Nerd | 24

48.2K 5.5K 174
                                    

“Sherin? Kamu ngapain di meja aku?”

Gadis itu, Sherin terlihat sedikit terkejut melihat keberadaan Leta. “Ini, gue nemu ini di meja lo,” sahut Sherin menyerahkan secarik kertas yang langsung diterima oleh Leta.

Berhenti, atau lo ingin hadiah yang lebih mengejutkan lagi?!

Leta secara otomatis langsung meremas kertas itu dan membuangnya, dia menatap sekeliling kelas yang tidak ada siapapun selain dirinya dan juga Sherin. 

“Kamu tau yang naruh kertas ini siapa?” tanya Leta harap-harap Sherin mengetahui siapa yang menaruh kertas itu.

Sherin menggelengkan kepalanya. “Gue nggak tau, Ta. Pas gue dateng, kertas itu udah di atas meja lo.” Pundak Leta langsung melemas, harapannya seketika pupus.

“Hmm, ya udah.”

“Tulisan di kertas itu maksudnya apaan si, Ta? Kok nyuruh lo berhenti? Emang berhenti apaan?” Leta menatap Sherin, dilihat dari raut wajahnya, sepertinya temannya itu sangat penasaran dengan maksud tulisan di kertas itu.

“Kamu pengin tau?” Sherin mengangguk antusias. Leta menarik napasnya lalu membuangnya kembali.

“Bukan apa-apa, hehe. Paling ini kerjaan orang iseng, atau para fans-nya Leo itu.” Sherin mengangguk paham. Sementara Leta memperhatikan perubahan raut wajah Sherin, perubahan raut wajah yang menurutnya sulit untuk diartikan.

***

Devin tidak paham, mengapa melihat gadis yang bernama Leta diam saja membuat dirinya tidak tenang. Semenjak kejadian hari itu, Leta seakan menjauh darinya, seolah membuat dinding tinggi untuk membatasi Devin.

Dirinya berpikir, trauma seperti apa yang membuat gadis itu berubah drastis seperti ini? Dan pertanyaan yang paling sering hinggap di dalam dirinya, siapa orang yang mengirimkan pesan itu. Sampai saat ini, Devin belum menemukan orang itu.

Devin menghela napasnya berat, dia hanya mampu memandang jauh punggung kecil milik gadis yang beberapa akhir ini memenuhi pikirannya. Ingin bertegur sapa tapi dia ragu.

“Woyy, ngapain liatin Leta terus? Samperin sono!” ucap Adriel yang melihat Devin menatap sendu pada Leta.

“Menurut lo, kalo ada orang asing yang nggak sengaja ngebuka trauma lo, lo bakal apain tuh orang?” Adriel diam, menautkan alisnya mencoba untuk terlihat seperti orang yang sedang berpikir.

“Lo nggak sengaja ngebuka trauma Leta lagi?” Secara otomatis Devin langsung menoleh pada Ferdi, kemudian mengangguk lemah.

“Ooh, jadi gitu ceritanya. Lo nggak sengaja ngingetin Leta tentang tramuanya gitu? Hati-hati Vin, gue tebak setelah ini lo bakalan sulit ngejar tuh cewek. Jangankan ngejar, buat nyapa aja kayaknya udah nggak bisa deh.”

Devin diam tak berniat menanggapi ucapan Adriel. Menurutnya, mendengar ucapan sahabatnya itu bukan membuat dia menjadi tenang, malah membuat dirinya menjadi tambah was-was. Apalagi saat ini dia melihat jika Leo mendekat ke arah Leta, menyapanya, saling bercakap dan sesekali tertawa.

Tanpa sadar, tangannya mengepal ketika Leo mengusap puncak kepala Leta. Matanya menatap dengan tatapan penuh emosi. Detik berikutnya dia langsung berdiri dan langsung menghampiri kedua sejoli itu.

“Eh, Vin! Mau ke mana lo? Gue belum selesai ngomong ini woyy!” teriak Adriel. Ferdi langsung mengusap telinganya yang terasa pengang akibat teriakan itu.

***

Ya, Leta memang sengaja memberi jarak pada Devin. Dia merasa itulah yang terbaik, berada dekat dengan lelaki itu membuat hidupnya tidak tenang. Leta memang sudah melupakan kejadian tempo hari, tapi dia harus tetap menjaga jarak dengan Devin.

Sekarang dia tengah tertawa karena lelucon garing yang dilontarkan oleh saudara kembarnya, dia merasa beruntung mempunyai Leo. Lelaki itu selalu ada di sampingnya saat dia membutuhkan bantuan.

“Ta, masih inget kan pas waktu kecil lo pernah disengat lebah karena mau nyolong mangga milik tetangga?” ucap Leo diiringi tawanya. 

“Gue inget banget. Waktu itu lo nekat manjat pohon, terus pas mau metik mangga lo malah nggak sengaja ngambil sarang lebah. Habis itu lo langsung jatuh, terus disengat banyak lebah. Gue masih inget wajah lo yang bengkak waktu itu.” Leo terus tertawa.

Leta hanya mendengus, mentang-mentang berada di sekolah Leo jadi bisa mengejek dirinya. Karena Leo tahu jika dirinya tidak bisa menghajar lelaki itu di depan teman sekolahnya.

“Gue juga masih inget. Setelah kejadian itu, lo pipis di celana karena kena marah daddy karena nggak nolongin gue,” bisik Leta tepat di telinga Leo, raut wajah lelaki itu langsung berubah masam. Lalu sebaliknya, Leta langsung tertawa melihat kembarannya itu.

Tawanya terhenti karena sosok lelaki yang tidak diharapkan muncul di hadapannya. Leo yang sadar akan perubahan raut wajah Leta, mengalihkan pandangannya pada sosok lelaki yang berdiri di depan mejanya. “Mau ngapain Vin?” tanya Leo.

“Gue nggak ada urusan sama lo, gue mau ngomong sama Leta.” Leta langsung menatap Devin.

“Ta, gue mau ngomong sama lo. Cuma berdua, bukan bertiga,” ucap Devin sambil melirik Leo. Dia sengaja menekankan kata ‘cuma berdua, bukan bertiga’ berharap Leo peka dan meninggalkan dirinya bersama Leta.

“Le.” Leo langsung mengangguk paham ketika Leta menyuruhnya pergi lewat tatapan gadis itu.

Setelah Leo pergi, terjadi keheningan di antara mereka berdua. Devin tidak tahu harus mulai pembicaraan dari mana, kata yang sudah dia rangkai tiba-tiba saja tersangkut di tenggorokannya, tidak bisa dia lontarkan.

“Mau ngomong apa lagi Vin?”

“Lo punya musuh atau seseorang yang nggak suka sama lo di sini?” Devin langsung meringis, memukul kepalanya menyadari ucapan bodohnya.

“Musuh?” tanya Leta penuh penasaran.

“Emm, sebenarnya tentang kejutan itu...bukan ide gue.” Devin menjeda kalimatnya membuat Leta semakin penasaran.

“Gue dapat pesan dari nomor nggak dikenal dan dia bilang kalo lo suka sama badut gitu, terus gue kepikiran buat make kostum badut, ngasih kejutan gitu sama lo. Tapi ternyata lo malah punya trauma sama badut.”

“Bisa tunjukkin pesan itu?” Devin mengangguk cepat dan mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Dia membuka pesan yang dikirimkan oleh nomor tidak dikenal dan menunjukkannya pada Leta.

Leta tersenyum smirk, jadi di sekolah ini diam-diam ada yang mengetahui tentang dirinya yang sebenarnya. Sangat menarik, tapi kira-kira siapa yang mengenalnya di sekolah ini? Dia merasa tidak mempunyai kenalan di sini.

Leo? Hanya dia yang mengetahui identitas dirinya yang sebenarnya, dan juga tentang traumanya.

Tapi...mungkinkah Leo yang mengirimkan pesan itu pada Devin? Untuk apa? 

“Ta.” Devin menyenggol bahu Leta karena sedari tadi gadis itu diam.

“Eh?”

“Jadi, jangan salahin gue yah. Salahin orang ini aja, gue kan niatnya baik cuma pengen ngasih kejutan doang.” Leta mengangguk.

“Gue udah dimaafin nih?”

Sekali lagi, Leta mengangguk. “Kemarin aku juga udah maafin kamu kan?”

“Serius udah dimaafin? Bilangnya sih udah dimaafin, tapi dicuekin terus. Lo kayak seolah-olah ngejauh dari gue tau nggak,” ucap Devin memajukan bibirnya membuat Leta tersenyum melihat itu.

“Iya, sekarang aku nggak jauhin kamu kok.” Devin langsung mengembangkan senyumnya.

“Pulang nanti, pokoknya lo bareng gue. Tenang aja, gue bawa motor kok bukan mobil. Agak trauma gue bawa mobil, takut nabrak orang, masih mending kalo cuma nabrak terus orang itu masih hidup. Lah kalo mati? Masuk penjara lah gue.” Tanpa disengaja Leta tertawa lepas mendengar penuturan Devin. 

Leta heran, ternyata seorang lelaki bernama Devin bisa secerewet ini. Berbeda sekali dengan saat pertama kali Leta bertemu dengannya.

Dan Devin, entah mengapa melihat gadis di sampingnya tertawa lepas karena dirinya membuat hati Devin menghangat.














Tbc...

NERDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang