16. Mengumpulkan Serpihan Bintang Mati (b)

1.5K 440 89
                                    

Lalu ketika pintu terbuka tidak ikhlas, disanalah Raya dengan mata kepalanya yang masih cukup waras, melihat bagaimana Aquila berciuman dengan Samudera

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Lalu ketika pintu terbuka tidak ikhlas, disanalah Raya dengan mata kepalanya yang masih cukup waras, melihat bagaimana Aquila berciuman dengan Samudera.

Sialan, haruskah Raya melompat saja?

***

Bagi sebagian orang menjadi dingin adalah kebanggaan. Katanya, terlihat tidak tersentuh itu hal yang keren. Sementara bagi Semesta Raya, menjadi dingin itu menghancurkannya dalam-dalam. Menusuk tulang sumsumnya hingga nyaris lumpuh, kemudian memaksa lagi agar ia bisa berdiri.

Seperti bagaimana matanya menangkap pemandangan yang seumur hidup, ternyata bisa berkategori sama menyakitkannya dengan melihat mayat Esta yang tergantung di atas piano tua, atau ketika ia melihat peti mati ibunya yang tak lagi boleh dibuka, atau ketika ia melihat tubuh dingin kakaknya di atas ranjang rumah sakit dengan keadaan tidak lagi bernyawa.

Nyatanya, apa yang ia lihat saat ini telah mempengaruhinya begitu kuat. Apakah ini rasanya kecewa?

Tapi alih-alih marah, Raya justru menghela nafas tenang. Matanya mencoba menatap biasa seolah keterkejutan dan rasa sakit yang saat ini mendera bukan hal yang benar-benar nyata adanya. Tangannya yang terkepal selama beberapa detik buru-buru ia longgarkan, lalu setelah menyadari rasa besi yang tercecap dilidahnya akibat ia yang mengigit bibir menahan amarah, Raya menarik segaris senyum memaklumi.

"Maaf ganggu kegiatan kalian. Aku nyari Samudera tadi, katanya mau ke ruangan club geografi tapi sampai beberapa jam belun datang juga." Raya menjeda, diam-diam tangan kirinya mengeratkan pegangan pada pintu.

"Jadi aku inisiatif nyari, kan nggak lucu kalo pengawalku hilang dan tiba-tiba mati tanpa diketahui." Pengucapan kata pengawal terdengar sarkastik di telinga Samudera. Bahkan bagi Raya sendiri, entah bagaimana kata itu bisa keluar dari mulutnya.

Samudera membisu, apa yang terjadi beberapa saat lalu benar-benar di luar kendalinya. Bagaimana caranya menjelaskan kendati melihat respon defensif cewek itu yang nampak tidak terluka, padahal Samudera dapat melihat jelas jejak darah di bibirnya yang terluka. Samudera hendak mendekati Raya sebelum cewek itu kembali berbicara.

Dengan suara yang sampai mati tidak disangka Samudera bisa terdengar tenang, sekaligus sakit disaat yang bersamaan.

"Dilanjutkan aja, aku tunggu di lobby kalo sudah selesai," tukasnya ringan. Raya berbalik, melangkah menuruni tangga dengan jemari yang meremat ujung cardigan hitamnya menahan sesak.

Bukan, bukan hal yang patut untuk menangisi kenaasan diri sendiri. Raya harus mengingatkan diri sendiri bahwa, tidak ada hubungan apapun selain hubungan mutualisme antara dia dan Samudera. Mereka hanya berpura-pura pacaran. Pura-pura dengan garis hitam tebal di bawahnya.

Sampai di anak tangga terakhir dan menapak lantai 5, Raya melewati beberapa ruangan dan orang yang sedang berada di Gedung Khay tanpa ekspresi menuju lift seorang diri. Menekan tidak sabaran pada tombol lift ketika pintunya terasa bergerak lambat untuk tertutup lalu menekan dadanya kuat-kuat.

Geotopia Où les histoires vivent. Découvrez maintenant