Delapan Puluh Dua

60.8K 8.4K 2K
                                    

Tak terasa, dua bulan telah berlalu begitu cepat hingga orang-orang pun tak sadar tentang itu, melupakan insiden menyakitkan tentang Melly, kehidupan pun kembali berjalan sebagaimana mestinya, tidak banyak yang berubah dari dua bulan sebelumnya, belum tertangkapnya pelaku pembunuhan Melly, Syifa yang juga belum mendapatkan kembali ingatannya, Revan yang masih memperjuangkan Vania dan lain lain. Namun ada satu hal yang membuat mereka semua sedih hingga sekarang ini, ya! Mengenai Arfan, setelah Melly meninggal, lelaki itu jadi banyak diam, wajahnya selalu datar, bahkan sekarang, ia jadi jarang berkumpul bersama Azka dan kawan-kawan.

Sementara itu, untuk Karel sendiri yang sudah di tetapkan sebagai tersangka atas kasus pembunuhan Melly, masih di pertanyakan dimana keberadaannya sekarang, lelaki itu menjadi buronan polisi yang kini menghilang bak di telan bumi sejak hari itu, dua bulan lalu.

Dan kabar tentang ingatan Syifa, gadis itu juga belum mendapatkan kembali ingatannya, sejauh ini ia masih mengenal Azka sebagai suaminya karena ucapan ummanya tempo lalu, untuk kronologi bagaimana Azka bisa menjadi suaminya, sama sekali ia tak ingat. Syifa pun tak patah semangat untuk mendapatkan kembali ingatannya, setiap hari gadis itu selalu membaca ulang buku diary nya, melihat potrenya bersama Azka, hingga mendengarkan kisah rumah tangganya bersama Azka, baik itu di ceritakan oleh Azka sendiri maupun orang lain.

Saat ini, keduanya tengah berada di apartemen, setelah keluar dari rumah sakit dua bulan lalu, Syifa memutuskan untuk kembali tinggal bersama Azka, katanya sih biar ingatannya cepat kembali, padahal Azka sama sekali tidak memaksa Syifa untuk segera mendapatkan ingatannya kembali, Syifa menerimanya saja ia sudah senang.

Azka pun mengizinkan gadisnya untuk tinggal bersama Umma Mira sementara waktu namun lagi lagi Syifa menolak dan lebih memilih tinggal bersamanya. Syifa cukup tau diri untuk tak membuat suaminya itu semakin sedih.

Azka melirik Syifa yang kini sudah tertidur pulas, dari jauh saja Azka dapat melihat wajah damai gadisnya membuatnya tanpa sadar tersenyum bahagia.Lelaki itu melirik jam di pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam dan pekerjaannya belum juga rampung, ia bingung, mengapa akhir akhir ini pekerjaan kantor sangatlah banyak, padahal setiap minggunya ia selalu menyelesaikan pekerjaannya.

Azka menyandarkan badannya di sandaran sofa yang tengah ia duduki, memejamkan sejenak matanya untuk menghilangkan kantuk dan lelah yang datang berbarengan. Namun belum ada lima menit ia memejamkan mata.

"KAK AZKA!!!" Syifa memekik kencang membuatnya langsung tersadar dari alam mimpinya.

Azka langsung menghampiri syifa yang kini terduduk lemah, nafasnya tersenggal-senggal dengan keringat yang mengucur deras dari pelipisnya. Azka langsung merengkuh Syifa dalam dekapannya, mengusap lembut kepala gadisnya guna menenangkannya. Tidak seperti biasanya, Syifa kini mendekapnya erat, bahkan sangat erat seolah olah dirinya akan pergi.

Azka merenggangkan dekapannya, "Kenapa, Syifa mimpi buruk, hmm?" tanyanya seraya mengusap lembut pipi gadisnya yang sudah basah air mata.

Syifa menggeleng pelan membuat Azka bingung, lantas apa yang terjadi hingga gadisnya itu menangis?

"Kenapa, coba cerita sama Azka." Tukasnya lembut.

Syifa menggeleng pelan lalu kembali memeluk Azka dengan melingkarkan tangannya ke leher lelaki itu, "Syi udah ingat, semuanya." Lirihnya tepat di telinga Azka.

Lelaki itu tersentak di tempatnya, tangannya yang semula mengusap lembut punggung Syifa pun refleks berhenti, ia mencerna baik baik perkataan gadisnya barusan, tanpa sadar seutas senym terbit di wajahnya bersamaan dengan buliran bening yang menetes dari pelupuk matanya.

Azka makin mengeratkannya dekapannya, tak tau harus dengan cara apa ia mendefinisikan kebahagiaannya kali ini, momen inilah yang selalu ia tunggu, saat Syifa mendapatkan lagi ingatannya.

My bad boy Azka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang