06

39.8K 3.3K 91
                                    



"Karena baginya, Cinta tidak harus memilih.
Cukup temukan seseorang, yang sama-sama inginkan bertahan dalam keadaan bagaimanapun."

~Ahmad Habibi Gusti Prawira Putra~

•••

Nafisah sudah berada di luar rumah. Menunggu Habibi dan Papahnya selesai melakukan agenda rahasianya yang entah apa.

Keduanya nampaknya sedang berbicara sangat serius.

Bahkan, Nafisah sama sekali tidak diizinkan untuk masuk.

Mau nguping juga nggak bisa. Akhirnya, ia pasrah menunggu keduanya di luar hingga panas-panasan.

Setelah insiden menumpahkan air putih hingga muka dan baju Habibi basah.

Nafisah kembali kena serangan halilintar dari Papahnya. Bahkan, semua fasilitas ATM dan yang lainnya diambil paksa oleh Sang penguasa.

Kalau bukan karena takut kemarahan Papahnya semakin menjadi. Ingin sekali Nafisah menjambak Habibi sampai kepalanya botak dan melemparkannya ke Got di sebelah rumahnya.

"Nafisah ikut mobil kamu aja," titah Papah Kamil kepada Habibi.
"Om biar bawa mobil sendiri."

Keduanya kini tengah bersiap-siap untuk pergi ke butik.

"Om nggak ikut sekalian pakai mobil Abi aja. Biar nggak usap cape-cape nyetir?" tanya Habibi melihat Papah Kamil sepertinya sudah sangat kecapean setelah memarahi Nafisah tadi.

"Nggak apa-apa. Biar kalian berdua makin akrab. Ya udah Om duluan. Alamatnya sudah Om share lock ya."

"Siap Om."

Habibi segera masuk ke dalam mobil nya. Tatapannya lurus tidak sedikitpun melirik Nafisah yang sedang tersenyum kecut ke arahnya. Tanpa ada drama membukakan pintu untuk Nafisah.

Nafisah mendengus kesal seraya memanyunkan bibirnya dan membandingkan sikap Reno dengan Habibi.

Ya, Reno yang selalu membukakan pintu untuknya dan terlebih dahulu meminta Nafisah masuk.

Sedangkan Habibi, kalau kata iklan Tolak Angin mah, bablas angine.

Nafisah segera masuk dan menekuk mukanya. "Awas aja. Gue bakalan bikin perjodohan ini batal. Titik!" gumam Nafisah di dalam batinnya sembari meremas kasar ponselnya.

Nafisah meraih ponselnya. Ia segera mengirimkan pesan untuk Reno.

Reno
Ren, tolongin gue please!!
Lo cintakan sama gue?
Tolong bawa gue kabur dari rumah aja
Please!!!
(Read)

Reno
Gue nggak mau dijodohin Ren!!
Lo tahu kan gue cintanya
Cuma sama lo!!
(Read)

Nafisah membulatkan matanya saat pesannya hanya di Read saja oleh Reno, tidak ada respon apapun darinya. Tidak seperti biasanya yang selalu fast respon.

"Lo kebangetan Ren," gumam Nafisah di dalam batinnya. Melihat pesannya yang tak kunjung juga dibalas.

Padahal saat ini ia sangat tertekan bersama dengan seseorang yang sebentar lagi akan menikah dengannya.

Ia segera beralih menelponnya.

Namun, entah ada angin apa. Reno justru merijek telponnya, bahkan saat Nafisah kembali menelponnya hanya terdengar suara notifikasi bahwa telponnya sedang dialihkan.

Lagi-lagi Nafisah mendengus kesal bahkan ia sampai membanting handphonenya ke sembarang arah.

Persetan dengan Habibi yang nanti marah bahkan ingin memaki dirinya.

Namun tanpa disangka Habibi hanya mengulum senyumnya, melihat Nafisah yang tengah dikuasai amarahnya.

Lagi pula, ini bukan pekerjaannya.

Papah Kamil lah yang diam-diam memblokir kontak Reno dari handphone putrinya dan mengganti namanya dengan nomor Habibi.

Bahkan Papah Kamil meminta agar photo Profilnya diubah menjadi photo Reno minimal sampai akad itu selesai dan keduanya sudah sah menjadi sepasang kekasih.

Nafisah menatap tajam saat melihat Habibi yang sedang tersenyum karena melihat penderitaannya.

"Maksud lo apa, senyum-senyum kayak gitu? Puas udah bikin gue menderita. Iya?"

Nafisah semakin menatap tajam Habibi layaknya singa betina yang ingin memakan mangsanya.

"Lagi pula, gue heran deh sama lo," ucap Nafisah disertai gelengan kepala.
"Lo itu kan apa di kampus itu," ucap Nafisah sembari mengingat jabatan Habibi di kampusnya dulu.

"Pokoknya itu deh ... gue nggak peduli mau jabatan lo sepenting apapun di kampus. Tapi, ko bisa ya nggak ada gitu cewe yang mau sama lo."

"Ya, minimal yang mau gitu jadi pacar lo lah biar lo nggak harus cape ngemis-ngemis kayak gini di depan bokap gue," ucap Nafisah terus menyudutkan Habibi sembari diakhiri kekehan. Tertawa keras berusaha melampiaskan semua bentuk amarahnya melalui tawaan dan sindiran.

"Terus pake sok-sok an mau nikahin gue lagi. Lo nggak malu jadi laki?" tanya Nafisah terus mencerca Habibi dengan pertanyaan dan caciannya.
"Please deh, kalau gue jadi laki. Gue udah malu tau nggak."

Nafisah kini bersedekap dada dan tersenyum kecut kepada Habibi. Mengejek dan memaki Habibi sesuka hatinya.

Habibi hanya tersenyum saja mendengar pertanyaan dan cacian Nafisah kepadanya. "Gue justru malah kasihan sama lo," ucap Habibi dan berhasil membuat Nafisah membulatkan matanya.

"Apa peduli lo? Lagian, gue nggak seperti lo yang nggak laku. Asal lo tahu aja ya, di luar sana, banyak yang ngantri mau jadi pacar gue. Bahkan Seorang Reno aja, harus bertekuk lutut dulu buat dapetin hati gue," ucap Nafisah dengan bangganya.

Habibi menghentikan mobilnya sejenak. Ia beralih menatap Nafisah yang masih memandang Habibi dengan tatapan mengejek.

"Asal lo tahu aja," ucap Habibi penuh penekanan.
"Yang modus. Bakalan kalah, sama yang serius."

Habibi terkekeh pelan.
"Gue malah kasian sama lo. Ko, mau-maunya dimodusin laki modelan kaya Reno."

Nafisah tiba-tiba membisu saat mendengar kalimat yang diucapkan Habibi dihadapannya.

"Emang lo nggak cape dipacarin tapi nggak dinikahin?" tanya Habibi sembari tersenyum simpul membuat Nafisah mendadak bungkam seketika.
"Paling ujung-ujungnya lo cuma dimainin."

"Dan lo, terlalu berharga buat dimainkan Fis," ucap Habibi sembari menatap Nafisah penuh arti.

Nafisah terdiam. Menatap angkuh Habibi yang tersenyum manis kepadanya.

"Lo pikir gue bakalan baper?" tanya Nafisah tersenyum mengejek.
"NGGAK!"

•••

Jangan lupa jejaknya ya Pren

Dear Habibi [END]Where stories live. Discover now