45 - Mermaid atau Siren

15.9K 1K 47
                                    

Kimora tersenyum saat mendengar suara Aslan yang baru bangun dari tidurnya.

Pria paruh baya itu mengerang lelah meski baru saja bangun dari tidur. Matanya yang rabun mulai menelusuri ruang kamarnya sampai siluet gadis berpakaian putih itu tampak bersinar menghalangi sinar matahari lewat jendela kamarnya.

Aslan tersenyum cerah. Gadis yang sudah ia anggap sebagai anak perempuannya itu sudah datang mengunjunginya seperti biasa. Meski kondisi matanya rabun, Aslan sangat hapal dengan setiap siluet Kimora.

"Kau datang."

Kimora tersenyum dan bangkit dari duduknya mendekati Aslan. "Kau sudah bangun, Dad. Tidurmu kurang nyenyak? kau tampak lebih lelah hari ini."

Sambil mengerang Aslan bangkit dari tidurnya dan duduk bersandar pada bantal. "Aku sudah tua apa lagi yang bisa kulakukan. Oh, katakan padaku hari ini aku bangun lebih awal."

Dahi Kimora tampak berkerut sedikit mengejek. Raut wajahnya jelas sedang menahan tawa.

"Yah, kau bangun lebih awal. Kali ini kau bangun pagi." Jelas itu ejekan karena saat ini sudah pukul setengah 12 siang. Dimana menurut jam tidur Aslan waktu dibawah jam 12 tergolong pagi.

"Meski rabun, aku tahu kau sedang mengejekku." Aslan memutar bola matanya jengah.

Kimora tertawa kecil menanggapi tingkah Aslan.

"Katakan padaku bagaimana kabar ibumu?" Seperti biasa Aslan selalu mencari celah untuk mengetahui kabar ibunya.

Kimora menganggukkan kepalanya. "Dia baik seperti biasa. Akhir-akhir ini mama sering berpergian ke Chicago. Katanya ia menyukai suasana disana."

"Kau ingin menyusulnya?" Tawar Kimora dengan mengerling nakal.

Aslan berdehem, tampak salah tingkah dan malu-malu. Meski begitu ia tetap tidak bisa menyembunyikan senyum bahagianya. "Tidak. Cukup tahu ia bahagia, aku sudah ikut bahagia."

Kimora tersenyum lembut menanggapi ucapan tulus Aslan. "Oh, ayolah aku akan baik-baik saja jika kau yang menjadi ayahku."

"Aku memang sudah menjadi ayahmu, Kim. Apa kau lupa?"

"Itu berbeda." Rengek Kimora berpura-pura.

"Aku memahami ibumu, Kim. Sejak dulu ia bercita-cita berkeliling dunia. Melihatnya pergi kesana-kemari, mengunjungi berbagai tempat dan mendengar ia selalu bahagia sudah cukup bagiku. Di usia yang sudah tua ini apalagi yang bisa aku harapkan. Lagi pula..." Aslan menjeda ucapannya.

"Aku lebih ingin melihat Gio menikah dan aku bisa bermain bersama cucuku di usia yang semakin menua. Kau tahu aku sudah bosan tidur seharian."

Kimora tersenyum tipis menanggapi ucapan Aslan tanpa ada niatan berkomentar. Sejujurnya Kimora sedikit sensitif setiap mendengar kata anak dan cucu. Perasaan bersalah itu terus menghantuinya hingga sekarang.

Merasakan aura mendung Kimora membuat Aslan buru-buru tersadar. "Kim, aku tidak bermaksud."

"It's okay, Dad. Mimpimu indah. Semoga segera terwujud. Aku yakin Gio pasti akan menemukan wanita yang bisa membuatnya sebahagia itu." Komentar Kimora.

Aslan memiringkan kepalanya. Ia tersenyum tipis menanggapi ucapan Kimora. "Lalu bagaimana denganmu, Kim. Apa kau sudah menemukannya?"

Kimora segera membuang wajahnya. Ia bergerak gesit mengambil piring dan gelas kotor di atas meja bekas dirinya menyantap. "Aku akan meletakkan ini di dapur." Katanya terlampau tenang dan segera pergi meninggalkan Aslan.

Sementara Aslan hanya terkekeh menanggapi tingkah Kimora. "Menghindar seperti biasa."

-o-

Sementara disisi lain. Seorang pria berjalan masuk ke dalam rumah mewah dengan gaya angkuh dan penuh kharisma. Definisi sempurna benar-benar cocok disematkan padanya jika saja pria itu tidak memiliki tatapan setajam elang dan bibir yang membentuk lurus. Menampilkan kesan bosan dan penuh dengan kebencian.

Sin of obsessionWhere stories live. Discover now