13

47.5K 2.7K 28
                                    

Aku rindu mama, maka kuputuskan pulang sekolah aku mengunjungi rumahnya. Tidak lupa aku membawa bungan mawar putih, itu adalah bunga kesukaan mama.

Aku tersenyum ketika sudah sampai, aku duduk di samping gundukan tanah yang telah menjadi peristirahatan terakhir mama, tidak peduli nantinya rokku jadi kotor.

"Ara datang ma, mama di sana gimana? kalo mama bahagia, Ara juga ikut bahagia."

"Oh iya, mama pasti suka, karena apa? Ara bawain bunga kesukaan mama. Dulu kan mama suka banget nanam bunga ini."

Aku meletakan rangkaian mawar putih di depan batu nisan mama. Mengelus batu nisan tersebut seolah itu adalah mama.

"Nggak kerasa ya? mama perginya udah lama. Ara sama Tara sekarang udah besar, tapi Ara masih ngerasain takut."

Lebih tepatnya aku takut dengan papa dan Tara, mereka seolah tidak pernah membiarkanku hidup tenang.

"Kalo aja mama dulu nggak nyelametin Ara, nggak ngasih penglihatan mama ke Ara, pasti mama masih ada buat papa sama Tara. Ara ini pembawa sial ya ma?"

Selain di perpus, aku juga merasakan ketenangan di sini, di rumah abadi mama.

Hari sudah semakin sore, aku harus pulang, takutnya nanti Tara bicara yang tidak-tidak sama papa.

"Eh! ada neng Ara, habis ke makam ibunya ya neng?"

"Iya pak."

"Hati-hati di jalan yang neng." Aku mengangguk sembari tersenyum.

"Ara permisi dulu pak."

"Iya neng."

Tadi adalah pak Sukri, seorang penjaga makan disini yang sudah lanjut usia. Pak Sukri sudah lama mengenalku, mungkin karena aku yang sering mengunjungi makam. Aku keluar dari area pemakaman, berjalan menuju halte untuk menunggu bus.

Mataku tak sengaja melihat seorang dengan seragam yang sama dengan yang kugunakan sedang berdiri di pinggir jembatan. Aku tidak tau siapa itu, karena membelakangiku. Dalam pikiranku hanya ada satu kalimat, orang itu mau bunuh diri.

Aku membelalakan mata ketika orang itu mencondongkan tubuhnya, tanpa pikir panjang aku berlari dan langsung menarik jasnya kuat-kuat.

Byur!!

"Ponsel bisa dibeli lagi, yang penting kamu gagal bunuh diri." Aku bernapas lega ketika berhasil menyelamatkanya.

"Lo apa-apaan sih!"

Aku kaget, bukan karena bentakanya, tapi suara yang tidak asing di telingaku. Aku membalikan badan, berharap itu bukan suara salah satu siswa yang aku hindari.

'Mampus!' Tanpa sengaja aku berurusan denganya.

"B-ara?" gumamku pelan.

Yang ada di otakku sekarang adalah kabur dari Bara, karena Bara menatapku begitu tajam. Aku buru-buru kabur karena tidak ingin berurusan dengannya.

"Mau kemana lo! urusan kita belum selesai!" Bara menahan tanganku.

Bara melangkah mendekat, aku sangat gugub. "A-ku nggak ada niatan buat cari masalah sama kamu, aku tadi cuma mau nolongin kamu yang mau bunuh diri."

ANANDITASWARA [TERBIT]Where stories live. Discover now