50

16K 1K 48
                                    



"Hadirnya buah hati adalah anugrah yang takan pernah terganti."

- Ahmad Habibi Gusti Prawira Putra -

•••

Nafisah masih tak percaya dengan kabar baik yang ia dapatkan ini, setelah sedari tadi tak kunjung sadarkan diri.

"Jadi gue sudah mengandung selama 2 Minggu?" tanyanya pada diri sendiri.
"Serius Bi. Lo nggak lagi ngeprank gue ka Bi?"

Pantas saja, belakangan ini ia merasa asing dengan hormon tubuhnya yang kadang-kadang tak menentu. Kadang merasa kesal, padahal Habibi tidak melakukan kesalahan apapun.

Kadang pingin dipeluk tiba-tiba. Kadang pingin dimanja tiba-tiba. Kadang juga pingin marah tiba-tiba. Setiap ia menginginkan makanan tertentu, itu harus ada.

Setiap apa yang dimau harus tring ada di depan mata saat itu juga. Rupanya, selama ini ia sedang dalam tahap ngidam. Sehingga, apapun yang ada di dalam benaknya harus segera terwujud.

"Bi, pingin sate ayam," ucap Nafisah membayangkan betapa enaknya makan sate ayam dicampur sambel kecap super pedas. Wih, rasanya wadidaww wakwaw bestie.

Habibi tersenyum manis. Kali ini apapun yang Nafisah mau. Pasti akan dituruti. Tidak akan mengeluh cape seperti hari-hari sebelumnya.

Sepertinya hari ini sampai seterusnya, Nafisah akan selalu ada dalam mode manja.
"Ini bawaan bayi? Atau bawaan lahir?" tanya Habibi menggoda Nafisah.

Nafisah memutar bola matanya malas.
"Bukan, ini mah bawaan lapar."

Habibi terkekeh pelan. Dengan siap siaga, ia segera membawa apa yang Nafisah inginkan di hadapannya.

Apa sih yang enggak buat Nafisah. Bahkan sisa hidupnya pun kini memang diperuntukan untuk Nafisah seorang.

Nining dan Hasna yang sedari tadi berlari, kini sudah sampai di kamar Nafisah. Keduanya terlihat begitu bahagia melihat Nafisah yang sudah sadarkan diri dan segera memeluknya erat.

"Ah, akhirnya teman gue bunting juga," ucap Nining Surining Tagonjring sembari memainkan gemas pipi Nafisah.

"Selamat ya Fis. Inget kalau lagi bunting jangan banyak makan Seblak dulu. Harus jaga pola makan yang teratur supaya dedek bayinya tumbuh subur dan cemerlang," ucap Nining dengan gaya sok tahunya.

Nafisah memutar bola matanya malas.
"Sok tahu lu."

Hasna juga tak mau kalah antusias. Ia segera memeluk erat Nafisah.
"Selamat ya ka. Hasna seneng banget. Bentar lagi jadi punya ponakan. Mana pasti imut, lucu, cantik, lagi kayak tantenya," ucap Hasna memuji dirinya sendiri.

"Iya kan dek?" tanya Hasna terlihat sangat gemas sembari mengelus halus perut Nafisah.

"Iya Hasna. Pasti cantik kayak Hasna. Kalau dedek bayinya perempuan," jawab Nafisah membuat Hasna semakin merebahkan hidung mancungnya.

Habibi sudah kembali ke kamar, membawa sate ayam pesanan Nafisah. Ia segera meminta Hasna dan Nining untuk keluar dulu karena ingin menyuapi Nafisah seorang diri.

Hasna berdecak sebal.
"Idiiih, yang mau jadi bapack-bapack. posesif amat. Gue culik bininya bau tau rasa," celetuk Hasna memasang wajah jutek setelah diusir Kakaknya.
"Awas aja, gue aduin ke mamah."

Habibi mengangkat bahunya acuh. Sedangkan Nafisah hanya terkekeh pelan saja.

Kini dengan sangat telaten, Habibi mulai menyuapi Nafisah.
"Makan yang banyak. Biar adeknya sehat," ucap Habibi sembari terus mengelus halus perut Nafisah.
"Dek, lagi apa di dalem? Main lato-lato yuk," ucap Habibi diiringi senyum manis di hadapan Nafisah.

Dear Habibi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang