14 - Apartment

39.2K 1.6K 9
                                    

Hari ini adalah hari pertama Kimora menjalankan ujian sekolahnya. Kimora sudah mempersiapkan diri. Ia juga sangat semangat untuk melewati semua ujian sekolahnya.

Kimora menaikkan kerah bajunya dan merapikan rambutnya yang ia gerai untuk menutupi tanda merah yang semalam dibuat Andreas.

Kimora tersenyum dan melambaikan tangannya saat Anna datang menyapanya. Gadis itu memberinya satu kotak bekal dan susu kotak kemasan. "Biar semangat ujiannya." Katanya ceria.

Kimora tersenyum dan menerima pemberian itu dengan senang hati. "Thanks." Ucapnya tersenyum lembut.

Kimora menyayangkan mereka berbeda ruang ujian jadi keduanya hanya memiliki sedikit waktu bersama.

"Kau sudah menghapal rumusnya?" Tanya Anna memastikan. Jadwal ujian pertama mereka memang matematika dan Anna sudah mewanti-wanti Kimora sejak semalam dengan mengirimkan materi pelajaran yang mungkin akan masuk ke ujian mereka.

Kimora mengangguk dan Anna langsung tersenyum senang. "Oh, aku lupa mengatakan ini. Aku sudah diterima di jurusan psikologi." Anna diam sejenak. Ia tahu Kimora tidak mau melanjutkan kuliahnya meski ia tahu gadis itu sudah diterima di universitas yang sama dengannya. "Aku tahu kau sudah menegaskannya untuk tidak mengambil kesempatan itu. Tapi..." Anna menggantungkan kalimatnya.

"Aku harap kau mau berubah pikiran di detik terakhir. Itu impianmu. Kita bisa mewujudkan impian kita bersama." Tatapan Anna sedikit memelas tapi Kimora hanya tersenyum menanggapinya.

"Tapi, apa pun yang terjadi tetaplah semangat." Kata Anna terakhir kalinya sebelum pamit undur diri.

"Anna." Panggilan Kimora menghentikan langkahnya.

"Terkadang impian tidak sejalan dengan realita." Kimora tersenyum sendu. "Impian memang menggiurkan. Tapi hidup tetap berlanjut. Sebelum mencoba meraih impian bukankah kita harus bertahan hidup lebih dulu?"

Anna menoleh dan mengernyit heran mendengar penuturan Kimora. "Kau bicara apa?"

Kimora menggelengkan kepalanya. "Tidak ada." Jawab Kimora menggidikkan bahunya. Sementara Anna berjalan dengan berbagai ekspresi, ia ingin lanjut bertanya tapi bel sudah berbunyi menandakan ia harus segera kembali ke ruangannya.

Kimora bersiap mengeluarkan peralatan tulisnya dan menatanya sebaik mungkin.

Sementara Gio yang baru memasuki kelasnya tidak menghiraukan dimana seharusnya ia duduk. Tanpa harus mencari kursi yang sesuai dengan nomor ujiannya matanya langsung menatap Kimora dan menjadikan bangku kosong di samping Kimora sebagai tujuannya.

Gio segera berjalan kesana dan duduk tiba-tiba membuat suara gaduh. Kimora yang awalnya tersentak karena kegaduhan Gio akhirnya hanya menatap Gio tidak suka. Percuma jika ia melayangkan protes, laki-laki itu tidak akan mendengarnya.

Gio merenggangkan tubuhnya sambil mengerang kemudian menumpukan sikunya ke meja guna menahan kepalanya agar leluasa menatap Kimora.

Kimora mendengus. Ia pikir setelah kejadian kemarin Gio akan menjauhinya dan Kimora sudah menyiapkan hati dan mentalnya untuk itu. "Ini bukan kursimu." Peringat Kimora.

Sewajarnya memang setiap peserta ujian duduk sendirian di satu meja. Tapi siapa yang berani mengatur seorang Xergio?

Guru yang bertugas mengawas mereka memasuki kelasnya. Guru itu hanya melirik sekilas Gio yang duduk sembarangan tanpa protes dan lebih memilih membagikan soal ujian kepada semua siswa.

"Pindah Gio. Aku tidak mau mereka berpikir aku mencontekmu." Kesal Kimora. Tentu saja orang tidak akan berpikir Gio mencontek Kimora karena laki-laki itu menduduki peringkat diatas Kimora. Meski pun masuk ke kelas unggulan tapi Kimora adalah siswi yang menduduki peringkat terakhir di kelas itu.

Sin of obsessionWhere stories live. Discover now