05

44.6K 3.5K 134
                                    



Nafisah membulatkan matanya bak telur mata sapi yang siap disantap siapapun yang memandangnya.

"J-jadi ... lo," ucap Nafisah dengan bibir yang sedikit gemetar.
"Ya ampun Pah, musibah macam apa ini. Gue mau dijodohin sama modelan gembel kaya lo," ucap Nafisah tak habis pikir siapa sebenarnya Ahmad Habibi Gusti Prawira Putra itu.

"Nafisah!" bentak Papah Kamil berharap putrinya bersikap sopan di depan calon suaminya.
"Jaga bicaramu."

"Jadi kalian berdua udah saling kenal?" tanya Papah Kamil fokus kepada Habibi yang berada di depannya.

Abi hanya menganggukkan kepalanya saja. "Dibilang deket, nggak Om. Cuma, Kalau nggak salah. Putri Om ini, adik kelas saya di kampus."

Nafisah masih ingat, dia adalah senior yang meng-ospek dirinya sampai masuk ke ruang UKS karena menyuruhnya keliling lapangan sebanyak 30 kali putaran.

Tidak cukup sampai disitu, dia juga yang menyebabkan dirinya kena SP berkali-kali karena melaporkannya ke Dekan Fakultas saat berduaan dengan Reno di jam pelajaran dosen killernya.

Oh, bukan itu saja.

Dia juga orang yang beberapa bulan yang lalu menghajar Reno sampai Reno babak belur.

Oh tidak mungkin.

Bagi Nafisah, musuhnya Reno juga musuhnya dan dia harus menikah dengan dia. No! Itu tidak akan terjadi.

Nafisah berpikir keras. Ia terus mencari cara agar perjodohan ini segera dibatalkan dengan cara apapun.

"Ya udah, Om tinggal dulu ke belakang ya. Kalian ngobrol-ngobrol dulu aja di sini. Biar makin akrab," ucap Papah Kamil terdengar begitu santun dan penuh pengertian.

"Dan kamu Nafisah," ucap Papah Kamil dengan penuh penekanan.
"Setelah berdiskusi dengan keluarganya Abi. Mereka sudah setuju dengan persyaratan yang kamu minta dan nanti malam, kita akan segera melangsungkan akad nikah."

"What? Nanti malam? No papah. No...," teriak Nafisah tak setuju.

"Papah nggak bisa gitu dong Pah," protes Nafisah tak terima. "Ini tuh pernikahan, sesuatu yang sangat sakral Pah."

"Papah tuh anggap aku kayak gorengan di pinggir jalan tau nggak. Diobral sesuka Papah."

Nafisah terus saja merengek. Namun, sama sekali tak dihiraukan Papah Kamil.

Papah Kamil terus berjalan dan membiarkan Nafisah mengumandangkan proklamasinya sebelum penjajahan yang sebenarnya akan dimulai.

Ya, jika ingin terus terang. Papah Kamil sudah sangat lelah mendidik putrinya yang sangat keras dan tak kunjung berubah.

Dengan menikahkan ia dengan Habibi. Berharap, sedikit demi sedikit Habibi mampu membimbing Nafisah menjadi lebih baik.

Nafisah pun semakin dewasa dan yang paling penting. Menjauhkan ia dari Reno. Lelaki yang menurut Papah Kamil sangat berbahaya untuk masa depan putri satu-satunya itu.

Sementara Habibi hanya tersenyum mengejek melihat ekspresi Nafisah yang terlihat begitu menggemaskan. Ia berusaha memalingkan wajahnya , saat Nafisah kembali menatap tajam dirinya.

Nafisah menggelengkan kepalanya berkali-kali.
"LO," ucap Nafisah penuh penekanan.
"Ikut gue!"

Nafisah hendak menarik paksa tangan Abi. Namun, Abi segera menghindar. "Sorry, bukan mahram," kilah Abi tak mengijinkan Nafisah menyentuh tangannya.
"Ngebet banget pingin pegangan tangan sama gue."

"Bacot!!!" bentak Nafisah dan segera menarik paksa kemeja Habibi dan segera membawanya ke luar rumah.

Nafisah berkacak pinggang.
"Maksud lo apa hah?"

Habibi hanya diam sama sekali tak memperdulikan tatapan tajam Nafisah.

"Gue tanya, maksud lo apa? JAWAB!!!" Nafisah terlihat mulai naik darah, melihat ekspresi seolah tengah mengejeknya.

Abi menatap Nafisah sembari tersenyum. "Nggak baik, bicara keras-keras. Apalagi sama calon suaminya," ucap Habibi terdengar begitu lemah lembut. Berbanding terbalik dengan Nafisah yang terlihat begitu kasar berhadapan dengan Habibi.

Nafisah tersenyum mengejek. Menatap jijik Habibi yang berusaha menyunggingkan senyumnya.
"Gue nggak peduli," kilahnya.
"Lo nggak laku ya? Sampai minta dijodoh-jodohin segala. Udik banget tahu nggak!"

"Denger ya! Gue nggak mau nikah sama lo. Apalagi punya laki modelan ke lo," ucap Nafisah dengan penuh penekanan.
"Lo itu, buka tipe gue."

Nafisah segera masuk dan meninggalkan Habibi yang berusaha menahan senyumnya. Bukannya takut, bagi Habibi justru Nafisah itu terlihat menggemaskan. Apalagi lipstik, bedak, celak nya masih belepotan dimana-mana. Persis kayak badut yang lagi kepanasan.

Nafisah hendak mencari kunci mobilnya. Namun nyaris tak ada. Entah ia yang lupa menyimpan kunci mobilnya di mana atau di simpan di bibi di tempat yang lain.

"Bi," panggil Nafisah.

"Iya Non. Ini nasi gorengnya sudah jadi," saut Bi Ningsih.

Nafisah menggelengkan kepalanya.

Ia sudah tidak peduli dengan perutnya yang terus berdendang.

Saat ini ia hanya ingin pergi sejauh mungkin dan segera bertemu dengan Reno, kekasihnya.

"Buat bibi aja. Bibi nggak lihat Kunci mobil aku?"

"Tadi di bawa Tuan non," jawab Bi Ningsih cepat.

"Hah?" Nafisah segera berlari mencari Papahnya dan lagi-lagi Papahnya sedang asyik bersenda gurau dengan Habibi di ruang tamu.

"Pah," panggil Nafisah sembari menatap sinis Habibi.
"Kunci mobil aku. Aku mau berangkat ke kampus."

Papah Kamil menggelengkan kepalanya. "Nggak ada acara ke kampus hari ini sampai 2 Minggu depan. Papah sudah minta izin sama pihak kampus."

Nafisah menolak, ia tidak pernah menyetujui perjodohan ini.

Bahkan, kini ia sampai menangis di depan Papahnya dan juga Habibi.

"Nggak ada bantahan!" ancam Papah Kamil tanpa belas kasihan menatap Nafisah yang tengah merengek dan bersimpuh dihadapannya.

"Setelah sarapan, ikut Papah sama Abi. Kita fitting ke butik buat acara nanti malam."

Nafisah menatap tajam Habibi yang tengah duduk menahan tawanya. Nafisah tersenyum licik. Ia segera meraih gelas yang masih terisi penuh dengan air itu.

Byuuur ...

Nafisah menumpahkan minuman itu tepat di muka Habibi.

"Lelaki nggak tahu malu. Kalau nggak laku, terima nasib aja lah. Sok-sok mau tebar pesona di depan bokap gue," ucap Nafisah dan segera pergi meninggalkan Habibi yang sedang berusaha menghembuskan napas kasarnya.

"Oke, Bi ... sabar. Yang sabar Rezekinya lancar," ucap Habibi berusaha sabar menghadapi Nafisah yang ternyata sangat keras kepala.

•••

Instagram or Tiktok : @setiawantuz

Dear Habibi [END]Where stories live. Discover now