Tujuh Puluh Sembilan

46.2K 8.2K 1.9K
                                    

Azka berjalan menuju ruang rawat gadisnya dengan perasaan yang bercampur, antara marah, sedih, dan juga kesal. Lelaki itu memilih diam di depan ruang rawat gadisnya tak berniat untuk masuk, ia takut jika gadisnya akan marah yang jutru melukai hatinya.

Pandangannya tak sengaja bertemu dengan retina Umma Mira yang tengah melihat ke arahnya, hingga tak lama sosok Umma Mira muncul dari balik pintu, raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran sekaligus kesedihan.

"Bagaimana penjelasan dokter nak Azka?" tanyanya.

Azka tersenyum getir, "Syifa lupa sama sebagian ingatannya, dan yang dia lupain kejadian yang dia alami baru-baru ini, makanya Syifa lupa sama Azka, dia gak kenal Azka." Jawab Azka lemah.

Umma Mira tak kuasa menahan tangisnya, wanita paruh itu lantas mendekap menantunya yang sudah ia anggap seperti anak kandungnya sendiri.

"Umma tau kamu kuat, umma tau cinta kalian itu kuat, dan umma yakin kalian bisa lewati ini semua." Ucapnya yang Azka tak yakin tentang itu, ia tak yakin mampu bisa melewati ini semua, ia rasa hidupnya akan benar-benar hampa tanpa sosok Syifa di sisinya, namun bagaimanapun itu, ia harus melakukannya.

"Boleh Azka ketemu Syifa?" tanyanya yang begitu menyakitkan, ia tertawa dalam hati, bahkan seorang suami harus izin ketika ingin bertemu istrinya.

Umma Mira menganggu mantap, ia juga merasakan hal yang sama, pantaskah seorang suami meminta izin ketika ingin bertemu sang istri?

"Ayo!" Umma Mira menari lembut tangan Azka membawa lelaki itu berjalan mendekat ke arah putrinya yang tengah mengobrol dengan para sahabtanya.

Seolah peka dengan kedatangan Azka, mereka semua yang ada di ruangan itu memilih pergi meninggalkan dua sejoli itu, mereka paham Azka butuh waktu berdua dengan gadisnya, entah apa yang akan lelaki itu lakukan, tapi berdoa saja yang terbaik.

Syifa yang melihat para sahabatnya pergi dengan tiba-tiba mengernyit bingung, apalagi dengan kedatangan laki-laki yang mengaku menjadi suaminya yang sekarang ini tengah duduk di sampingnya.

Syifa menatap sengit Azka yang juga tengah menatapnya, bedanya Azka menatapnya lembut dengan banyaknya cinta yang tersimpan di matanya. Tangan Azka bergerak hendak menggenggam jemari Syifa yang menggantung bebas, namun dengan gerakan cepat, Syifa segera menghindar dan lagi lagi menatap Azka tajam.

"Kan sudah saya bilang, mas nya jangan kelewatan dong sama saya, jangan pegang-pegang!" percayalah, meski Syifa mengatakannya tanpa ada nada bentakan disana, Azka sudah merasakan nyeri di hatinya, ia kembali membayangkan kisahnya tempo lalu yang bisa kapan saja meyentuh gadisnya, tanpa ada halangan seperti ini.

"UMMA! INI LAKI-LAKI SURUH KELUAR DONG! SYI RISIH TAU GAK!" pekiknya kencang membuat Azka yang ada di sana merasakan nyeri di dua organnya seklaigus, hati dan telinga.

Umma Mira langsung masuk ke ruang rawat putrinya itu sambil berkacak pinggang, "Neng! Itu suami kamu loh, jangan gitu lah, coba lembut!" beliau juga ikutan kesal dengan tingkah putrinya itu.

Syifa yang mendengar ummanya kesal pun mengernyit bingung, ia jadi merasa jika lelaki di sampingnya benar 'suaminya' karena tak mungkin ummanya itu rela meninggalkannya bersama lelaki yang bukan mahram, juka ummanya itu berani meninggalkannya berdua dengan lelaki, maka bisa di pastikan jika lelaki itu sudah mahram dengannya.

"Syifa anak umma yang paling cantik karena cuma kamu anaknya umma, umma mohon sangat, bersikaplah layaknya seorang istri pada Azka, umma yakin cepat atau lambat, eh enggak, pasti secepatnya Syifa akan ingat dengan Azka, ya?" ucap Umma Mira yang terdengar seperti harapan.

Syifa yang tak tega dengan wajah melas ummanya pun mengangguk, ia yakin jika sekarang ini, ummanya jauh lebih tau dan paham darinya, jadi ia pikir tak salah jika mengikuti apa yang di katakan ummanya itu.

My bad boy Azka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang