Pasca Bagian II : Pulang

1.5K 221 22
                                    

Pulang adalah perihal melepaskan duka dan menerima kenyataan

.
.
.

| Hari ke-21 pasca ledakan |
.
.
.

"Mas Samudera, mau sampai kapan ada di sini?"

Satpam penjaga sekolah menegur Samudera untuk kedua kali sejak satu jam lalu, tapi ia hanya bisa diam dan tersenyum sambil menatap puing-puing dengan garis polisi di depan.

Gedung itu pernah menjadi tempatnya menghilangkan resah, dan kini hanya tersisa sebagai saksi kenangan ganjil dan repitisi tragedi. Ia menghela napas. "Sebentar lagi saya pergi kok, Pak."

Kemudian pria itu mengangguk pasrah, menatap iba anak laki-laki dengan akar rambut yang mulai menghitam di antara rambutnya yang dicat kelabu lantas kembali ke posisinya.

Samudera menatap puing-puing lagi, mengingat ucapan Raya padanya hari itu dan dentuman yang meneror telinganya hingga beberapa malam. Langit Utara memintanya untuk tidak menemui Raya di rumah tananan, yang kemudian ia ketahui sebagai alibi agar Samudera tidak mendatangi Raya yang kini telah dipindahkan ke rumah sakit jiwa untuk sementara. Lagi-lagi, itu membuatnya kehilangan kewarasan.

Pihak sekolah telah menghubunginya untuk mengurus kepindahan sejak ia keluar dari rumah sakit tapi Samudera memilih untuk abai hingga hari ke-14 dan Muara memintanya segera selesaikan urusan berkas ini atau dia tidak mau menampungnya. Sementara itu, kantor administrasi darurat dipindahkan ke ruang kelas IPS 1--kelas Samudera dulu. Ia lantas bertemu dengan Bu Ningsih yang menatapnya penuh iba--lagi-lagi tatapan yang begitu dibenci Samudera.

Wali kelasnya selamat setelah berhasil keluar sebelum ledakan ketiga, sayangnya Ia kehilangan putrinya yang terjebak kerumunan bersama dengan beberapa tamu undangan yang baru-baru ini Samudera ketahui sebagai mantan teman SMP Raya.

"Samudera," panggil Bu Ningsih parau, tapi begitu Samudera ingat apa yang telah Bu Ningsih lakukan pada Raya, membuatnya tersenyum canggung dan buru-buru mengalihkan pandangan.

Namanya ada di berkas itu, sebagai penanggungjawab kesiswaan sekaligus vitamin yang dimaksud Aquila sebelum kematiannya. Pada dasarnya mereka semua terlibat, tapi susah untuk membuktikan keterlibatannya setelah Lintang memilih bunuh diri sementara Hydra dirawat di luar negeri. Samudera dengar, cewek berambut merah itu mengalami mati otak, sementara Rasi Bintang Orion tidak lagi terdengar kabarnya. Langit bilang dia pergi setelah keluar dari rumah sakit, tapi informasi lain mengatakan bahwa Orion lah yang sebenarnya mati otak dan kini dalam proses untuk memberikan organ matanya bagi Hydra yang kehilangan penglihatan karena serpihan ledakan.

Yang pasti, kondisi mereka tidak baik.

"Kamu yakin melanjutkan sekolah di sekolah penampung, Sam? Salah satu pengurus yayasan Geotopia yang tersisa menyarankanmu untuk ambil beasiswa ke luar negeri." Petugas administrasi itu menanyakan kembali keputusan Samudera, tapi cowok itu menggeleng dalam senyumnya.

"Nggak, Bu. Saya tetap pada keputusan Saya."

Samudera tahu, Langit Utara--si pengurus yayasan Geotopia yang tersisa itu--pasti melakukan ini agar Samudera lepas dari bayangan Raya. Tapi apa boleh buat? Ke mana pun Samudera pergi, ia pasti akan kembali ke sini.

Intinya, urusan administrasi itu selesai dengan cepat sehingga Samudera bisa menghabiskan waktu untuk meratapi semua yang terjadi, terutama, mengenai gadis yang ia selamatkan hari itu. Tentang rahasia dan seluruh tragedi yang sesungguhnya terjadi dalam hidupnya. Sampai saat itu, meski Langit Utara memaksanya pergi, dia tidak akan bergeser meski sejengkal kaki.

***

"Mau sampai kapan kamu bersembunyi, Sam?"

Langit Utara menatapnya penuh, rambutnya terpotong rapi dengan cat abu gelap. Samudera mengalihkan pandangan, fokus pada kegiatannya memotong dahan pohon pucuk merah di taman belakang rumah Muara.

Geotopia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang