20 - New Home

26.9K 1.4K 28
                                    

"Kim." Anna memanggil Kimora cemas. Memastikan itu benar-benar sahabatnya. Kimora tampak lusuh dan kelelahan wajahnya basah dan berkali-kali Anna mendengar gadis itu menyalahkan dirinya sendiri.

"Anna." Lirih Kimora mendongak dengan wajah penuh dosa.

"Kim. Ya, tuhan. Kau baik-baik saja?" Tanya Anna khawatir. Diusapnya wajah Kimora dan mengiring gadis itu duduk bersandar di sampingnya.

"Bagaimana Axel." Tanya Anna khawatir.

Kimora menggeleng. Lampu operasi masih menyala tanda operasi tersebut belum selesai.

"Tidak apa-apa ini bukan salahmu." Hibur Anna menepuk-nepuk punggung Kimora.

"Kau sudah menemui ibumu?" Tanya Anna cemas. Kimora menggeleng.

"Setelah operasinya selesai, aku akan menemanimu menemui ibumu." Kata Anna pengertian.

Tidak ada yang tahu nasib seseorang. Kimora yang terkenal sempurna mendadak kehilangan semuanya dalam sekejap. Anna benar-benar tidak tahu harus menghibur Kimora dengan cara apa lagi.

-o-

Dengan pelan dan penuh keraguan Kimora membuka pintu yang bertuliskan kamar no. 603. Kamar milik ibunya. Dibelakangnya Anna terus memberikan semangat untuknya.

"Kim." Panggilan lembut itu datang dari suara lemah milik Sarah.

Dengan menundukkan kepala Kimora masuk ke dalam. Sekilas ia melihat ada beberapa orang disana tapi Kimora tidak tahu pasti siapa mereka. Yang jelas semuanya tampak berpakaian formal.

"Ya, tuhan. Ini benar kau, Kim!" Ibunya merentangkan tangannya, mengabaikan selang infus yang masih terpasang di tangannya, berharap untuk memeluk putri semata wayangnya yang sudah hilang berhari-hari.

"Aku pulang mama." Kimora memeluk Sarah dengan hati-hati. "Maaf terlambat." Bisik Kimora penuh penyesalan.

Anna yang berdiri di dekat pintu masuk tersenyum haru sebelum senyum itu hilang di gantikan raut keheranan saat menemukan sosok yang seharusnya tidak pernah ada disana.

"Kim, kau kemana?" Tanya Sarah khawatir.

"Aku bersama Axel, ma." Cicit Kimora belum siap jika ibunya bertanya lebih jauh. Ia sudah sangat merasa berdosa sekarang.

Sarah menghela nafas lega.

"Mama tidak terkejut?" Tanya Kimora heran. Ia pikir ibunya tidak tahu kalau Axel ada di kota yang sama dengan mereka.

"Kenapa harus terkejut. Axel sudah menemui mama kemarin. Ia juga ikut membantu menyelesaikan masalah yang sedang keluarga kita alami. Kau harus lihat bagaimana kakakmu itu sudah sangat dewasa sekarang. Tapi kenapa Axel tidak bilang kalau kau bersamanya?" Heran ibunya setelah menjelaskan panjang lebar.

Sementara Kimora merasa pasokan udaranya menghilang dalam sekejap. Perasaan bersalah semakin menghantam dirinya.

"Maaf untuk ayah." Cicit Kimora sedikit tidak enak hati saat membahas perihal ayahnya yang langsung mengundang raut mendung di wajah ibunya.

"Tidak apa-apa itu sudah menjadi takdir." Ibunya tampak tabah mengatakan itu. Seolah ia sudah mengikhlaskan semuanya.

"Nakula dan Sadewa..."

"Mereka baik. Hanya cedera ringan." Jelas ibunya seolah menutup pertanyaan lanjutan dari Kimora.

"Tapi bagaimana bisa..."

"Kim!" Sela ibunya lagi dengan tegas. Seperti sengaja tidak mau membahas kejadian yang hampir mencelakai semua anggota keluarganya.

"Mari mama perkenalkan, orang yang berperan besar pada keluarga kita. Kau tahu kan kita mengalami kebangkrutan parah dan harus membayar hutang dalam jumlah besar." Kimora mengangguk paham.

"Nah.., tuan Xergio adalah orang yang membantu kita dalam menyelesaikan semua masalah itu, beliau juga yang pertama kali menyelamatkan kami dari rumah hari itu. Tuan Xergio perkenalkan ini adalah putri saya Kimora."

Kimora berbalik dan melihat seorang pria paruh baya yang tampak dewasa dan matang, menatapnya dengan senyuman teduh. "Terima kasih banyak atas semua bantuannya, tuan Xergio." Kimora tulus berucap sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

"Ayahmu dulu adalah rekan kerja yang baik. Kami cukup akrab untuk beberapa hal. Tentu saja saya harus membantu. Itu bukan masalah besar." Jelas tuan Xergio menyambut uluran tangan Kimora.

"Oh, ya. Perkenalkan juga. Putra saya. Giovano Xergio. Kalian satu sekolah, bukan?"

Senyum Kimora seketika surut. Raut wajah penuh keterkejutan tidak bisa ia hindari. Perasaannya campur aduk. Apalagi saat menerima uluran tangan Gio yang lebih dulu menawarkan padanya.

"Aku dan Kimora sangat akrab. Benarkan Kim?"

Kimora tersadar setelah beberapa saat dan langsung mengangguk masih dalam keadaan ling-lung.

"Untuk sementara tuan Xergio menawarkan kita untuk tinggal dirumahnya sampai kita menemukan tempat tinggal yang lebih layak." Penjelasan ibunya membuat Kimora semakin tercekat.

Kimora mendekati ibunya dan menggeleng kecil sebagai isyarat, tapi ibunya membalas dengan anggukan penuh keyakinan untuk meyakinkan Kimora.

"Sarah. Saya masih ada rapat penting. Saya pamit undur diri dulu. Nanti saya akan datang lagi kalau semuanya sudah siap pulang." Pamit tuan Xergio pada Sarah.

Sarah mengangguk kecil dan tersenyum tulus sebagai balasan. "Terima kasih."

Kimora sempat berpikir aneh karena keduanya tampak akrab seperti teman lama. Matanya beralih ke arah Gio yang masih berada di dalam ruangan.

"Aku akan keluar." Pamit Gio dan berjalan keluar ruangan. Anna yang sadar diri pun mengekori Gio dibelakang.

"Kau..." Panggilan Anna menghentikan langkah Gio. Keduanya sudah sama-sama berada di luar ruangan.

"Kau tidak merencanakan sesuatu, bukan?" Tanya Anna cemas.

Gio berbalik. Menatap Anna tanpa minat dan kembali berbalik memunggungi Anna. Berjalan acuh sambil mengacungkan jari tengahnya pada Anna.

Anna menggigit bibirnya kesal. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran Gio.

Pintu ruangan terbuka dan menampilkan Kimora yang mendorong ibunya mamakai kursi roda.

Raut wajah ibunya tampak lebih sendu dan wajah Kimora terlihat sangat berdosa. Dari sini Anna menyimpulkan Kimora sudah memberitahu ibunya mengenai kondisi Axel saat ini.

Ketiganya melintasi lorong rumah sakit dalam keheningan. Anna bahkan melangkah hati-hati takut suara hak sepatunya membuat suasana semakin suram.

"Kita sampai." Cicit Kimora saat semuanya sampai di depan sebuah jendela kaca yang menampilkan seorang pasien yang dipenuhi selang untuk menyokong kehidupannya.

Axel terbaring disana.

Semua yang melihat mendadak menjatuhkan air mata tanpa bisa ditahan, termasuk Anna. Sosok tengil yang selalu terkesan ceria dan nakal harus diam dan tidur terlalu tenang disana.

"Bagaimana kondisinya?" Sarah bersuara dengan nada serak.

"Koma." Jawab Kimora setelah menahan nafas terlalu lama.

"Maaf, ma. Seharusnya aku mengikuti perintah Axel dan tetap pergi ke Las Vegas hari ini. Aku sungguh tidak tahu kalau kalian akan menyusul. Sungguh aku benar-benar panik." Isak Kimora tidak tahu bagaimana akan menjelaskan semuanya lagi.

Sarah memejamkan matanya tampak tegar. Ia menghapus air matanya dan menghela nafas.

"Setidaknya masih ada yang membantu kita sampai Axel sadar." Gumam ibunya tenang.

-o-

Yang mau aku up besok angkat tangan? 🖐️

Sin of obsessionWhere stories live. Discover now