33

48.1K 2.7K 354
                                    

Bara menyetir dengan tidak fokus, karena fokus perhatianya terbagi antara Ara dan jalanan.

"Kalo nyetir liat depan Bar, bahaya!" tegur Rayna. Bara tidak merespon, ia masih tetap memperhatikan Ara dibalik sepion mobilnya dalam keadaan menyetir.

"Nyetir yang bener!! lo mau buat Ara celaka lagi?!" sentak Brian yang duduk di belakang dengan memangku kepala Ara. Brian khawatir dengan Ara, terlebih hidung Ara terus berdarah.

"Ya lo nggak usah nyentuh-nyentuh cewek gue brengsek!!"

"Lo bisa nyetir nggak?! Ara butuh penanganan segera!!"

"Sial!!"

Tidak ada unsur cari kesempatan dalam kesempitan, Brian belum tenang jika Ara masih menutup matanya. Brian berkali-kali mengelap hidup Ara yang terus mengeluarkan darah dengan sapu tanganya.

"Maaf Ra, aku nggak bisa jagain kamu," lirih Brian yang masih bisa didengar Bara.

Bara mengetatkan rahangnya. Jika bukan karena Ara, ia sudah menurunkan Brian di jalanan.

Sampai rumah sakit, Brian membopong Ara agar segara mendapat penanganan, ia tidak memperdulikan raut wajah Bara yang sedari tadi tidak bersahabat.

"Bara, kita jadikan nonton bioskop?"

"Iya, tapi jangan sekarang."

"Aku maunya sekarang Bar, kamu udah nyetujuin tadi."

Bara memijit pangkal hidunganya, ia lelah. Di satu sisi ia khawatir dengan Ara, disisi lain ia tidak ingin membuat Rayna kecewa.

"Nggak bisa Ray, aku harus jagain Ara."

"Ada gue, gue yang bakal jagain Ara, lo bisa pergi sama Rayna dengan tenang," ucap Brian menekan kata terakhir.

Bara menatap sengit. Ia tau niat Brian adalah agar bisa dekat dengan Ara. "Gue tau niat licik lo biar bisa deket sama Ara!"

Tak lama seorang dokter laki-laki paruh baya keluar dari ruang UGD Ara.

"Gimana keadaan Ara dok?" Tanya mereka secara bersamaan.

"Apakah kalian keluarga dari pasien? karena ada hal serius yang harus saya sampaikan."

"Saya pacarnya dok, bisa tolong katakan kenapa dengan Ara," ucap Bara dengan tidak sabaran.

"Pasien mengalami patah tulang cukup parah di hidungnya, sehingga membuat hidungnya mengalami pendarahan. Kemungkinan pasien harus melakukan operasi. Kami butuh persetujuan dari keluarga pasien."

"Lakukan yang terbaik untuk Ara dok."

"Kami tidak bisa melakukan operasi sebelum keluarga dari pasien menyetujuinya."

"Keluarganya sedang pergi."

"Bisa tolong telpon keluarganya untuk memberitahukan hal ini."

"Dari tadi Anda terus menanyakan keluarganya!! Apa Anda pikir saya tidak mampu membayar biaya rumah sakit ini?!"

"Bukan begitu__"

"Terus apa?! saya bisa membuat Anda dipecat sekarang juga. Ingat! pemegang saham terbesar di rumah sakit ini Gavin, dan dia adalah papa saya!"

Dokter tersebut membulatkan matanya, pantas saja wajah pemuda dihadapanya ini tidak asing. Wajah Bara bisa dikatakan dominan ke Gavin, bahkan sifatnya hampir semuanya mirip. Bara adalah gambaran Gavin di masa muda.

"Saya akan segera melakukan operasi terhadap pasien."

"Bagus!" Dokter tersebut undur diri.

"Selain kasar ke Ara, lo juga sombong."

ANANDITASWARA [TERBIT]Where stories live. Discover now