19. Map of The Eyes Poem (a)

1.8K 472 234
                                    

Mataku adalah matamu, tidakkah kau ingin lihat?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mataku adalah matamu, tidakkah kau ingin lihat?

***

Raya adalah Esta.
Tidak.
Mata Raya adalah mata Esta.

Seperti itu kiranya.

Samudera hari ini terpaksa masuk sekolah. Kata Muara jika dia membolos dengan alasan tugas negara lagi, Bu Ningsih akan mengirim surat peringatan ke Tante Meta--yang artinya ia akan terkena bencana omelan yang setara dengan gempa bumi, tsunami, dan bencana alam mengerikan lainnya ketika digabungkan.

Itu sebabnya di sini lah Samudera saat ini, duduk di sofa buluk Ruang Musik sambil menatap papan tulis putih--yang sebelumnya ia keluarkan dari balik lemari perkakas--dengan nama-nama berada di tengahnya. Beberapa anak panah terlihat saling menunjuk dan menjalin seperti jaring laba-laba kusut, meminta diurai dengan kesabaran tingkat Galaksi Andromeda.

Faktanya, menulis seluruh nama orang-orang yang terlibat dalam kematian Esta sama sekali tidak membantu mengurangi pening di kepala Samudera. Malah membuatnya makin merasa dihantam-hantam tanpa kasihan.

Ngomong-ngomong, James--tutor pianonya mendatanginya hari ini. Sama seperti Tante Meta, pria berkumis segaris itu juga hobi sekali mengomelinya. Diam-diam Samudera jadi membuat kesimpulan bahwa menjadi dewasa agaknya membikin manusia jadi hobi mengomel. Dan jangan lupakan Langit Utara, yang meski tidak mengomel, pria setan itu tetap saja banyak bicara.

Intinya yang mampu diingat Samudera dari omelan James yang berbabak-babak panjangnya itu hanya 2 kalimat.

"Bulan depan ada festival musik klasik. Jangan menghilang lagi atau saya potong jari-jarimu sekalian dengan jempol kaki."

Kadang juga, Samudera mulai berpikir menjadi dewasa itu membuat orang jadi gila.

Kembali pada papan tulis di hadapannya, Samudera berjalan mendekat untuk menambah nama-nama di sana. Kurang lebih jika digambarkan, nama-nama itu akan membentuk bagan besar dengan nama Raya dan Esta berada di tengahnya.

Kalau diingati-ingat lagi, nama-nama itu memiliki hubungan erat satu sama lain.

Sama-sama berhubungan dengan Geotopia.

Tapi, kenapa?

Tunggu dulu.

Samudera mengernyit tatkala mengingat puisi yang ditulis Raya di buku catatan hitamnya.

Pekat, kenapa gelap?
Mataku ada matamu
Tidakkah kau ingin lihat?

...

Gantungkan tali
Kekangan di tangan
Oh tidak tercekik

...

Entah bagaimana, Samudera merasa puisi itu adalah bentuk percakapan.

Geotopia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang