27 - egois

23.8K 1.3K 13
                                    

Seharusnya Kimora sadar bahwa Gio bukan seseorang yang mudah memberi tanpa imbalan. Perlakuan baiknya selama ini seharusnya menjadi tolak ukur bagi Kimora untuk berhati-hati dalam bertindak. Gio pikir gadis itu pintar membaca situasinya saat ini.

Ternyata tidak.

Selama ini Gio sudah menahan diri. Ia sudah mengikuti perkataan ayahnya untuk jangan memaksa dan biarkan semuanya mengalir sebagaimana mestinya. Tapi tetap saja bukan ini akhir yang diinginkannya.

Tangan Gio terulur menangkup dan mengusap rahang milik Kimora. Sekuat tenaga Gio menahan diri untuk tidak mengeluarkan tenaganya disana. Seharusnya ia tidak kemari, seharunya Gio tidak membiarkan dirinya melihat Kimora dengan suasana hati yang masih kesal seperti ini.

"Pembangkang." Cemooh Gio pada Kimora yang masih terlelap dalam tidurnya.

"Apa kau pikir bisa lepas dengan mudah setelah bermain-main denganku, Kim?"

Gio menggerakkan giginya. Amarahnya masih mengepul. Ia benci dirinya yang terlena oleh perbuatan Kimora yang sering membalas ciumannya atau bersikap perhatian padanya. Gadis itu membuatnya merasa seperti diinginkan beberapa saat sebelum akhirnya tetap menjadi yang tersisihkan.

Cara baik tidak berhasil, mungkin cara lain bisa membuat Kimora lebih sadar posisinya.

Bukan Kimora yang memegang kendali atas izin itu, tapi Gio sendiri lah yang memegang kendali sepenuhnya.

-o-

Kimora dan seluruh pelayanan bangun pagi hari ini untuk mengantar kepergian tuan mereka. Aslan.

Hari ini Aslan akan pergi untuk perjalanan bisnis yang menghabiskan waktu cukup lama dari biasanya. Aslan sendiri bahkan tidak bisa memprediksi kapan ia kembali bisa satu minggu atau dua minggu atau mungkin satu bulan.

"Sepertinya masalahnya cukup serius sampai kau harus turun langsung, Dad." Sapa Gio ikut memunculkan diri mengantar Aslan.

"Ada kasus penggelapan dana." Jawab Aslan tampak murung dengan kerutan yang semakin kentara di wajahnya.

"Tidak perlu murung, Dad. Semua akan baik-baik saja." Jawab Gio balas menyemangati.

"Yeah, Son." Jawab Aslan ikut senang mendapat support dari Gio yang biasanya selalu acuh padanya.

"Untuk keadaan perusahaan dan rumah sementara akan di kelola oleh putraku, Gio." Jelas Aslan memberikan perintah juga penjelasan pada sekretarisnya sebagai perwakilan kantor juga pada para pelayan di rumah itu.

Semoga orang menjawab patuh atas pernyataan itu.

"Aku percayakan semuanya padamu." Aslan menepuk bahu Gio bukan tanpa sebab, itu adalah bentuk peringatan pada putranya. Entah kenap Aslan merasakan firasat buruk.

"Kau bisa percaya padaku, dad." Jawab Gio penuh keyakinan.

Aslan menghela nafasnya. Seharusnya ia tidak sekhawatir ini. Ia sudah biasa pergi untuk perjalanan bisnis atau menangani masalah di cabang perusahaan miliknya. Ia selalu mempercayakan semua yang ada disini pada Gio dan Gio tidak pernah mengecewakannya.

Aslan hanya merasa sedikit bersalah karena Gio harus mengerjakan pekerjaan itu dan mengemban beban berat di pundaknya bahkan cenderung tidak memiliki waktu bermain seperti remaja lainnya. Tapi disamping itu Aslan turut bangga atas semua pencapaian putranya.

Kali ini Aslan berbalik menatap Kimora. Tidak ada yang ingin Aslan sampaikan selain. "Buat dirimu senyaman mungkin. Kau sudah ku anggap seperti putriku sendiri, Kim."

Kemudian Aslan menatap Sarah. Sorot kecanggungan masih kentara di sekitar mereka. "Jaga dirimu."

Aslan akhirnya berbalik dan masuk ke mobil di antar oleh sopir pribadi menuju bandara. Melihat tuan mereka sudah pergi, para pelayan satu-persatu mulai kembali ke pekerjaan mereka masing-masing.

"Kau ingin sarapan dimana?" Tanya Kimora setelah menguatkan diri untuk mencoba bicara pada Gio.

Gio hanya meliriknya sekilas dan berlalu meninggalkan Kimora kemudia berbicara pada satu pelayan untuk mengantarkan sarapannya ke kamar.

Kimora menghela nafasnya. Sejak malam itu, Gio memang cenderung tidak menganggapnya ada. Kimora bahkan tidak diizinkan masuk ke kamar Gio lagi. Pria itu seolah membatasi diri sejauh mungkin dari Kimora.

Tidak ada lagi Gio yang mau dilayani Kimora.

"Ini yang kau mau kan, Kim." Kimora bergumam pada dirinya sendiri.

Kimora sedikit terkejut menerima tepukan di pundaknya.

"Saya permisi dulu." Sekretaris Aslan yang sekarang menjadi sekretaris Gio untuk sementara itu akhirnya memilih pamit undur diri dan meninggalkan rumah itu.

Kimora menunduk hormat dan mengantar kepergian sekretaris itu melalui pintu depan.

-o-

Kimora merasa panas menjalar di seluruh tubuhnya dan tubuhnya terasa lemah. Bahkan untuk bangun tidur saja ia tidak kuat, maraih ponselnya Kimora terkejut saat mendapati jam yang sudah menunjukkan pukul 12 siang.

Apa tidak ada yang mencarinya. Ah, Kimora lupa sejak Gio mengabaikannya tidak ada orang di rumah ini yang benar-benar membutuhkannya. Ibunya pasti repot mengerjakan pekerjaan rumah seperti pelayan lainnya. Hanya Kimora yang tidak benar-benar memiliki pekerjaan dirumah ini. Itulah kenapa kehadirannya tidak terlalu dianggap penting.

Bahkan ia cenderung jarang berkomunikasi dengan pelayan lainnya. Ibunya juga harus mengerjakan pekerjaan ekstra semenjak Gio yang mengatur pekerjaan rumah.

Akibatnya keberadaan Kimora benar-benar hampir dilupakan.

"Uhuk!" Kimora terbatuk, matanya berkunang dan penglihatannya masih mengabur. Rasanya ia ingin mencapai pintu yang terlihat dekat tapi ia tidak menyentuh apa-apa.

"Hah.. hah..." Nafas Kimora semakin berat diiringi dengan suhu tubuhnya yang semakin tinggi.

Kimora menyerah. Ia pasrah dengan keadaannya. Tidak sanggup hanya untuk sekedar meminta pertolongan. Ia hanya berharap setidaknya ada yang menyadari keberadaannya agar ia bisa cepat tertolong.

-o-

Mungkin gak bisa Up untuk beberapa hari kedepan karna aku udah mulai sibuk kerja belum lagi kegiatan yang lain.

Tapi kalo ada waktu aku usahain Up cepet. 😉

Terus juga ditempat aku sekarang itu kalau mati lampu bener-bener susah sinyal. Jadi doain disini jangan mati lampu lagi.

Doain aku pulang kerja cepet dan gak lembur mulu biar bisa lanjut nulis. 😉

Happy reading, guys! 🥰

Sin of obsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang