8

52.2K 2.9K 114
                                    

Hari ini kamu mengobatiku, tinggal menunggu giliran kamu menyakitiku.

Sama halnya ketika kamu membuatku melayang, tinggal menunggu kamu menjatuhkanku ke dasar jurang.

***

Setelah sampai di UKS, Bara mendudukan dirinya di pinggir ranjang UKS, Ara membawa es batu yang sudah dibalut dengan handuk kecil.

"Buruan!"

"Ini tugas aku, biar aku aja yang kompres Kak."

Petugas PMR tersebut berbicara sok lembut pada Bara, dengan tidak tau malunya merampas handuk berisi es di tangan Ara. Mulai akan mengompres Bara, tapi dengan kasar tangan Bara menepisnya, membuat handuk yang ada di tanganya terjatuh ke lantai.

"Lo siapa hah?! berani ngatur gue!"

"Pergi!! gak sudi gue ngeliat muka jalang lo!"

Petugas PMR itu ketakutan, ia pergi dengan menahan tangis. Bara memang tidak boleh diusik.

Ara diam tidak berani membela cewek tadi. Kata-kata kasar yang dilontarkan Bara sudah sering Ara dengar yang ditujukan untuknya.

"Lo niat mau ngobatin gue nggak sih?!"

"I-ya, sebentar aku ambil lagi yang baru."

Ara buru-buru mengambil handuk lagi yang diberi es batu. Ara duduk di samping Bara, menghadap wajah lebam Bara. Tangan Ara mengompres mulai dari kening Bara.

Ara sedikit kesusahan mengompresnya ketika wajah Bara tidak bisa diam. Sedari tadi pandangan Bara mengikuti setiap orang yang lewan depan UKS. Bara akan memberikan tatapan tajam ketika ada yang sengaja mengintipnya dari jendela. Maka dari itu yang lewat UKS pura-pura tidak melihatnya.

"Bara, kamu diam dulu ya? susah ngompresnya kalo kepala kamu gerak terus."

Bara menatap kesal pada Ara. "Ya makanya pegangin biar diem!"

Ara mengerjap bingung. "Apanya yang dipegangin?"

"Bodoh! pipi gue lah yang lo pegangin! lama banget koneknya!"

"I-ya, maaf."

Ara memegang pipi Bara, mengompres di area sudut bibirnya yang lebam.

Bara meringis ketika sudut bibirnya menyentuh handuk dingin. "Eh! maaf, aku nekennya kekencengan ya?"

Wajah Ara menyiratkan rasa bersalah, Ara sedikit memajukan wajahnya, meniup-niup sudut bibir Bara.

Bara tidak menolak dengan perlakuan Ara. Bara tertegun memandang sosok gadis yang sudah dua bulan menjadi pacarnya, wajahnya dekat dengan Ara.

"Apa masih sakit?"

Bara bergeming, pandanganya tenggelang dalam mata yang menyimpan banyak luka.

Ara melambaikan tanganya di depan wajah Bara.

"Bara?"

"Hah? kenapa?"

Bara sangat malu kepergok sedari tadi menatap wajah Ara, Ara tersenyum.

"Itu lebam di sudut bibir kamu apa masih sakit?"

Sial! ia bahkan membayangkan bagaimana jika Ara juga memperlihatkan senyumnya kepada Brian, senyum Ara hanya ia yang boleh melihatnya.

"Enggak."

"Tapi tadi kamu meringis kesakitan."

"Udah tau masih nanya!"

ANANDITASWARA [TERBIT]Where stories live. Discover now