02

59.6K 4.2K 251
                                    



"Duduk!" Titah Papah Kamil dengan sangat tegas.

Nafisah memutar bola matanya malas saat mendengar Papahnya mulai meninggikan nada bicaranya. Kalau sudah disuruh duduk seperti ini. Apalagi dengan mimik muka yang seperti itu. Apalagi kalau bukan kena omel Sang penguasa, pikirnya.

"Kamu jalan lagi sama Si brengsek Reno itu?" tanya Papah Kamil memastikan bahwa kali ini dugaannya benar.

Nafisah menatap tajam Papahnya. Ia tidak terima, karena Reno Sang kekasihnya dibilang brengsek.

Sementara Papah Kamil, mengatakan Reno demikian itu bukan tanpa bukti. Ia sudah sering memergoki Reno jalan dan bergonta-ganti pasangan dengan wanita lain.

Sejak saat itu Papah Kamil sama sekali tidak mengizinkan Nafisah untuk sekedar jalan apalagi sampai pacaran dengan Reno.

Namun bagaimana lagi. Nafisah sudah terlanjur jatuh hati pada laki-laki yang gemar merayu dan memberikan janji-janji palsu kepada anak gadisnya itu dengan iming-iming ingin segera menikahinya.

Padahal itu semua hanyalah wakwaw belaka.

"Kenapa? Kamu nggak terima?" tanya Papah Kamil melihat Putrinya yang kini mulai menatap tajam kepadanya.

Seolah tak terima mendengar Papah Kamil menjelekkan Reno di hadapannya.

"Sudah berapa kali Papah bilang sama kamu, jangan pacaran. NGERTI!" bentak Papah Kamil tak main-main. Kembali mempertegas prinsip di dalam hidupnya.
"Jadi anak, bandelnya bukan main!"

Nafisah hanya menghembuskan napas kasarnya.

Ia tidak peduli dengan apa yang papah Kamil katakan kepadanya.

Biarlah, Papahnya berkumandang apapun dan bagaimana pun.

Yang penting, itu tidak akan merubah perasaannya kepada kekasihnya, Reno.

"E G P, E G P, emang gue pikirin, emang lo pikir ... lo siape," gumam Nafisah di dalam batinnya.

Kini kedua matanya bergerak kesana-kemari mencari cara agar Papahnya merasa bosan dan segera berhenti ceramah.

Apalagi di siang bolong yang begitu gerah seperti sekarang ini.

"Dengar Papah," ucap Papah Kamil saat melihat Nafisah kembali memasang wajah masamnya.

"Ganti baju kamu yang rapih. Papah tunggu kamu di mobil," titah Papah Kamil sembari menggerakkan jari telunjuknya.
"Satu lagi, jangan bikin malu."

Nafisah hanya memanyunkan bibirnya saja. Dengan memasang wajah kecutnya, ia segera berbalik.
"Satu lagi, jangan bikin malu," ucap Nafisah menirukan ucapan Papah Kamil.
" ... nyenyenye. Dasar tua!"

•••

Sepanjang perjalanan, Nafisah sama sekali tidak berani membuka suara. Bahkan untuk sekedar kentut pun, ia tak berani.

Apalagi dengan kemarahan papahnya yang seperti sekarang ini.

Salah sekali saja berucap, bisa berabe urusannya. Bukan cuma ATM nya yang dirampas, bisa-bisa Si Reno juga ditebas pake goloknya.

"Gini amat punya Babeh. Kayak nggak pernah Abegeh aja," gumam Nafisah di dalam batinnya.

Padahal Nafisah juga tahu, babehnya itu dulu bucin banget sama emaknya. Sampai-sampai sekarang nggak mau nikah lagi, selepas kepergian emaknya 17 tahun silam.

Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit. Akhirnya Papah Kamil tiba di suatu tempat yang sangat mewah.

Rumah yang tidak jauh kalah besar dengan rumah yang ia tempati saat ini.

"Ayo masuk," titah Papah Kamil sembari meraih pergelangan tangan putrinya.

Sebisa mungkin, Papah Kamil berusaha bersikap manis saat berada di luar rumah. Seperti yang sedang saat ini ia lakukan.

"Giliran gini aja. Sok-sok an sweet. Emang ya babeh gue kalau disuruh jadi aktor di TV sebelah, cocok banget jadi bapak tiri alias Si tukang selingkuh," gumam Nafisah di dalam batinnya.

"Cepet!" titah Papah Kamil menatap Nafisah dengan tatapan yang sangat tajam saat melihat Nafisah hanya terdiam mematung di depan pintu.

Seorang pria yang memakai jas hitam menyambut kedatangan Papah Kamil dengan sangat antusias.

Bahkan, keduanya terlihat begitu akrab.

Ia melihat ke arah Nafisah dan membelai puncak kepalanya.

"Jadi ini putri kamu Mil?" tanyanya sembari tersenyum kagum melihat Nafisah.

"Gimana?" tanya Papah Kamil memberikan isyarat agar Pak Surya memberikan penilaian kesan pertama saat melihat putri satu-satunya itu.

"Dari mulai mata Sampai hidung, semua mirip kamu Mil. Hebat dulu ya bikinnya," ucap Pak Surya diakhiri kekehan.

Papah Kamil hanya menggelengkan kepalanya saja. Melihat sahabatnya yang tak pernah bosan memujinya.

Apalagi dengan keputusan Papah Kamil yang lebih memilih menduda dan bisa mengambil peran bapak sekaligus peran ibu yang baik untuk Nafisah.

Setelah dipersilakan masuk, Nafisah segera mencari tempat duduk dan mulai mencari tahu atas dasar apa, ia diminta Papahnya untuk datang ke tempat ini.

"Wah jadi ini putrinya Pak Kamil," sapa seorang wanita yang baru turun dari tangga. Dari pakaiannya sepertinya ia adalah Nyonya besar di rumah ini, alias istrinya Pak Surya.

"Kenalin nama Tante, Tante Sinta. Nggak kalah cantik kan sama Laudya Chintya Bella?" tanyanya sembari mencubit gemes pipi Nafisah.

"Nafisah tante. Nafisah Sukma Fariha," ucap Nafisah sembari tersenyum manis.

Tante Sinta mempersilahkan Papah Kamil dan Nafisah untuk menyantap hidangan sederhananya.

Setelah menata hidangan dengan sangat Rapih ia segera duduk di samping Nafisah.

"Cantik ya Pih," ucap Mamih Sinta.
"Abi pasti suka."

Tante Sinta tak henti-hentinya memuji kecantikan Nafisah dan juga sopan santunnya.

Di depan Mamah Sinta dan Papah Surya, Nafisah berusaha untuk terlihat anggun dan lembut. Walaupun sebenarnya ia agak slengean.

"Abi itu siapa ya Tan?" tanya Nafisah terlihat begitu penasaran.

Ia tidak ingin firasatnya saat pertama kali menginjakkan kaki di rumah ini itu ternyata benar.

Tante Sinta tersenyum manis. Sepertinya, Papah Kamil memang sengaja belum menyampaikan rencana ini semua kepada Nafisah.

"Abi itu, putra pertama kami. Nama lengkapnya Ahmad Habibi Gusti Prawira Putra dan kami sepakat akan segera menikahkan kalian Minggu depan," ucap Tante Sinta sembari mengelus puncak kepalanya Nafisah.

"What! Nikah? sama putra Tante," ucap Nafisah tersentak kaget.
"Minggu depan?"

Bagai disambar petir di siang bolong. Nafisah tak habis pikir dengan ide gila papahnya yang mulai ompong.
"Ya ampun, cobaan macam apa lagi ini bestie," gumam Nafisah di dalam batinnya.

•••

Instagram : @setiawantuz

Dear Habibi [END]Where stories live. Discover now