10 - Menghindar

35.3K 1.8K 33
                                    

Seperti ucapan Anna. Kimora benar-benar mengikuti nasihat sahabatnya itu. Sejak dulu Anna selalu pintar membaca kepribadian seseorang. Ia selalu tahu sifat buruk dan baik seseorang. Tapi kelemahannya, Anna selalu mengabaikan sifat buruk orang yang sudah terlanjur disayanginya. Ia akan menutup mata dan memaklumi semua tingkah buruk orang itu. Gissel contohnya. Kimora tahu Anna sering menatap rindu pada mantan temannya itu.

Sebuah rangkulan mendarat di bahunya. Bahunya yang sedikit terbuka benar-benar merasakan sentuhan kulit polos itu. Kimora menoleh dan mendapati Gio yang merangkulnya dengan tubuh yang sudah basah, membuat baju renang Kimora ikut basah di beberapa tempat.

Ini jam renang sekolah mereka. Kimora yang tidak suka basah memilih duduk di tangga dekat ruang ganti wanita. Asik dengan buku akuntansi yang beberapa waktu ini ia gemari meski ia anak IPA.

"Aku mencarimu sejak tadi." Kata Gio masih terengah. Jelas itu bohong. Gio sejak tadi asik memutari kolam, berenang dengan berbagai gaya. Memamerkan keahlian dan pesonanya entah kepada siapa, yang jelas bukan untuk Kimora. Ia tidak disana.

Kimora tampak tidak nyaman dengan kedekatan mereka. Ia menyingkirkan lengan Gio dan bergeser duduk ke samping, membuat laki-laki itu tertawa sinis.

"Menghindar?" Tanya Gio yang tidak dijawab Kimora.

"Kau takut denganku?"

Kimora menoleh cepat. "Tidak." Jawabnya singkat. Ia diam sebentar. "Aku pikir karena kesalahan kemarin. Mungkin ada baiknya kita harus sadar posisi masing-masing."

Ucapan lanjutan Kimora menarik smirk di wajah Gio. "Posisi?" Nadanya terdengar mengejek.

Kimora bangkit dari duduknya. Ia menatap Gio penuh keberanian dan keangkuhan. Ciri khas dirinya. "Sadarlah Gio, aku bukan kekasihmu. Kau tidak bisa menyentuhku semaumu. Kita hanya berteman jangan melewati batas."

Tatapan Gio berubah tajam. Laki-laki itu marah tapi Kimora tidak takut. Ia hanya berpikir ucapan Anna tidak salah. Meskipun ia menyukai Gio, bukan berarti hidupnya hanya berpaku pada laki-laki itu. Kimora mempunyai mimpi yang harus ia capai. Ia juga harus berpikir keras untuk masa depannya di tengah hancurnya keluarganya. Kimora hanya berpikir realistis. Ia harus menjadi wanita sukses agar tidak menggantungkan hidupnya pada pria yang akan menjadi suaminya.

Ia tidak mau menjadi sosok tidak berdaya seperti ibunya.

Tanpa pikir panjang Kimora berjalan masuk ke ruang ganti saat melihat anak lain juga mulai menuju ke sana. Jam renang sudah selesai. Ini juga kesempatan baik untuk kembali menghindari Gio seperti yang sudah ia lakukan beberapa hari ini. Yah, meski baru hari ini ia menegaskannya pada Gio.

Gio berdecih ditempatnya. Ia menatap Kimora dengan ekspresi datarnya. Dia benci mengakui ini. Tapi memang benar egonya terluka. Tapi ini lebih baik. Akhirnya ia bisa segera sadar dan bisa menjaga dirinya.

Ia tidak boleh memiliki hal berharga apa pun. Ia tidak boleh lemah atau bergantung pada apa pun. Karena dengan begitu, ia tidak akan pernah takut pada apa pun di dunia ini. Tidak ada yang bisa melukai atau mengancamnya.

Tapi, bukan berarti ia akan melepaskan Kimora. Apa salahnya memiliki mainan hidup? Predikat itu sangat cocok untuk Kimora.

-o-

Kimora terkejut saat melihat Andreas tiba-tiba menghadang jalannya saat ia baru akan kembali ke kelas.

"Terkejut?" Tanya Andreas semangat. Seperti biasa senyum tengil laki-laki itu selalu menarik perhatian. Seolah manambah pesonanya. Kimora juga mengakui itu.

"Biasa saja." Jawab Kimora datar kemudian memeluk tas yang berisi baju renangnya tadi. Ia kembali berjalan mendahului Andreas. Laki-laki itu ikut mengikuti dengan mengiringi langkah Kimora.

"Kau tidak merindukanku?" Tanya Andreas membuat Kimora mendengus.

"Hey, jangan marah. Aku tidak menghampirimu karena kulihat Gio semakin menempel padamu. Kupikir kalian berpacaran." Kimora langsung mendelik marah mendengar penuturan itu.

Andreas tertawa. "Kau tidak menyukainya lagi?" Tanya Andreas menyeringai. "Aku tahu kau mulai menghindarinya. Aku memperhatikanmu beberapa hari ini. Kau bahkan tampak terganggu." Nadanya terdengar senang.

"Aku hanya harus fokus dengan masa depanku." Jawaban klasik. Kimora tahu, tapi apa perdulinya.

Andreas menganggukkan kepalanya.

"Kau sendiri. Sudah menyerah mendekatiku? Apa karena Gio memukulmu beberapa kali" Tanya Kimora menantang diiringi nada remeh.

Andreas menyeringai. "Selagi aku menginginkanmu kenapa aku harus menyerah?" Andreas menghentikan langkahnya dan menghadang Kimora dengan lengan kirinya yang ia tempelkan di dinding. "Aku tidak bodoh, Kim. Aku hanya menunggu waktu dan menggenggam kesempatanku."

Dahi Kimora berkerut. Ia heran sekaligus tidak suka dengan ucapan Andreas.

"Kau tenang saja. Aku tidak menginginkanmu sebagai kekasih atau pacar lagi." Matanya menelusuri tubuh Kimora dan Kimora menatap protes atas tingkah kurang ajar yang ia dapatkan.

"Menjauh!" Kesal Kimora mendorong Andreas yang menghalanginya. Andreas menyingkir tanpa protes, ia malah tertawa.

"Kau akan tahu sebentar lagi Kim!" Teriak Andreas girang.

Kimora hanya menulikan telinganya. Mulai sekarang ia tidak mau berhubungan dengan Andreas atau pun Gio.

Kimora sudah berjanji pada seseorang yang akan menjamin hidupnya setelah ini. Ia tidak boleh memikirkan hal lain lagi. Ia harus fokus agar tidak lebih merepotkan.

-o-

Gio mengamati Kimora yang masih asik mengikuti pelajaran di kelasnya. Menyebalkan mengingat gadis itu tidak pernah lagi duduk di bangkunya. Itu semua karena Anna yang sekarang menjadi sahabat Kimora satu-satunya memilih duduk di bangku depan bersama Kimora. Sementara Gissel yang dulunya selalu bersama mereka malah asik berbuat mesum di belakangnya. Membuat Gio jijik sekaligus jenuh.

"Ahh.."

Kembali Gio mendengar desahan lirih Gissel. Gadis murahan itu memilih duduk dengan seorang laki-laki yang bukan dari kelasnya. Salah satu teman Andreas yang mempunyai kelakuan menjijikkan seperti Andreas. Tidak ada yang berani melaporkan jika ada siswa yang menyelinap masuk. Itu karena Andreas dan teman-temannya selalu saling mendukung dalam aksi bejat mereka. Siapa yang menggangu mereka pasti akan di bantai.

Gio bukannya takut. Ia memang tidak pernah perduli. Selagi hal itu tidak menyangkut dirinya. Gio tidak pernah perduli. Sekalipun itu keluarganya sendiri.

"Pelankan suaramu!" Peringat Gio saat suara Gissel semakin mengganggunya. Nadanya terdengar dingin membuat Gissel yang ada di belakang sedikit menciut.

Gio mendengus sebelum hinaan dari mulutnya kembali terdengar. "Murahan." Katanya terdengar jijik.

Gissel menggigit bibirnya marah. Ia sengaja melakukan hal gila berpikir Gio akan tergoda atau setidaknya meliriknya sedikit saja.

Ia benci sekaligus kesal mengingat Gio bahkan tidak meliriknya bahkan setelah ia membuka kebohongan Kimora dan Andreas tentang status pura-pura mereka. Ia benci atas hinaan Gio yang menatapnya jijik saat ia dengan suka rela melemparkan tubuhnya pada pria itu. Tapi apa yang didapatinya.

Gio menyentuh Kimora. Tidak ada tatapan jijik atau makian jijik seperti yang dilayangkan Gio padanya atau pada mantan pacar-pacar Gio yang sudah-sudah. Gio selalu memutuskan setiap pacarnya yang berani menyentuh dirinya tanpa izin.

Tapi Kimora?

Gissel menatap berang pada Kimora. Ia benci melihat Kimora yang mendapatkan segalanya dengan mudah.

Gissel benci dengan posisinya saat itu. Ia dengan mata dan telinganya menjadi saksi atas apa yang dua orang itu lakukan di toilet. Ia juga menyesal kenapa saat itu ia tidak membawa ponselnya sehingga tidak memiliki bukti untuk menjatuhkan Kimora.

Tapi Ia bersumpah akan menjadi orang pertama yang tertawa di atas penderitaan gadis itu.

-o-

Yeayyy akhirnya Update haha.🤣

Sin of obsessionWhere stories live. Discover now