Nerd | 49

43K 4.6K 127
                                    

Malam dengan udara yang dingin rupanya tak membuat kepala seorang pria baruh baya itu ikut dingin. Justru darahnya seperti mengalir dengan panas.

Seorang pria paruh baya itu terlihat sedang mengamati nilai-nilai ujian, sedetik kemudian menghela napasnya. Beralih menatap anaknya yang berada di hadapannya.

“Nilai macam apa ini, hah?!” Bentaknya dengan membuang lembaran-lembaran ujian ke wajah anaknya.

“Ferdi, bukannya Papa udah bilang sama kamu. Peringkat satu! Lalu ini apa? Nilai kamu benar-benar hancur kali ini.”

Lelaki itu, Ferdi hanya mampu menggaruk telinganya yang terasa pengang karena teriakan sang ayah. Beralih mengangkat wajahnya yang tadinya menunduk menjadi menatap sang ayah.

“Sekarang Ferdi tanya, seberapa penting nilai ujian buat Papa? Apa nilai bisa menentukan masa depan kita? Apa nilai benar-benar membuat kita bahagia? Apakah nilai lebih penting dari segalanya, lebih penting dari nyawa?”

“Ngomong apa kamu barusan?”

“Pa, Ferdi bener-bener capek dituntut sama Papa selama ini. Ini hidup Ferdi Pa, tolong jangan ikut campur. Biarin Ferdi tentuin sendiri hidup Ferdi mau gimana.”

“Papa lakuin semua ini juga buat masa depanmu, Fer.”

“Termasuk dengan menutupi kebenaran?”

Papanya langsung menatap Ferdi dengan tatapan tak suka. “Jangan mulai bahas itu lagi.”

“Pa, Ferdi rasa ini udah saatnya. Tolong jangan nutupin apa-apa lagi, Pa. Jelasin semua kejadian malam itu. Katakan semua kebenarannya sekarang, sebelum benar-benar terlambat. Papa nggak takut kalo ada yang tau tentang kejadian malam itu?”

“Ferdi! Papa bilang jangan bahas itu, ini urusan Papa. Jangan ikut campur, urusi saja nilaimu yang hancur itu.” Setelah itu, papanya meninggalkan Ferdi.

Ferdi hanya bisa menghela napasnya, mendongakkan kepala ke langit-langit. “Gue rasa memang ini saatnya.”

Kemudian, lelaki itu merogoh ponselnya. Mencari kontak yang ingin dia kirimi pesan, setelah menemukan kontak itu. Ferdi pun mengetik sebuah pesan lalu mengirimkannya.

“Gue akan mengakhiri semua ini. Karena gue masih Kasa yang dulu, Ta,” gumamnya. Ya, Ferdi akan mengakhiri semuanya. Dia ingin hidup tenang, ingin tidak ada kesalahpahaman lagi.

***

“Leta!” Suara teriakan itu mampu menghentikkan langkah Leta yang ingin memasuki kelas. Dilihatnya seorang lelaki yang tengah berlari ke arahnya.

“Kenapa?” tanya Leta. Lelaki yang bernama Devin itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Mmm, pulang sekolah nanti lo ada acara?”

Leta mencoba untuk berpikir. “Enggak ada, kenapa?”

Devin langsung menyunggingkan senyumnya. “Nanti temuin gue sebentar di rooftop ya.”

“Karena lo diem, gue anggap setuju. Bye, sampai jumpa nanti.” Sebelum Leta menjawab, Devin sudah terlebih dahulu memotong kalimatnya.

Leta hanya mampu diam dan melihat punggung Devin yang sudah menjauh, entah ke mana perginya. Dia pun beralih melanjutkan langkahnya yang tertunda menuju kelas.

Leta duduk di bangkunya, sesekali menghela napas. Melihat ke sekeliling yang tak ada menarik.

Sampai, temannya yang bernama Sherin datang terburu-buru menghampirinya. Kemudian, dengan napas terengah-engah Sherin berdiri di hadapan Leta dengan memegang ponselnya.

Hal itu mampu menyita perhatian Leta, “Kamu kenapa, Rin? Di kejar hantu?”

Sherin yang masih berusaha mengatur napasnya, menjukkan ponselnya ke arah Leta. “Ta, lihat! Berita tentang kematian Ara tiba-tiba diunggah di web sekolah kita lagi. Dan, yang lebih mengejutkannya adalah, katanya Ara itu nggak bunuh diri.”

Leta menautkan alisnya. “Lalu?” tanyanya.

Sherin berusaha mendekat ke arah telinga Leta, lalu berbisik, “Ada kemungkinan kalo Ara itu dibunuh.” Setelah mengatakan itu, Sherin menjauhkan dirinya lagi dari Leta.

Sherin tiba-tiba saja bingung karena sikap Leta itu biasa saja. Sangat berbeda dengan murid lainnya yang sangat heboh dengan berita tersebut, mereka menerka-nerka pelaku yang terlibat dengan kematian Ara.

“Kok, lo nggak ngrespon apa-apa sih, Ta?”

“Memangnya aku harus ngapain? Berubah jadi detektif buat nyari pembunuhnya?” Sherin terkekeh sembari menggaruk rambutnya yang tidak gatal.

“Iya juga ya, kenapa gue jadi ikutan heboh kayak gini?” tanyanya pada dirinya sendiri. Kemudian mengedikkan bahunya.

“Tapi ya, Ta. Lo nggak ngerasa aneh gitu? Kasusnya udah lama ditutup, terus kenapa tiba-tiba ada yang bilang kalo Ara itu mati bukan karena bunuh diri?”

Leta sedikit menarik sudut bibirnya. “Mungkin ada orang yang tau kejadian sebenernya, terus dia pengin pelakunya ketangkap. Jadinya, dia berusaha ngunggah berita itu di web sekolah biar pelakunya was-was dan nunjukin diri, mungkin?”

Mendengar penuturan Leta, Sherin hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Kemudian Sherin pergi dari hadapan Leta, entah pergi ke mana.

Tiba-tiba saja ponsel Leta berbunyi menandakan adanya pesan masuk. Dengan cepat dia membuka ponselnya.

08xxxxxxxxx : Lo pengin tau siapa pelakunya kan? Setelah pulang sekolah temui gue di gedung kosong deket sekolah. Lo akan tau segalanya.

Leta tersenyum kecil membaca pesan itu. 

***

Selesai bertemu dengan Devin tadi. Sekarang, sesuai dengan intruksi pesan yang diterima oleh Leta saat di sekolah tadi. Selepas pulang sekolah, Leta benar-benar pergi ke gudang kosong yang dekat dengan sekolahnya.

Lama dia menunggu belum juga ada orang yang datang ke sana. Dia kemudian membuka ponselnya, memastikan jika pesan itu menyuruhnya untuk datang hari ini.

“Dia main-main sama gue?” tanya Leta tersenyum kecil.

Saat Leta ingin beranjak dari sana, mengira jika pesan itu adalah lelucon. Seseorang yang dia kenal muncul, mendekat ke arahnya.

Kening Leta mengerut melihat orang itu. “Sherin? Kamu ngapain ke sini?”

Orang itu, Sherin. Tersenyum membalas pertanyaan Leta, memiringkan kepalanya. Senyumnya terus terukir, namun, perlahan senyum itu berubah menjadi sebuah senyuman licik.

“Ada yang perlu gue selesaiin di sini.”

“Selesaiin?” Leta menjeda kalimatnya.

Mata Leta langsung melebar menatap Sherin. “Jangan bilang kamu-”

Bugh 

Belum sempat Leta menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja Sherin memukul kepalanya menggunakan balok kayu yang entah sejak kapan berada di tangan Sherin.

Kepalanya berdenyut, penglihatannya mulai buram. Hal yang bisa Leta lihat adalah wajah Sherin yang tengah memandangnya remeh, kemudian gelap. Leta kehilangan kesadarannya.









Tbc...

Part 50-ending yang sudah dihapus, bisa kalian baca kelanjutannya di versi cetaknya. Versi cetak bisa kalian dapatkan di toko online kesayangan kalian.

Atau buat yang lebih suka baca ebook. Bisa kalian baca di google playbook, Lontara app dan Gramedia digital yaa

Oiyaa, jangan lupa mampir ke ceritaku yang lainnya ya hehe

See you~

NERDWhere stories live. Discover now