Empat Puluh Sembilan

151K 13.6K 1.8K
                                    

Kotak bekal berisi nasi goreng itu masih terlihat utuh,Azka sedari tadi hanya menatapnya,tak ada niatan untuk memakannya meski hanya sesendok.

Setelah keluar dari ruang BK tadi,ia lebih memilih menghabiskan waktunya di gudang belakang sekolah,tentunya para sahabatnya pun juga ada bersamanya saat ini.

Sedari tadi mereka hanya memperhatikan Azka yang terlihat lebih diam,ya walaupun sehari harinya juga begitu,tapi kali ini mereka merasa ada yang aneh dengan sahabatnya ini.

Diamnya Azka seperti lelaki itu sedang memikirkan suatu masalah,mereka pun tak tau apa yang sedang dipikirkan karena lelaki itu sama sekali tak berbicara,ia bungkam seribu bahasa membuat mereka kebingungan sendiri.

Azka bangkit dari duduknya,ia mendekati samsak yang ada di pojok ruangan,tanganya mulai memberikan pukulan pukulan kecil disana hingga berubah besar kemudian.

Lelaki itu tak memperdulikan lebam yang menghiasi tangannya,sakit yang ia rasakan tak sebanding dengan kegelisahan yang ia rasakan,ia takut jika Syifa nya akan terus mendiamkannya,ia takut jika Syifa nanti tak memperdulikannya lagi,ia tak sanggup jika itu semua terjadi.

"Itu manusia kenapa sih,kesetanan?"bisik Dika pada zeyan di sampingnya,lelaki itu tak habis pikir dengan jalan pikir Azka yang dengan teganya menyakiti dirinya sendiri.

Zeyan menggeleng pelan,ia juga tak tau apa yang tengah terjadi dengan sepupunya itu,selama mereka manjadi sahabat,belum pernah Azka terlihat seperti itu yang nampak frustasi,bahkan jika ada masalah dengan Revan pun lelaki itu bisa santai menanggapinya,tidak seperti sekarang.

Azka menghelakan nafasnya,ia bingung apa yang harus ia lakukan sekarang,tak mungkin jika nanti ia mengikuti jejak anaknya untuk meminta maaf dengan Syifa,malu dong.

"Gue gak ada liat setan di Deket Azka"celetuk Diego,laki laki tadi sempat mendengar perbincangan Dika dengan zeyan

"Kalau si Azka gak kesetanan,terus dia ngapa"tanya Dika polos.

"Ah,gue tau ni,jangan jangan dia kehantuan lagi"tambahnya

Ketiga orang disana mendengus jengah mendengar penuturan Dika barusan,memangnya ada orang kehantuan,ngarang aja sukannya.

Sementara Azka tak menanggapi omongan Dika barusan,baginya itu hanya angin lalu yang tak penting,terserahlah mereka mau menganggapnya kesetanan kahantuan atau apalah ia tak perduli,karena Sekarang ada yang lebih penting dari itu semua.

Azka tak tahan lagi,ia harus menyelesaikan masalahnya sekarang juga,tujuannya yaitu kelas gadisnya,persetan dengan guru yang mengajar disana,toh ini menyangkut masa depannya.

Para sahabat Azka yang melihat kepergian lelaki itu hanya bisa pasrah,mungkin ia sedang membutuhkan ruang sendiri,mereka pun akhirnya memilih tinggal dan bermain ponselnya masing masing.

******

Syifa menatap sebal buku paket didepannya yang menampilkan banyak sekali angka,masuknya guru tadi hanya untuk memberikan tugas karena ada kepentingan katanya.

Awalnya mereka bahagia karena tidak ada yang mengawasi,tapi sedetik kemudian kebahagiaan itu sirna setelah guru itu memberi tahu bagian mana saja yang dikerjakan.

"Gila ya tu guru, ngasih soal kagak kira kira woy"pekik Bima

Para murid mengangguk kompak,bagaiman bisa guru itu menyuruh untuk mengerjakan seluruh latihan soal yang ada di tiga bab sekaligus dan parahnya lagi latihan itu di kumpul hari ini juga.

"Akang gendang"

"Aseek"

"Kalau saya bilang mati,mati ya"

My bad boy Azka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang