46

13.9K 1.1K 69
                                    



Habibi terlihat begitu panik. Ia segera menggendong Nafisah dan membaringkan tubuhnya.


Habibi hendak mencari bantuan orang-orang sekitar, namun dengan refleks tangannya digenggam kuat oleh Nafisah.

"Jangan tinggalin gue. Kepala gue pusing banget Bi," ucap Nafisah merintih menahan rasa sakit dan mual-mual yang semakin menjalar disekitar tubuhnya.

"Gue panggilin dokter ya."

Nafisah menggelengkan kepalanya tak mau. Ia rasa, ia tak perlu ke dokter.

Mungkin dirinya masuk angin dan kecapean, setelah seharian keliling jalan untuk menyebarkan sebagian undangan bersama Nining tadi.

"Nggak usah. Nggak apa-apa. Gue cuma masuk angin aja. Minum tolak mantan juga besok udah ilang sakitnya," ucap Nafisah sembari tersenyum manis.

Mencoba menenangkan Habibi yang tengah dilanda panik dan khawatir.

"Tapi Fis-"

"Nggak usah. Mending lo cepet bersih-bersih aja. Habis itu jangan lupa makan. Gue udah capek-capek masakin tadi," ucap Nafisah yang sedari tadi mengkhawatirkan Habibi jika sampai lupa makan siang karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya.

Habibi membuang napas kasarnya. Percuma juga berdebat dengan Nafisah. Ia tahu betul, gimana keras kepalanya istri tercintanya itu.

Sesuai dengan apa yang diminta Nafisah. Habibi segera membersihkan badannya kemudian menyantap makanan yang sudah dihidangkan dengan susah payah.

Sedangkan Nafisah, ia berusaha memejamkan matanya perlahan-lahan. Berharap dengan cara itu, rasa mual dan sakit di kepalanya pelan-pelan mulai menghilang.

•••

Malam semakin larut. Menyisakan sepasang kekasih halal yang tengah memeluk erat satu sama lain.

Menumpahkan rasa kasih dan sayangnya yang semakin menguat.

Nafisah terbangun kala jam dinding menunjukkan pukul 00.30 WIB.

Ia bergerak gelisah merasakan ada sesuatu yang aneh yang kembali menyerang tubuhnya.

"Kenapa gue tiba-tiba pingin nasi goreng Mang Dayat ya," ucap Nafisah berbicara sendiri.

Nggak ada angin, nggak ada hujan mengapa ia sangat ingin sekali menyantap nasi goreng yang paling wenak di kampung Betawi itu.

Nafisah beralih menatap Habibi yang masih tertidur pulas. Nafisah sebetulnya tidak tega jika harus membangunkan Habibi dari tidur nyenyaknya.

Apalagi ia terlihat begitu pulas. Tapi, mau bagaimana lagi. Kali ini, ia tidak bisa menahan rasa inginnya, agar bisa menyantap Nasi goreng spesial buatan Mang Dayat detik ini juga.

Meski sedikit ragu, Nafisah mencoba membangunkan Habibi dan berharap ia mau membelikan nasi goreng langganannya itu.

"Bi, Abi," panggil Nafisah terdengar sangat lemah lembut.

Merasakan ada seseorang yang memanggil dan mengelus halus rambutnya. Habibi terbangun. Ia menaikan sebelah alisnya melihat Nafisah yang tengah tersenyum sumringah kepadanya.

"Lo kenapa?" tanya Habibi dengan suara beratnya.
"Nggak tidur. Udah jam berapa ini?"

"Laper," jawab Nafisah tanpa memperdulikan pertanyaan Habibi yang lainnya.
"Gue laper. Tapi, gue pinginnya makan nasi goreng Mang Dayat."

Habibi membulatkan matanya tak percaya. Ia melirik jam dinding yang berada di hadapannya. Jam berapa ini, bisa-bisanya Nafisah ingin Nasi goreng Mang Dayat. Langganannya yang ada di sekitar Monas.

Dear Habibi [END]Where stories live. Discover now