42

17.5K 1.3K 204
                                    



Sesuai dengan janjinya kemarin. Hari ini Habibi dan Nafisah akan pergi mengantarkan Hasna ke kota Bandung. Ke tempat di mana ia mengenyam pendidikan saat ini. Baik pendidikan formal maupun non formal.

Hasna tersenyum bahagia, saat ia tahu bahwa Nafisah juga akan ikut mengantarkannya.

Itu artinya, ia akan punya banyak waktu untuk bercerita dengan Nafisah di sepanjang perjalanan menuju kota yang dijuluki kota Paris Van Java tersebut.

"Udah siap?" tanya Habibi kepada Hasna memastikan bahwa tidak ada barang-barangnya yang tertinggal.

Hasna mengacungkan jempolnya cepat. Kemudian mencium punggung tangan kedua orangtuanya.
"Hasna berangkat dulu ya Mah, Pah. Doain anaknya, selamat sampai tujuan. Tahu sendiri kan, Ka Abi kalau nyetir suka ugal-ugalan," ucap Hasna mengadukan abangnya yang tidak-tidak kepada kedua orangtuanya.

Mamah Sinta melotot tajam ke arah Habibi dan mengingatkannya agar jangan sampai melakukan hal itu.

Bisa membahayakan nyawanya.

Habibi mengelus dadanya perlahan-lahan.

Untung ia begitu menyayangi adik tengilnya itu.

Kalau enggak, mungkin sudah ditendang jauh-jauh hari sampai ke lubang buaya karena selalu pintar mencari gara-gara dengannya.

Nafisah hanya terkekeh pelan saja melihat ekspresi Habibi yang tengah dimarahi Mamah Sinta.
"Udah sih Abi, nggak usah jengkel kaya gitu sama Hasna. Namanya juga anak kecil," ucap Nafisah mencoba menenangkan Habibi agar tetap bersikap baik kepada Hasna.

Hasna tersenyum penuh kemenangan.

Ia segera meraih pergelangan tangan Nafisah dan mengajaknya untuk segera masuk ke dalam mobilnya.

"Hayuk Ka Nafisah. Abaikan saja suaminya yang bau ketek itu. Mendingan duduknya deket Hasna. Kita ngobrol yang seru-seru lagi," ucap Hasna dengan wajah watadosnya lalu segera pergi dari hadapan Habibi yang tengah membuang kasar napasnya.

•••

Sepanjang perjalanan Habibi hanya fokus menyetir saja.

Sedangkan Nafisah dan Hasna, keduanya sibuk cekikikan bersama.

Terkadang, Hasna juga menceritakan masa lalu Habibi yang berhasil mengundang tawa keduanya.

"Ya terus aja, bongkar aja aib abangnya, bongkar. Awas aja nanti kalau kehabisan uang, terus minta transferan. Nggak bakalan Abang kasih," ucap Habibi mengancam adiknya agar jangan mempermalukannya lagi. Apalagi di depan Nafisah.

Hasna hanya memanyunkan bibirnya tak peduli.

Ia yakin abangnya tidak akan tega melakukan hal itu. Ia sangat kenal betul dengannya.

"Iya nggak apa-apa. Kan Ka Nafisah juga harus tahu. Kalau Ka Abi itu banyak kurangnya. Nggak se wow yang orang-orang kira. Betul nggak ka Nafisah," ucap Hasna dengan wajah watadosnya ke arah Nafisah yang tengah menahan tawanya.

"Lagian kalau abang nggak mau ngasih Hasna duit. Nggak apa-apa, tinggal minta ka Nafisah aja. Iya nggak ka?"

Nafisah menganggukkan kepalanya sembari tersenyum, membuat Hasna senyum penuh kemenangan.

Habibi hanya bisa membuang napas kasarnya saja.

Percuma, berdebat dengan Hasna. Dari dulu juga tidak akan menemukan titik temu.

Dear Habibi [END]Where stories live. Discover now