30 - Batas

22.1K 1.2K 24
                                    

Kimora kebingungan saat setelah selesai mandi ia menemukan banyak bercak merah keunguan lagi di sekitar tubuhnya. Bahkan bercaknya menyebar semakin banyak hingga ke perut bahkan pahanya.

Apa ia salah makan lagi?

Kimora bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Kemarin ia memang tidak memperhatikan bercak itu karena ia memakai piyama yang cukup tertutup hingga ke leher. Jadi ia tidak tahu sejak kapan alerginya muncul lagi.

"Kim, kau sudah selesai?" Tanya Sarah yang menunggunya di luar.

Kimora buru-buru menutup kembali bathrobe miliknya dan segera berjalan keluar.

"Kau sudah lebih baik." Tanya Sarah setelah Kimora keluar.

Kimora mengangguk tanpa menjawab. Tapi mata Sarah yang jeli menangkap ruam aneh di tubuh Kimora yang mengintip dari sela rambut Kimora yang masih tergerai basah.

"Kim!" Panggil ibunya cemas. Sarah mendekati Kimora dan menarik bathrobe yang dipakai Kimora. Kimora sempat menahannya tapi terlambat Sarah sudah lebih dulu menariknya hingga menampilkan bahu Kimora yang polos.

Mata Sarah membeliak terkejut melihat begitu banyak bercak merah di tubuh putrinya. Ia bersumpah semalam ia menemani Kimora tidur semalaman. Jadi sejak kapan semua tanda itu bersarang di tubuh putrinya.

Saat Sarah ingin melihat lebih jauh. Kimora berontak dan berteriak marah. "Ma!" Protes Kimora malu.

"Dimana saja?" Tanya Sarah emosi.

"Apanya?" Tanya Kimora heran dengan gelagat ibunya.

"Kau tahu maksudku." Kesal Sarah jenuh dengan tingkah polos putrinya dan sejujurnya Sarah mulai ragu dengan kepolosan putrinya.

"Tidak apa-apa ini hanya alergi, sebentar lagi juga hilang." Yakin Kimora seperti biasa.

"Berhenti mengatakan itu alergi, Kim. Jangan bersikap sok polos. Kau pasti tahu itu apa!" Kali ini Sarah benar-benar membentak Kimora.

"Aku tidak mengerti maksud, mama." Kimora masih mau protes tapi suara Sarah lebih dulu mendominasi.

"Jawab saja dimana lagi?!" Teriak Sarah penuh emosi.

Kimora memalingkan wajahnya dan mendengus. "Di perut dan paha." Jawab Kimora mencicit.

Tanpa menunggu lama Sarah beranjak dari kamar Kimora dengan perasaan campur aduk. Tidak sulit menebak siapa pelakunya.

Sarah tahu pasti siapa itu.

Anak itu memang tidak bisa dipercaya.

-o-

"Gio!" Teriak Sarah menghentikan laju langkah Gio yang akan berjalan keluar hendak ke kantor.

Gio mendengus mendengar panggilan Sarah yang membentaknya dengan emosi. Ia sudah tahu kemana arah pembicaraan mereka.

"Ikut aku." Ucap Gio menuntun Sarah masuk ke dalam ruang kerja ayahnya.

Dengan emosi yang mengepul, dengan berat hati Sarah mengikuti Gio masuk ke dalam ruangan yang sudah lebih dulu dimasuki Gio.

"Langsung saja kau pasti tau maksudku." Sarah langsung membuka suara setelah memastikan pintu tertutup.

Gio yang sudah duduk di kursi kebesaran ayahnya menatap Sarah dengan menaikkan satu alisnya yang terkesan angkuh. "Kau ingin mendengar apa dariku?" Tanya Gio memutar balik pertanyaan.

"Apa yang kau lakukan pada putriku? Kau merusaknya?" Sarah menatap Gio penuh emosi dan matanya menatap nyalang.

Gio mendengus dan sedikit menggeleng. "Apa kau berpikir jika kehilangan keperawanan artinya anakmu sudah rusak. how cruel you are? Kau seolah menyamakan putrimu dengan barang pajangan."

Sin of obsessionWhere stories live. Discover now