17

48K 2.8K 28
                                    

Jika mata ini yang menjadi penyebab kebencian kalian, aku lebih rela hidup dikegelapan, dari pada melihat tatapan benci kalian

***

Hal pertama yang Ara lihat ketika memasuki rumahnya adalah keberadaan papanya, ya! Yudha sudah pulang setelah dua minggu ia pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan.

Di sana juga ada Tara yang sibuk membuka banyak sekali paper bag. Senyum Tara terukir sepanjang ia mengeluarkan isi dari semua papar bag yang dibawakan Yudha hanya untuknya. Ditemani Yudha yang duduk di samping gadis itu, terlihat raut kebahagiaan di wajah Yudha ketika melihat keantusiasan Tara. Sesekali Yudha mengelus rambut putrinya.

Ara sudah tidak berharap Yudha turut serta membawakan oleh-oleh untuknya. Semuanya hanya untuk Tara.

Apakah itu yang dimaksut Tara hidupnya hancur? atau hancur yang seperti apa?

Harusnya Ara yang mengatakan itu, karena berkali-kali mentalnya dihancurkan, dan berkali-kali pula ia harus bertahan.

Ara tersadar ia sudah berdiri cukup lama di ambang pintu dengan pikiranya. Tara dan Yudha belum menyadari keberadaan Ara.

Ara melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda, melewati Tara dan Yudha. Sengaja Ara tidak menyapa, karena akan percuma.

"Masih ingat jalan pulang?!"

Suara Yudha yang dingin seperti alaram bahaya membuat langkah Ara terhenti.

"Iya pa." jawab Ara tanpa membalikan tubuhnya.

"Kenapa harus pulang?! apa sudah cukup dua hari untuk melacur?!"

Deg!!

Dadanya lagi-lagi sesak mendengar kalimat yang merendahkan dari Yudha.

"Iya pa." Bukan ia membenarkan ucapan Yudha, hanya saja Ara tidak ingin memancing amarah Yudha.

"Balikan badan ketika sedang bicara dengan orang tua!! tau sopan santun tidak?!"

Ara buru-buru mengusap air matanya yang sempat mengalir sebelum membalikan badanya.

"Jadi benar kamu melacur?!"

"Siapa yang bilang pa?"

"Itu tidak penting!"

Tanpa Yudha memberitahunya, Ara sudah yakin siapa pelakunya. Pandangan Ara melirik Tara yang sedang tersenyum miring sembari bersedekap.

"Kalo aku bilang enggak, papa juga tetap nggak percaya. Papa lebih percaya Tara dengan semua kebohonganya."

"Tara nggak bohong pa, tanya aja sama pak Junet atau bik Asih. Ara dua hari emang nggak pulang rumah."

"TAPI AKU NGGAK MELACUR TAR!!"

Tara menggertakan giginya, karena Ara telah berani bicara keras terhadapnya.

"Gimana gue nggak curiga Ra, lo sama Brian sama-sama nggak masuk sekolah. Waktu itu lo juga perna pulang malem diantar Brian. Gue sedih Ra, sekarang pergaulan lo bebas banget."

(Ingat waktu dimana Bara tiba-tiba meninggalkan Ara di pasar malam)

"KAMU NGGAK TAU APA-APA TAR!"

Tanpa pikir panjang, Yudha melempar vas bunga hingga mengenai perut Ara. Seketika Ara berjongkok dengan mendekap perutnya, karena rasa perih menusuk ulu hatinya.

"Itu akibatnya jika berani membentak Tara!!"

"KAPAN PAPA PEDULI SAMA ARA!! ARA SAKIT PA! FISIK DAN MENTAL ARA SAKIT!! SELALU TARA YANG PAPA PIKIRIN, DAN SELALU ARA YANG PAPA SINGKIRIN!!"

ANANDITASWARA [TERBIT]Onde histórias criam vida. Descubra agora