-laki yang terlihat lelah dan muram. Meneguk ludah dan bertanya lirih. "Apa kamu juga berpikir begitu? Aku mencelakai Bella? Asal kamu tahu, saat aku tiba di kota ini, Bella sudah tidak ada."

"Halah! Omong kosong!" sergah Jenifer.

Orlando mengangkat tangan, meminta semua diam. Menatap Bianca yang berurai air mata. Merasakan sakit hati karena telah ditipu oleh wanita yang ia cintai.

Rahasia Istri Miliarder (Billionare's Wife Secret)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang