53.2 - Good night

15.7K 1K 69
                                    

Gio terus memperhatikan wajah Kimora yang tertidur pulas di atas kasur miliknya. Raut wajah datarnya tidak bisa menyembunyikan sinar teduh yang berusaha ia sembunyikan lewat tatapan tajam miliknya.

Gadis itu tampak tenang dalam tidurnya meski wajahnya tampak pucat dan Gio bisa menebak sekurus apa gadis itu sekarang meski Kimora berusaha menutupinya dengan kemeja jeans yang lebih besar dari tubuhnya.

"Tuan." Seorang pria yang tampak tua berjalan penuh hati-hati mendekati Gio yang masih tampak serius.

"Kau boleh pulang, aku yang akan menjaganya disini." Interupsi Gio penuh pengertian.

Pria tua itu mengangguk patuh dan segera meninggalkan dua majikannya disana.

Tangan Gio terulur menyeka keringat yang timbul di pelipis Kimora. Gadis itu demam.

Nafasnya memburu saat melihat cekungan di mata Kimora dan tirusnya wajah gadis itu. Pikirannya berkelana memikirkan apa gadis itu makan dengan cukup.

"Kau yang kecil ini kenapa begitu keras kepala." Desis Gio sedikit meluapkan kekesalannya.

Ingin rasanya ia merantai gadis itu agar terus berada disisinya. Hal yang selalu Gio pertanyakan pada dirinya sendiri, Kenapa sulit sekali mengikat gadis itu?

Jika saja Kimora sama halnya dengan gadis diluar sana yang dengan mudahnya menyerah hanya karena dirinya hamil atau karena ada anak di antara keduanya. Semuanya akan terasa mudah. Tapi, Kimora berbeda. Gadis itu tidak mudah menyerah pada keadaan. Sama halnya yang terjadi saat ini. Alih-alih meminta bantuan pada orang terdekatnya, gadis itu lebih memilih mati kelaparan.

Jika ayahnya berpikir Kimora mungkin akan luluh hanya dengan perlakuan lembut dan romantis maka seharusnya Andreas sudah menjadi pemenangnya. Meski terkesan berandalan, nyatanya pria itu tampak lebih lembut dan romantis jika berhadapan dengan Kimora.

Dan sampai sekarang prilaku lembut dan romantis itu tidak membuahkan hasil.

"Kau selalu manis saat sakit." Gio mendengus geli mengingat dulu pertama kali ia mengambil kesempatan dalam kesempitan juga saat gadis itu sedang sakit.

"Kau harusnya melihat bahwa meski di ambang kematian sekalipun kau akan tetap jatuh padaku, Kim. Bukankah takdir begitu kejam padamu?" Seringai Gio penuh keangkuhan, merasa takdir selalu berpihak padanya.

"Kau harus tahu,Kim. Semakin aku memikirkan cara mengikatmu semakin aku bersemangat melakukan hal kejam padamu. Karena hanya dengan cara itu kau akan tetap bersamaku."

"Terkadang aku lebih menyukai saat-saat dimana kau menjadi putri tidur seperti ini. Kau jauh lebih penurut." Tangan Gio bergerak dari rambut Kimora menuju wajah gadis itu. Dengan lembut ia membelai wajah Kimora.

"Dan kau tampak cantik." Gumam Gio dengan tatapan yang tidak biasa.

"Apa aku harus membuatmu koma?" Gio mengerjapkan matanya beberapa kali. Sadar jika pikirannya kembali kacau dan mengundang tawa kecilnya.

"Kau harus tahu bahwa kau benar-benar bisa membuatku gila. Atau mungkin aku memang sudah gila."

Gio tersenyum simpul di akhir. Ia tidak perduli sampai mana kegilaannya. Rasanya percuma menolak keinginannya untuk terus memiliki gadis itu, meski egonya besar, meski Gio berusaha mengeluarkan kemarahannya pada Kimora. Tapi rasa kepemilikan itu jauh lebih kuat.

Seharusnya gadis itu tidak pernah lagi bertemu dengannya.

Seharusnya ayahnya tidak ikut andil dalam pertemuan mereka, karena hasil perbuatan ayahnya hanya menyadarkan Gio bahwa sejauh apa pun ia melangkah untuk menolak, jika itu menyangkut Kimora, mungkin ia akan mematahkan kakinya untuk kembali merangkak menggapai gadis itu.

Kemarahannya pada Kimora bukan karena perbuatan Kimora yang melenyapkan anak mereka. Tapi hal yang membuatnya murka karena hal yang sudah ia usahakan nyatanya tidak cukup kuat untuk menahan gadis itu disisinya.

Jadi apalagi yang harus ia lakukan?

Hal apa yang harus ia lakukan agar Kimora tetap dekat dengannya.

Dari pada menculik atau mengurungnya. Keinginannya jauh lebih kuat ingin Kimora menyerahkan dirinya sendiri sama halnya seperti dulu. Saat Kimora berpikir ia adalah gadis cacat yang hanya bisa bergantung padanya.

Ia ingin Kimora sepasrah itu untuknya.

"Ah, melihatmu terlalu lama hanya membuatku semakin gelap mata." Dengus Gio geli, sadar jika pemikirannya sejak tadi sudah menyimpang kemana-mana.

Gio bangkit dari duduknya dan mengelus kepala Kimora sebelum mengecup kening Kimora dengan penuh perasaan.

"Good night, Kim." Bisiknya lembut bagai lagu pengantar tidur.

Ia ingin tidur dan memeluk Kimora tapi Gio sadar jika ia tidak mungkin melakukan itu. Gio terbiasa melakukan hal diluar batas jika itu menyangkut Kimora.

-o-

Paginya Kimora terbangun dengan kepala yang masih pusing. Ia tertidur dengan perut kosong, tentu saja itu berpengaruh pada kesehatannya.

Kimora memperhatikan seisi kamar yang tampak berbeda dari apa yang ia lihat terakhir kalinya, seperti jendela dan pintu balkon yang ia yakin sebelumnya terbuka sekarang tertutup rapi, juga cat lukisnya yang sudah rapi padahal kemarin Kimora mengabaikan karena terlalu lelah dan lapar.

Dan satu lagi.

Senyum Kimora terbit saat melihat ada beberapa buah di atas meja.

Buru-buru Kimora bangkit dan berlari menuju buah itu untuk dimakan. Gila memang, Kimora merasa seperti zombie yang kelaparan.

Sibuk mengunyah apel di tangannya, Kimora juga baru sadar jika tangannya bersih. Tidak ada noda cat lukis di tangannya. Kimora bertanya-tanya apa ia tidur sambil berjalan dan membersihkan dirinya sendiri? Tapi ia ragu. Rasanya ia tidak memiliki riwayat tidur sambil berjalan.

Itu terlalu menakutkan baginya.

Mata Kimora kembali menangkap note yang berisi tulisan panjang di bawah keranjang buah.

'ku lihat kau begitu giat dengan lukisanmu sampai menelantarkan dirimu sendiri. Aku sungguh berterima kasih untuk itu. Tapi jika kau memang serajin ini, maka bekerjalah lebih giat.'

'Kau boleh tidur di mansion itu jika kelelahan, aku juga akan menyediakan banyak makanan agar kau semakin giat. Ah, untuk gajimu perjanjian kita tetap berlangsung, kau akan menerima upahmu jika pekerjaanmu sudah setengah selesai.'

Kimora tersenyum bahagia membaca isi note tersebut. Apa pemilik mansion itu datang semalam? Kimora bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

Setelah membaca note tersebut, Kimora yakin pemilik Mansion ini adalah orang yang baik. Meski terkesan menekankan Kimora untuk bekerja lebih keras nyatanya Kimora merasa perhatian pemilik Mansion itu jauh lebih besar untuknya.

"Jika dia adalah laki-laki kurasa aku bersedia menikah dengannya. Hidupku mungkin akan terjamin." Canda Kimora geli sembari memasukkan anggur kedalam mulutnya yang sudah penuh.

-o-

Kok gue gemes sendiri ya liat mereka.

Btw, makasih ya doanya. Rumahku udah selesai dibangun tinggal pasang listrik sama PDAM, doain lancar lagi ya. 🙏☺️

Sekalian mau cerita kemarin aku sempat gak Up karena abis kecelakaan, kepalaku kebentur lantai jadi kemarin sempat di rawat karena setelah kejadian aku drop muntah-muntah sampai mendadak darah rendah.

Kalau diingat kemarin sih mikirnya aku bakal mati muda karena mikir gegar otak. Tapi syukur sekarang sudah sehat 100%. 😁

Btw, yang ada pengalaman gegar otak atau kepalanya kebentur boleh cerita Disni aku gak bales komen kalian tapi aku selalu sempetin baca semua komen kalian.

Tapi ada pengalaman menarik waktu kecelakaan kemarin, aku sempet ngerasa hilang ingatan beberapa menit, jadi gak ingat apa-apa kecuali nama, Mak gue sama rumus MTK. 😂

Bisa-bisanya gue lupa semua hal tapi rumus MTK gue masih inget luar kepala. Wkwkkwk 🤣

Ya hidup sendiri emang gak gampang, harus lebih mandiri dan ngandalin diri sendiri.

Sorry ya Upnya tengah malam, tadi nongki bentar buat healing. 😂

Sin of obsessionWhere stories live. Discover now