Nerd | 22

48.6K 5.8K 215
                                    

Berhenti!

Itulah tulisan yang tertulis di atas kertas kecil yang berada di atas meja Leta. Keningnya langsung mengerut membaca tulisan itu, kemudian dia mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas yang masih sepi. Mungkin hanya lima orang termasuk dirinya yang sudah berada di dalam kelas.   

Leta diam, mencerna maksud dari pesan kertas kecil itu. Berhenti? Apa yang harus berhenti? Saat dia sedang berpikir untuk mencerna maksud tulisan di kertas kecil itu, tiba-tiba Sherin datang ke arahnya. Leta langsung meremas kertas itu dan memasukkannya ke dalam saku seragam.

“Itu kertas apaan, Ta?” 

Leta langsung menggelengkan kepalanya. “Cuma kertas coretan biasa kok,” sahut Leta tersenyum canggung. Sherin mengangguk, kemudian gadis itu beralih untuk duduk di bangkunya begitu juga dengan Leta.

Leta masih memikirkan maksud dari  itu. Berhenti? Apa yang dimaksud dengan berhenti? Apa itu artinya dia harus berhenti mencari kebenaran di balik kematian Ara? Jika iya, siapa yang menulis pesan itu? Entahlah, kepala Leta terasa berat jika memikirkan sesuatu. Dia beralih untuk keluar kelas dan berencana untuk membolos di jam pelajarn pertama, mungkin?

Namun rencana membolosnya gagal karena, seseorang yang tak diharapkan kehadirannya datang secara tiba-tiba di hadapannya. Orang itu tersenyum cerah secerah matahari menatap dirinya.

“Pagi Leta,” sapa orang itu yang berjenis kelamin laki-laki.

“Pagi, kamu nyariin Devin? Dia belum berangkat kayaknya.” Lelaki di hadapan Leta menggelengkan kepalanya.

“Gue nyariin lo, lo ditunggu Devin di ruang musik.” Kening Leta mengerut. Ruang musik? Jangan bilang, lelaki yang bernama Devin itu meminta dirinya untuk membukakan ruang musik karena lelaki itu terjebak lagi di sana.

“Dia nggak bisa keluar dari sana?” tanya Leta yang langsung disambut gelengan oleh lelaki di hadapannya yang bernama lengkap Hinata Adriel.

“Dia mau ngasih doorprize sama lo,” bisik Adriel tepat di telinga Leta.

Leta menyatukkan alisnya. “Doorprize?” Adriel mengangguk, Leta semakin menyatukan alisnya.

“Ituloh, yang ngasih kejutan gitu.”

Leta langsung membuang napasnya. “Surprise, bukan doorprize.” Sedetik kemudian Adriel langsung tertawa hambar.

“Iya itu maksud gue, haha.” Leta menggelengkan kepalanya, dia beralih meninggalkan Adriel dan melangkah untuk menuju ke ruang musik. Sebenarnya dia malas, hanya saja dia penasaran ‘surprise’ apa yang dimaksud oleh Adriel.

Setelah sampai di depan ruang musik, Leta membuka pintu secara perlahan. Hal yang dia lihat adalah gelap karena lampu ruangan itu tidak dinyalakan dan tidak ada cahaya luar yang masuk ke dalam ruangan. Leta merasa ada sesuatu yang berjalan di tengah ruangan itu, dan detik berikutnya lampu menyala.

Napas Leta langsung tercekat ketika melihat sosok yang berada di tengah ruangan itu, dadanya sesak. Rasanya dia tidak bisa bernapas dengan benar, dia memegang dadanya yang sangat sulit bernapas. Napasnya putus-putus, kemudian dia terduduk di atas lantai dengan posisi tangannya yang masih setia  memegang dadanya. 

Dia menatap sosok itu berjalan ke arahnya. Pasokan oksigen di dalam paru-parunya terasa semakin menipis. Leta merasa ada yang meneriakkan namanya namun dia tidak bisa mendengar dengan jelas teriakan itu, pendengarannya seolah tuli, tatapannya terlihat samar-samar dan detik berikutnya yang Leta lihat adalah gelap, dia kehilangan kesadarannya.

***

Leta mengerjapkan matanya berulang kali ketika indra pendengarnya mendengar suara keributan. Matanya sudah terbuka sempurna, hal yang pertama dia lihat adalah dua orang laki-laki yang terlihat sedang saling memaki satu sama lain.

NERDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang