13 - Perjodohan

32.4K 1.6K 12
                                    

Kimora masuk ke rumahnya dengan mengendap-endap. Untunglah ayahnya belum curiga dengan keberadaannya. Dengan gesit Kimora berjalan masuk ke kamarnya. Dirumah itu tidak ada pelayan, ibunya dan dirinya sendirilah yang bertugas mengerjakan semua pekerjaan rumah. Sisanya ayahnya hanya membayar tukang kebun yang datang seminggu sekali, hal inilah yang memuluskan rencana kabur Kimora.

Beruntungnya juga, ayahnya memang mengurungnya tapi ayahnya tidak melakukan pengawalan atau sejenisnya. Pria itu hanya mengurungnya di dalam kamar dan Kimora selalu mempunyai kunci cadangan kamarnya sendiri.

Kimora merasa ada yang ganjal. Ia berpikir sejenak sebelum menyadari sesuatu. Ah, benar! Kenapa pintu kamarnya tidak dikunci padahal seingatnya ia mengunci kamarnya saat pergi.

"Kau dari mana?"

Terkejut. Kimora langsung tersentak saat mendengar suara itu. Yang membuatnya lebih terkejut bukan ayahnya yang memergokinya tapi Andreas.

Andreas?

"Kenapa kau disini?" Tanya Kimora marah. Ia tidak suka wilayah pribadinya diganggu.

Andreas memiringkan kepalanya, meneliti penampilan Kimora. Seulas smirk tercetak diwajahnya mengundang tatapan tidak suka Kimora.

"Apa?!" Hardik Kimora berusaha menutupi tubuhnya yang hanya dibalut pakaian mini. Oh, ini semua karena Axel yang mengajaknya bertemu di bar.

"Aku hanya mengagumi cara berpakaianmu." Jawab Andreas tersenyum menggoda.

"Terima kasih, sekarang kau bisa keluar dari kamarku." Tanpa merasa tersinggung dengan ucapan Andreas, Kimora lebih memilih mengusir laki-laki itu.

Andreas yang semula duduk di atas ranjang Kimora mulai beranjak dari sana. "Kau tidak tanya kenapa aku bisa ada disini?"

Kimora memutar bola matanya. "Aku sudah bertanya tadi jika kau lupa."

Andreas tersenyum. "Tapi aku belum menjawab dan kau langsung mengusirku."

"Yah, karena aku tidak perduli. Kau keluar Sekarang sudah cukup bagiku." Jawab Kimora tegas.

"Owh! Bagitukah?" Ledek Andreas mulai mendekati Kimora.

Kimora mulai was-was ia ikut memundurkan tubuhnya menjauhi langkah Andreas. "Menjauh!" Bentaknya.

Andreas tersenyum semakin congkak. "Kenapa aku harus menjauh dari calon istriku." Jawabnya sukses membuat Kimora merasakan tubuhnya disiram air es.

Calon istri? Itu artinya, Andreas adalah orang yang akan dijodohkan dengannya. Laki-laki yang meminta dirinya tanpa harus ditawari. Kimora berdecih, ia penasaran berapa harga yang dibayarkan Andreas untuknya.

"Berapa?" Tanya Kimora meremeh. "Berapa hargaku?" Lanjut Kimora membuat Andreas menghentikan langkahnya dan Kimora sudah terpojok di dinding.

"Ayahku bisa saja membatalkan perjodohan bodoh ini kalau harganya tidak sesuai." Ancam Kimora berusaha tidak terintimidasi Andreas yang sudah mengukungnya.

"Yang jelas apa yang kutawarkan tidak akan membuat ayahmu berani membatalkan perjodohan ini, kecuali aku sendiri yang membatalkannya." Jawab Andreas menatap Kimora yang lebih pendek darinya dengan aura penuh intimidasi.

Kimora tahu ia sudah berada diujung tanduk. "Jangan macam-macam. Ayahku bisa membatalkan detik ini juga saat ada orang yang memberi harga yang lebih tinggi."

Andreas tertawa. "Ohw! Kau benar-benar diberi patokan harga ternyata." Andreas benar-benar tidak bisa menghentikan tawanya. "Jangan macam-macam? Hmm?" Ejeknya mengulang ucapan Kimora.

Andreas membelai dagu hingga ke bibir Kimora. "Dengar Kim. Aku tidak pernah mengusikmu karena kau memang bukan pacarku tapi kali ini kedudukanku lebih tinggi." Andreas menarik tangan Kimora dan melesatkan cincin perak dengan berlian kecil di jari manis Kimora.

"Kita akan menikah. Kita juga akan lulus sebentar lagi. Jadi kalau aku mencicil untuk pembuatan penerusku itu tidak akan masalah." Kata Andreas dengan tatapan dingin.

Kimora menyentak tangannya agar terlepas dari genggaman Andreas. "Kita lihat saja. Ayahku sering berubah pikiran, mungkin saat kau keluar dari kamar ini, kau bukan lagi kandidatnya." Jawab Kimora menantang diakhiri dengan senyum angkuh.

Andreas terkekeh melihat keangkuhan Kimora, gadis itu tidak tahu bahwa sejak ia mengantar Kimora pulang pertama kalinya. Saat itu ia tahu Kimora sudah berada di genggamannya.

Andreas mendekati Kimora dan berbisik di telinga gadis itu. "Do you know a secret?" Bisiknya menggoda.

"Perusahaan ayahmu bangkrut, perusahaan keluargaku lah yang mengambil alih dan menyelamatkanku perusahaan ayahmu, memberikan jalan keluar untuk perusahaan itu dan tetap memberikan posisi terbaik untuk ayahmu. Singkatnya baik perusahaanmu, keluarga ataupun dirimu. Semua ada dibawah kendaliku. Paham, baby." Andreas menjauhkan wajahnya, tersenyum puas melihat wajah pucat Kimora.

"Mungkin dulu kau berharga bagi ayahmu untuk memperbesar perusahaannya, tapi kini ia tidak punya pilihan. Hargamu setara dengan menyelamatkan perusahaan itu." Andreas tersenyum bangga. Ia juga seharusnya berterima kasih atas kinerja perusahaan keluarga Gio yang merupakan saingan perusahaan ayah Kimora. Karena mereka lah perusahaan Kimora berangsur mundur ke jalan kebangkrutan karena tidak sebanding kualitas dan kalah pamor.

"Tapi tetap saja..." Suara Kimora sedikit bergetar. Ia tidak bisa memikirkan apa yang harus ia ucapkan. Fakta yang baru ia ketahui cukup menjungkir balikkan dirinya.

Ia memang membenci ayahnya, tapi tidak menampik bahwa semua keluarganya, ibu dan adik-adiknya bergantung pada pria itu. Kimora bisa saja kabur tapi bagaimana dengan nasib keluarganya?

Kimora tersentak saat Andreas memajukan wajahnya dan mulai menciumi lehernya. Kimora berusaha mendorong tubuh Andreas yang jauh lebih besar darinya. Ia benci saat-saat seperti ini. Beberapa waktu yang lalu Gio sekarang Andreas. Kimora membenci posisi hidupnya yang tidak pernah menguntungkan. "Lepas!" Teriak Kimora sekeras mungkin.

Tidak. Kimora benar-benar merasa tidak berharga. Bahkan kata murahan lebih memiliki harga dari pada dirinya yang tidak ada harganya sama sekali. Ya, hidupnya tidak berharga untuk dirinya sendiri. Mengingat ia bahkan tidak bisa melakukan apa pun hanya untuk kebebasannya sendiri.

Masih berusaha menjauhkan tubuh Andreas yang masih asik menggigitinya, membuat tanda dimana-mana. Kimora menjambak rambut Andreas. Andreas yang terganggu menarik paksa kedua tangan Kimora kemudian ia tahan diatas kepala Kimora. Kini hanya tinggal kepala Kimora yang bergerak ke kanan dan ke kiri, menolak setiap kali Andreas berusaha mencium bibirnya.

Marah, Kimora benar-benar marah atas hidupnya yang jauh dari genggamannya. Dengan semua emosi di kepalanya Kimora membenturkan kepalanya dengan kepala Andreas setelah Andreas menjauh sedikit Kimora juga menendangnya tepat di perut Andreas.

"KIM!" Teriak Andreas marah tapi Kimora dengan gesit keluar dari kamarnya.

Andreas yang masih mengejar Kimora berhenti melangkah saat melihat ayah Kimora berada disana melihat kedua remaja yang sudah sama-sama terlihat berantakan.

Pria itu melihat keduanya dengan tatapan dingin dan kosong. Ia melirik ke arah Andreas. "Pulanglah, ayahmu mencarimu." Katanya kemudian berlalu.

Kimora benar-benar marah. "Hanya itu. Putrimu hampir diperkosa pak tua!" Kesal Kimora.

Aston menghentikan langkahnya. Tanpa menoleh untuk melihat keadaan putrinya yang berdiri dibelakangnya ia berucap. "Lalu apa? Sebentar lagi ia menjadi suamimu." Suaranya terjeda sebentar. "Itu haknya." Lanjutnya dingin.

Kimora ingin menangis. Ia ingin mengadu pada siapa pun. Meminta perlindungan pada siapa pun. Tapi selama ia dirumah itu, ia tahu tidak akan ada yang memberinya perlindungan.

Andreas tersenyum penuh kemenangan. Ia membelai puncak kepala Kimora dan mencium pipi gadis itu. "Sampai bertemu disekolah, istriku." Seringai tercetak di wajah Andreas sebelum kemudian berlalu meninggalkan Kimora.

Kimora berdecih. Ia menyeka setitik air matanya. Ia tidak akan menangis disini. Kalau pun ia ingin menangis. Cukup menangis di pelukan Axel.

"Bawa aku segera pergi, Axel." Gumam Kimora mencoba menahan emosinya.

-o-

Next gak??

Sin of obsessionWhere stories live. Discover now