Nerd | 08

63.9K 6.8K 148
                                    

“Le!” Kemunculan Leta di kamarnya yang secara tiba-tiba membuat Leo yang sedang asyik bermain ponsel terkejut.

Dia memandang sengit pada kembarannya. “Kalo mau masuk kamar gue, bisa ketuk dulu pintunya nggak?”

“Di sekolah, siapa aja murid yang paling pintar?” Bukannya menjawab, Leta malah memberi pertanyaan pada Leo. Leo hanya mendengus.

“Ya cuma gue lah,” jawab Leo percaya diri. Memang dia tidak berbohong sih, sejauh ini belum ada yang berhasil menyaingi kepintaran dirinya.

“Berarti lo pelakunya dong.” Leo cengo, pelaku? Pelaku apa maksud Leta?

“Pelaku apaan?”

“Setelah gue pikir-pikir, Ara itu memang udah pinter dari dulu. Terus katanya, sebelum Ara mengakhiri hidupnya, sempat ada rumor kalo dia nyuri kunci jawaban ujian. Menurut gue itu nggak mungkin, gue berpikir, kayaknya ada yang nggak terima kalo Ara itu mendapat nilai yang bagus deh. Makanya ada yang sengaja nyebarin rumor itu.” Dengan seksama Leo mendengarkan penuturan dari kembarannya itu.   

“Terus, lo udah nemuin kandidat pelakunya?” Leta mengangguk.

“Lo.” Leo mengerjapkan matanya bingung, lalu menunjuk dirinya. Leta mengangguk.

“Karena lo murid paling pintar di sekolah, jadi lo nggak mau Ara menyaingi lo. Terus, lo selalu nyuruh gue berhenti buat nyari kebenarannya. Bukankah semua itu mengarahkan lo sebagai pelaku pembunuhan Ara?” Leo tidak pecaya apa yang diucapkan kembarannya.

“Ya Allah Ta, gue nggak salah apa-apa heyy. Lo kenal gue, gue nggak mungkin ngelakuin hal serendah itu yah,” jawab Leo sedikit kesal. Apa-apaan deduksi yang sangat tidak jelas itu.

Leta menghela napas. “Gue tau lo nggak akan ngelakuin itu. Le, gue bingung.” Leo menatap ke arah gadis di hadapannya.

“Kenapa hmm?”

“Gue takut, kalo Ara beneran bunuh diri gimana? Nggak ada orang lain di balik kematian Ara.”

“Ikhlasin. Ara di sana juga nggak mau lihat lo kayak gini, Ta. Janji sama gue, kalo lo nggak nemuin apa-apa, lo harus berhenti yah. Gue nggak tega lihat lo yang selalu di-bully.” Leta hanya mengangguk lemah.

“Le.”

“Hmm?”

“Anterin gue ke salon yah. Gila, tubuh gue kayaknya perlu dimanjain deh.” Leo menatap malas ke arah  kembarannya.

Dia sangat malas jika disuruh untuk menemani gadis itu ke salon, kalian para lelaki tahu kan alasannya? Karena dia akan menunggu berjam-jam di sana, dan itu sangat membosankan.

“Nggak mau ah,” sahut Leo kemudian memainkan ponselnya kembali.

“Anterin gue. Atau lo mau gue anterin ke Tuhan?” Leo langsung terkesiap, membuang ponselnya ke sembarang tempat.

“Oke, gue anterin. Gue ganti baju dulu,” ucap Leo langsung berlari ke arah lemari untuk memilih baju. Saat kembarannya sudah berbicara seperti itu, pasti Leo tidak bisa menolak. Jika dia menolak, pasti dia akan mendapat pelajaran dari kembarannya. Dan Leta langsung tersenyum melihat itu.

***

Leta sedang berjalan di koridor sekolah, tiba-tiba kepalanya terhuyung ke belakang karena ada seseorang yang menarik rambutnya. Dia menoleh melihat si pelaku, dilihatnya lelaki yang bernama Devin tersenyum memamerkan deretan giginya yang rapih. Leta mendengus, kenapa paginya harus dirusak oleh lelaki bernama Devin itu.

“Kenapa narik rambut aku sih?!” Devin hanya tersenyum. Leta sedikit heran kepada lelaki itu, tumben sekali dia sudah  berada di sekolah sepagi ini. Biasanya kan, lelaki itu hampir setiap hari terlambat.

“Kan gue udah bilang, kalo gue suka.” Leta hanya menautkan alisnya, mengabaikan Devin, lalu melanjutkan langkah kakinya yang sempat tertunda.

“Lho, kok gue ditinggal?” ucap Devin menyamakan langkahnya dengan Leta. Demi Tuhan, Leta saat ini sedang malas menghadapi Devin.

“Kamu mau apa sih?” Devin menyunggingkan senyumnya, ini adalah kalimat yang sangat dia tunggu keluar dari mulut gadis cupu dihadapannya.

“Lo inget perkataan Pak Budi ke gue yang di ruang guru nggak?” Leta mencoba berpikir, lalu menggelengkan kepala karena tidak ingat.

“Ituloh, yang Pak Budi nyuruh gue ngerubah sikap gue satu persatu.” Ah, ya. Leta sekarang ingat pernah mendengar itu. Lalu, hubungannya dengan dirinya apa?

“Terus?”

“Gue mau ngerubah sikap buruk gue, asal...” Devin menggantungkan kalimatnya.

“Pak Budi! Saya mau ngerubah sikap buruk saya. Asalkan, Leta jadi guru pembimbing saya,” teriak Devin saat melihat Pak Budi berjalan di depan mereka. 

Leta menatap tidak percaya pada Devin, lelaki itu hanya tersenyum kepada dirinya. Mendadak otak Leta blank, Devin menyuruh dirinya untuk menjadi guru pembimbing? Dia sudah gila? Oh Tuhan, masalah apa lagi yang menimpa Leta. 

***

Leta masih tidak habis pikir dengan sikap Devin, lelaki itu tiba-tiba menyuruh dirinya untuk menjadi guru pembimbing. Ingin rasanya Leta menghilangkan manusia itu detik ini juga, jika terus diganggu oleh Devin, dia tidak akan bisa mencari tahu tentang kebenaran di balik kematiannya Ara.

“Devin sialan!” umpat Leta yang kini tengah berada di kafe depan sekolah. Dengan terpaksa, dia menuruti keinginan Devin, karena Pak Budi juga yang memohon pada dirinya. Sekarang, dia sedang menunggu kedatangan Devin. Lelaki itu bilang, jika ingin memulai bimbingan setelah pulang sekolah di kafe depan sekolah.

Namun, sudah hampir tigapuluh menit lelaki itu belum datang juga, Leta jengah. Waktunya yang berharga harus terbuang oleh lelaki menyebalkan itu.

“Ini Devin kemana sih! Jangan bilang dia cuma ngerjain gue doang,” gerutu Leta. Lalu dia menenggelamkan kepalanya di atas meja, dia menguap lebar. Perlahan, matanya tertutup.

Dilain sisi, Devin sedang asyik bermain basket dengan ketiga sahabatnya. Beberapa menit kemudian, dia menghentikan permainannya, melangkahkan kakinya menuju ke sisi lapangan. Keringat membanjiri wajah tampannya yang dipuja-puja oleh banyak kaum hawa. Dia mengambil botol minuman dan langsung meneguknya hingga setengah.

“Vin, gimana?” tanya Adriel menghampiri Devin, lelaki itu menautkan alis sedikit tidak mengerti pertanyaan sahabatnya.

“Apanya?”

“Ck, lo sama si cupu. Udah ada kemajuan belum, belum yah? Kayaknya gue harus mulai milih merk sama warna motor nih,” ucap Adriel menggosokkan kedua telapak tangannya diiringi senyum yang menurut Devin menjijikkan.

Devin langsung menepuk jidatnya, dia lupa menyuruh gadis cupu itu untuk menunggunya di kafe depan sekolah.

“Lah, mau kemana Vin?” tanya Adriel pada Devin yang sedikit berlari meninggalkan lapangan.

“Ngejalanin misi,” jawab Devin sedikit berteriak.

Leo mendekat ke arah Adriel, dia penasaran apa yang dibicarakan kedua sahabatnya tadi. “Ko, kalian ngomongin apa tadi?” 

“Bukan apa-apa Le,” sahut Adriel diiringi cengiran.

“Yakin? Kalian nggak nyembunyiin apa-apa di belakang gue kan?” tanya Leo penuh selidik.

“Enggak lah, emang lo mikir apaan? Lo mikir kalo gue punya hubungan khusus sama si Devin? Najis!” Leo mengangguk sembari sedikit terkekeh mendengar itu.










Tbc...

Maaf senin kemarin nggak update, lupa akutuh 🙂🔫

Btw, wayv ada di indo coyy! Pengen ketemu hendery akutuh :)

NERDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang