22. Yang Karam di Dasar Samudera (a)

1.6K 408 112
                                    

Samudera itu luas, dan menyimpan banyak rahasia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Samudera itu luas, dan menyimpan banyak rahasia. Siap tenggelam untuk mencari tahu?

***

Hal yang membuat Samudera bergidik ngeri adalah bagaimana Esta yang selalu menatap benci padanya perlahan justru membuka diri, sementara Raya mulai terasa jauh. Seolah ada dinding kokoh yang dia bangun agar tidak ada seorang pun yang bisa melihat ataupun menjangkaunya.

Samudera merasakan perbedaan itu dengan jelas sejak gadis itu bangun dari koma.

Sejak Esta terbuka padanya.

Mengesampingkan pening yang akhir-akhir ini dirasakan Samudera, cowok itu kini memustakan atensi pada Esta yang masih sibuk mengobrak-abrik ruang musik mencari rekaman--flashdisk lebih tepatnya, meski Samudera yakin benda mungil itu tidak mungkin ada di sini. Entah mengapa.

Tapi kemudian gadis itu berhenti. Seperti terhuyung hingga nyaris terjerembab jika Samudera telat merespon dengan menahan badannya. Sejenak Esta terlihat memegangi kepalanya, menggeleng-geleng ke kanan dan kiri seperti mengais kesadaran.

"Lo nggak papa?" tanya Samudera khawatir, ia menahan tubuh gadis itu yang berdiri tidak stabil di atas kakinya sendiri.

"Kepalaku sakit, Sam." Nada suara itu berubah.

Esta memiliki tipe suara tinggi dan ringan, cenderung lebih banyak bicara dan cerewet. Tone suara yang jika di dengar terlalu lama akan membuat sakit kepala. Sementara suara yang kini ditangkap telinga Samudera lebih tenang, halus, dan rendah.

Raya.

"Ra?"

"Hm? Kepalaku sakit banget, sial, Esta ngapain bawa aku ke sini?" Raya kembali merintih, serta merta membuat Samudera bergerak cepat untuk mendudukannya di sofa. Gadis itu terlihat kesakitan, ia terus memegangi kepala dan sesekali terlihat menjambak rambutnya sendiri.

Sialnya, karena Esta yang buru-buru berlari tadi, Samudera sama sekali tidak sempat membawa tas apapun. Obat-obatan Raya ada di mobil. Tidak mungkin juga meninggalkan Raya sendirian di sini. Maka dengan terpaksa, Samudera memejamkan matanya sejenak untuk meyakinkan diri sebelum merendahkan tubuhnya di depan Raya dengan posisi membelakangi.

"Naik Ra," pintanya dengan suara rendah. Raya masih memegangi kepalanya, sakit yang luar biasa menderanya tak ayal membuatnya kebingungan total.

"Ha?" Raya menyahut dengan suara lirih. Samudera menghela nafas sejenak kemudian menoleh, "Ayo naik, gue gendong ke mobil. Cepetan udah malam," ulang Samudera.

Sadar Raya merespon terlalu lama, Samudera buru-buru meraih kedua tangan Raya untuk ia kalungkan ke lehernya, kemudian menggendong Raya dengan sekali hentakan. Abaikan keterkejutan di muka Raya sebab Samudera yang sesungguhnya lebih terkejut. Bisa-bisanya dia melalukan ini--rela membuang tenaganya yang berharga. Tapi lupakan saja, kini ia berjalan menuju mobil hitam yang terlihat samar ditelan kegelapan dengan Raya yang sesekali merintih di belakang panggungnya. Tak jauh dari sana seorang pria berwajah kebapakan dengan sarung kotak-kotak terlihat berlari mendekat. Pak Maun.

Geotopia Where stories live. Discover now