29

43.1K 2.5K 400
                                    

Semua siswa kelas XI IPA 1 tengah bergati pakaian olahraga di ruang ganti. Letak ruang ganti antara siswa perempuan dan laki-laki terpisah. Setiap siswa sudah disediakan loker yang sudah ditempeli nama para siswa masing-masing. Jadi tidak akan kawatir akan mesakukan barang di loker yang salah. Seluruh siswa di minta untuk berbaris di lapangan untuk melakukan pemanasan.

"Ray, tukeran barisan dong," bisik Cika di depan telinga Rayna.

"Kenapa Cik?"

"Sebelah gue ada Bara."

Rayna mengernyit bingung. "Terus kenapa kalo Bara?"

"Gue nggak mau deket-deket Bara, gue takut. Lo mau ya? entar gue traktir makan di kantih deh."

Rayna tersenyum, tanpa di traktir pun tentu saja ia mau. Memang tujuanya ia pindah sekolah ini agar bisa lebih sering bertemu Bara, dan Cika dengan baik hati membuatnya bisa berdekatan dengan Bara.

"Gimana ya?" Rayna pura-pura berpikir.

"Please Ray, bantuin gue ya?" ucap Cika dengan memohon, masih sama dengan nada berbisik.

"Karena gue temen yang baik, yaudah deh gue mau."

"Duhhh, udah cantik, baik lagi."

Mereka bertukar posisi, Rayna berbaris di sebelah kanan Bara, sedangkan Cika berbaris di sebelah Rayna.

Selama guru menjelaskan agenda kegiatan olahraga, Rayna terus curi-curi pandangan Bara. Tak jarang ia menggerak-gerakan tanganya agar bisa menyentuh kulit tangan Bara.

Namun sang empu hanya diam dan menatap depan, bukanya Bara tidak tau dengan semua aksi Rayna, Bara tau semua aksi Rayna yang berusaha untuk menarik perhatianya. Bara hanya tidak ingin siswa sekelasnya curiga.

Olahraga diawali dengan lari pagi mengelilingi lapangan tiga kali. Dimulai dari barisan depan, sampai Barisan akhir.

Tepat di depan Bara dalah Rayna, gadis itu lari dengan pelan. Tidak ada niatan Bara untuk mendahului Rayna. Langkah lari Rayna makin lama makin pelan, sampai dititik dimana Rayna berheti, Bara otomatis ikut berheti.

Tubuh Rayna tiba-tiba oleng ke belakang, sebelum Rayna jatuh ke tanah, Bara dengan sigap menahan tubuh Rayna. Ternyata Rayna sudah tidak sadarkan diri.

"Ray, bangun, jangan buat aku kawatir." Bara menepuk-nepuk pelan pipi Rayna, namun tidak ada pergerakan sama sekali.

Bara dengan segera mengangkat tubuh Rayna menuju UKS. Hal itu tak lepas dari perhatian seluruh siswa  yang sedang berolahraga.

Sialnya, Bara harus berpapasan dengan Ara di koridor, Bara dibuat panik lagi. Bara menelasan salivanya untuk menetralkan kegugupanya. Seorang Bara gugup? hal yang mengesankan, ia seperti terciduk berselingkuh.

"Bara, dia siapa?" Satu kalimat yang membuat Bara bingung dengan jawabanya.

"Kenapa diam Bara? dia siapa?" Ara mengulangi kata-katanya lagi.

"Lo nggak perlu tau," ucap Bara begitu dingin. Cowok itu berlalu begitu saja melanjutkan pejalananya yang sempat tertunda. Ara berbalik memandang punggung Bara yang makin menjauh.

Satu tetes air mata berhasil keluar, namun Ara langsung menyekanya. "Kenapa kamu berubah lagi?"

***

Bara setia menunggu di UKS, Rayna masih belum sadarkan diri. Meskipun dirinya didekat Rayna, percayalah, otaknya sedang memikirkan Ara. Ia sadar secara tidak langsung telah menyakiti Ara lagi. Tapi disisi lain, kehawatiranya dengan kondisi Rayna lebih dominan. Daya tahan tubuh Rayna lemah semenjak difonis mengidap leukimia, Rayna tidak boleh terlalu lelah.

ANANDITASWARA [TERBIT]Where stories live. Discover now