28

45K 2.4K 186
                                    

Dari jendela kamar Ara, terlihat mobil Bara sudah terparkir rapi di halaman rumah gadis itu, karena tidak ingin membuat Bara menunggu lama, Ara bergegas keluar kamar. Terlihat di ruang makan, Yudha dan Tara sedang sarapan. Mereka tampak acuh dengan kehadiran Ara.

Ara mendekati meja makan, bukan untuk ikut gabung sarap, namun Ara meminta ijin pamit kepada Yudha. Seburuk apapun perlakuan Yudha terhadapnya, Ara tetap menghormati Yudha.

"Pa, Ara berangkat dulu ya?" Ara mengulurkan tanganya berniat mencium tangan Yudha, namun tangan Yudha tidak bergerak sedikitpun. Yudha masih sibuk dengan sarapanya.

"Ck! lo masih nggak nyadar apa gimana sih?! papa itu nggak suka kehadiran lo! kalo pergi ya pergi aja! sekalian nggak usah balik! dasar nggak waras!"

Ara menghembuskan napasnya sedikit kasar, seakan ucapan Tara adalah perwakilan dari isi hati Yudha yang belum sempat diungkapkan. "Maafin Ara pa, selama ini belum bisa buat papa bangga. Ara minta jangan suruh Ara buat pergi dari rumah, Ara nggak punya siapa-siapa lagi selain papa sama Tara."

Ara memberanikan diri meraih tangan Yudha untuk dicium, Yudha hanya diam tanpa melihat Ara. Biasanya laki-laki itu akan mengamuk ketika Ara ada di dekatnya. "Pa, Ara berangkat dulu."

Ara meninggalkan Yudha dan Tara yang masih berkutat dengan sarapanya. Sampai depan teras, terlihat Bara menyenderkan tubuhnya di depan mobilnya dengan kacamata hitamnya.

Tanpa banyak bicara, Bara membukakan pintu untuk Ara. Gadis itu masuk tanpa diperintahkan Bara. Bara juga memakaikan sabuk pengaman untuk Ara. Cowok itu lebih banyak bertindak dari pada berbicara.

"Bara, kemarin kenapa kamu nggak nyusul aku ke rumah Feli?" Oh iya! Bara melupakan itu. Bersama Rayna, Bara melupakan Ara.

"Kemarin gue ada urusan penting."

Ara hanya mengangguk, ia tidak ingin bertanya lebih lanjut, karena Ara ingin menghargai privasi Bara. Gadis itu terkesan cuek.

"Lo nggak tanya urusan apa gitu?"

Ara menggeleng. "Kamu kan juga punya privasi, nggak semuanya harus aku tau kan." Entah kenapa Bara merasa kesal. Ara terlalu naif, makanya gadis itu mudah ditindas.

"Lo nggak takut gue selingkuh?"

Bukanya marah, Ara malah tertawa. "Aku percaya kamu, kamu nggak mungkin ngelakuin itu Bar."

"Apa yang buat lo seyakin itu?"

"Kamu nggak pernah deket sama perempuan manapun kecuali aku."

Bara mengusap kepala Ara, ia sangat puas dengan jawaban yang Ara berikan. "Lo bener."

Bara mengendarai mobilnya dengan tenang, sesekali ia melirik Ara yang sedang menatap jalanan depan. Selama berpacaran, Bara jarang melihat Ara bermain ponsel ketika sedang bersamanya, dan memang itulah yang Bara inginkan dari Ara. Bara menghentikan mobilnya di parkiran ketika sudah sampai sekolahan.

"Biar gue yang buka." Bara mencegah Ara ketika gadis itu akan membuka pintu mobil.

Bara bergegas keluar dan membukakan pintu untuknya, semakin hari sikap Bara semakin manis terhadapnya.

Ara hanya bisa tersenyum. "Makasih."

Salah satu yang Bara suka, gadis itu selalu mengucapkan kata terimakasih terhadap hal sederhana yang Ia lakukan untuknya.

Bara mengantarkan Ara sampai kelas gadis itu, banyak pasang mata yang melihatnya, namun mereka memilih untuk diam, tidak ingin berurusan dengan Bara.

"Kalo mereka jahatin lo, bilang sama gue. Mereka bakal berurusan sama gue."

ANANDITASWARA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang