22

25.2K 2.1K 92
                                    



Awalnya aku hanya mengagumimu diam-diam.

Namun, aku sadar. Cara itu tak cukup untuk menuntaskan rasa yang sudah lama terpendam.

Jalan satu-satunya adalah memberanikan diri untuk mengungkapkan. Meski semua orang tahu, resiko terbesarnya adalah sebuah penolakan.

~ Ahmad Habibi Gusti Prawira Putra ~

•••

Hmm ... sebelum lanjut, aku mau tanya Pren.

Lebih sakit mana? Mencintai diam-diam tapi ujung-ujungnya ditikung teman?

Atau memberanikan diri mengungkapkan, walaupun berujung penolakan?

Atau diam saja dan pada akhirnya merelakan?

Oke, apapun yang menjadi keputusanmu pada akhirnya itu adalah pilihan hidupmu.

Selamat membaca 📚

Jejaknya jangan lupa 🌟💬💬

•••

Nining segera berlari meninggalkan Habibi yang tengah tersenyum karena ucapannya.

Sementara Nafisah, tak henti menyumpah serapahi Nining yang sudah dengan lancang memfitnahnya. Apalagi di depan Habibi.

Habibi masuk ke dalam mobil dan menatap Nafisah dengan tatapan mengejek.

"Ngapain lo ngetawain gue kayak gitu? Lo percaya cewek cantik kayak gue tukang kentut, iya kali," ucap Nafisah tak terima saat melihat Habibi mati-matian menahan tawanya.

"Lagian, masa lo lebih percaya ucapan Si Nining dari pada istri lo sendiri," ucap Nafisah meyakinkan diri.

Habibi tersenyum senang mendengar perkataan terakhir Nafisah kepadanya.
"Jadi lo istri gue nih?" tanya Habibi sembari tersenyum simpul dan menaikkan sebelah alisnya.

"Bukan," jawab Nafisah ketus.
"Gue babu lo. Si tukang kentut. Puas!"

Habibi hanya terkekeh pelan saja saat melihat Nafisah memasang wajah cemberut.

Nafisah terlihat sangat kesal karena Habibi terus saja memasang muka seolah sedang mengejeknya.

"Lagian Fis, mau lo tukang kentut. Mau lo tukang pijat. Lo tetap cantik dimata gue," ucap Habibi sembari tersenyum tipis.

Mendengar pujian langsung dari Habibi untuknya, Nafisah segera memalingkan wajahnya malu.

Walau bagaimanapun ia tetaplah seorang wanita, yang suatu saat akan luluh jika terus diperlakukan seperti ratu oleh suaminya.

Habibi hanya menggelengkan kepalanya saja, saat melihat Nafisah mulai terlihat salah tingkah karena ulahnya.

Lagi-lagi ia berusaha mati-matian menahan tawanya.

"Ya udah cepetan jalan," protes Nafisah karena Habibi tak kunjung juga menjalankan mobilnya.
"Ngapain liatin gue kayak gitu mulu."

"Iya cantik. Iya," ucap Habibi tersenyum tipis dan segera melajukan mobilnya.

•••

Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan diantara keduanya.

Habibi yang fokus mengendalikan mobilnya karena terjebak macet berjam-jam. Sementara Nafisah, ia fokus dengan ponselnya hingga terlelap.

Dear Habibi [END]Where stories live. Discover now