Nerd | 18

54.1K 6K 150
                                    

Leo mengusap dadanya ketika pintu rumahnya dibuka secara kasar. Siapa lagi pelakunya jika bukan kembaran laknatnya yang bernama Leta itu.

“Kebiasaan banget kalo buka pintu nggak pernah pelan,” cibir Leo. Leta hanya meliriknya sekilas.

Leo meneliti wajah kembarannya itu. “Lo, habis nangis Ta?” Leta tidak langsung menjawab melainkan memposisikan dirinya duduk di samping Leo.

“Kenapa?”

“Nggak papa.” Leo mendesis. Kenapa sih, perempuan jika ditanya ‘kenapa’ pasti jawabannya ‘nggak papa’. Giliran didiemin, malah marah, katanya ‘nggak peka banget sih jadi cowok!’ Terus, kita para cowok kudu ottokhe?

“Bilangin sama sahabat lo, jangan sembarangan ngerayu cewek di tempat umum!” Leo menautkan alisnya tidak paham, lalu menatap Leta.

“Ooh, si Devin yah?” Leta bergumam.

“Lo ketemu di mana? Di taman deket danau?” Sekali lagi, Leta hanya bergumam.

“Berarti dia ada masalah.” Leta melirik ke arah Leo, sedikit penasaran.

“Biasanya, tuh bocah kalo ada masalah pasti lari ke danau. Terus, kalo ketemu cewek pasti dirayu-rayu sama tuh bocah. Dan keesokan harinya, pasti ada cewek dari sekolah lain yang datang dan bilang kalo dia pacarnya Devin. Tapi Devin nggak nanggepin, dia nggak pernah serius suka sama cewek, dia ngerayu cewek untuk pelampiasan doang dan pas lagi ada masalah doang. Karena menurut dia, melihat cewek baper itu menyenangkan, dia merasa bisa melupakan masalahnya walaupun hanya sebentar.”

Leta meringis. “Setress!” Dia langsung bangkit dari tempatnya duduk dan berniat untuk ke kamarnya.

“Ta, lo belum jawab pertanyaan gue tadi. Lo, habis nangis?” Leta tidak menjawab melainkan terus melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

“Woyyy, ditanyain bener-bener malah ngilang. Punya mulut itu buat ngomong, bukan buat makan doang! Woyy Ta, gue ini lebih tua dari lo beberapa menit lho. Harusnya lo itu lebih sopan dikit kek, durhaka lo sama gue. Sini turun, minta maaf sama gue, cepet!” teriak Leo. Dirinya kesal karena selalu diabaikan oleh Leta.

Beberapa detik kemudian wajah Leo langsung berubah takut ketika Leta benar-benar turun, Leo meneguk ludahnya susah payah. Apa ini adalah hari terakhirnya berada di bumi?

“Habis ngapain lo?”

Leo celingak-celinguk. “Ta, gue nggak bener-bener nyuruh lo buat sopan ke gue kok. Kita kembar, jadi kita itu sama. Nggak ada yang tua nggak ada yang muda, jadi-”

“Habis ngapain lo ke kamar gue?” ucapan Leo terhenti, dia beralih menatap kembarannya. Leo mencoba untuk mengingat sesuatu.

“Oh, gue habis nyari charger di kamar lo. Charger hp gue rusak, jadi gue pinjem punya lo deh,” sahut Leo diiringi kekehan. Leta hanya menatapnya dingin, apakah dirinya salah bicara? Kenapa kembarannya itu menatap dirinya seakan ingin membunuh?

“Lo nyari charger di kamar gue, atau lo nyari mati hah?!” Leo mengerjapkan matanya berulang kali.

“Nyari charger Ta, yakali gue nyari mati. Gue masih sayang sama nyawa gue.”

“Terus, itu maksudnya apa? Kenapa kamar gue jadi berantakan kayak gitu hah?!” Leo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Ooh itu, gue kan nggak tau charger lo di mana. Jadinya gue ‘agak’ berantakin kamar lo dikit. Nggak usah lebay gitu kali, cuma berantakan dikit kok” Leo meringis.

“Cuma?! Pas gue pergi, kamar gue rapi yah. Terus pas gue pulang udah kayak kandang babi gitu gara-gara lo, dan lo bilang itu cuma?” Sungguh, Leo rasanya ingin melebur saja sekarang. Dia yakin, emosi Leta sebentar lagi akan meledak.

NERDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang