02

45K 3.3K 30
                                    

Hari sudah mulai gelap tapi hujan belum juga reda, apa kata orang nanti jika ada yang melihat Salwa hanya berdua dengan seorang lelaki asing, tapi jika ia nekat menerobos hujan selebat ini pasti besok ia akan demam dan terserang flu, ia tidak mau hal itu terjadi karena besok ia masih harus bekerja dan mencari pundi-pundi rupiah seperti biasa.

Sekarang sudah tepat pukul sembilan malam dan hujannya belum juga reda, bahkan air di selokan depan rumah itu sudah mengenang keluar karena tak mampu menampung debit air yang terus bertambah.

Sesekali Salwa membasuh wajahnya dengan air hujan untuk menghilangkan rasa kantuknya , beberapa kali ia mencoba menghubungi Kiki tapi sinyalnya tiba-tiba menghilang begitu saja.

"Gue kira cuma cowok yang suka ngeghosting ternya sinyal sekarang juga punya hobi ngeghosting." Gerutunya lirih sembari mengerutkan keningnya dan mulutnya yang mengerucut.

Suasana hujan memang kerap kali membuat orang mengantuk tak terkecuali Salwa, matanya kini terasa sangat berat, ingin sekali rasanya ia pulang dan membaringkan tubuhnya di ranjangnya yang empuk, serta menyelimuti tubuhnya dengan selimut bulu kesayangannya.

Ia kini mulai memposisikan tubuhnya dan bersandar di tembok samping pintu rumah kosong itu dengan nyaman.

Matanya mulai memejam terbawa suasana hujan, meski banyak nyamuk itu tak membuat Salwa mengurungkan niatnya untuk tidur sebentar. 'nanti kalo udah agak reda langsung pulang ngak usah ke rumahnya kak Kiki' batinnya dengan mata terpejam.

*****

Samar-samar Salwa memandang beberapa orang yang kini terlihat mengerumuninya, lebih tepatnya seorang lelaki dan perempuan yang kini tengah memandanginya tidur. Beberapa kali wanita itu terlihat berbisik-bisik, namun entah apa itu.

Salwa mulai mengerjapkan matanya berusaha untuk benar-benar bangun dari tidurnya.

Ternyata sudah pagi, tak terasa Salwa sudah tertidur begitu lama sampai ia tak menyadari jika hujannya sudah reda.

Tunggu, kenapa dua orang itu terus memandanginya? Apa ada yang salah dengan wajahnya? Dengan cepat Salwa langsung merapikan hijab dan pakaian yang ia kenakan. "apa ada yang salah dengan wajah saya?" Tanyanya agak bingung.

"Kalian berdua sudah menikah?" Tanya sang perempuan pada Salwa tanpa basa-basi.

"Menikah?" Tanyanya keheranan.

Wanita itu mulai menengok ke arah samping kiri Salwa seolah memberinya isyarat. Benar, ada Raka di sana.

"kalian berdua bermalam di sini kan?" Tanya sang perempuan memastikan dan hanya di angguki oleh Salwa yang sepertinya belum sadar seratus persen.

"Kalian suami istri?" tanya sang lelaki tak mau kalah.

Salwa hanya menelan ludahnya karena bingung harus menjawab apa, ia mencoba melirik ke arah lelaki yang masih tertidur di sampingnya itu yang kira-kira hanya berjarak satu meter darinya.

"Kalian sudah menikah atau belum?" Cecar perempuan itu sekali lagi.

Salwa menggelengkan kepalanya dengan berat karena memang itu faktanya.

"Astaghfirullah, anak jaman sekarang emang sukanya nabung dosa, buat keluarga malu, kalian berdua belum menikah tapi berani berduaan di rumah kosong?" pekik sang perempuan seolah menyudutkan Salwa.

Lelaki yang terjebak hujan bersama Salwa kini terlihat mengerjapkan matanya dan mulai terbangun, ia mencoba mencerna apa yang sedang terjadi meski terlihat begitu jelas jika ia belum benar-benar sadar seratus persen, mungkin ia masih mengira ini hanya mimpi hal itulah yang membuatnya mengedipkan matanya berkali-kali untuk memastikan hal itu.

"Kenapa banyak orang?" Gumam lelaki itu keheranan.

"Bu cepet panggil pak rt, biar bapak jagain mereka di sini." titah sang lelaki pada perempuan yang di panggilnya Bu itu.

Kini Salwa hanya diam, mencoba untuk mengolah kata dalam otaknya agar tak bermakna ambigu.

"Kalian berdua di sini aja, jangan coba-coba buat kabur, tampilannya alim kok ngelakuin zina." ujar sang lelaki menyudutkan mereka.

"Maksudnya apa ya pak?" Sahutnya yang kini benar-benar sudah tak bisa berpikir lagi tentang apa yang di maksud lelaki dengan baju lusuh dan sebuah cangkul di sampingnya itu.

"Kalian diem aja, tunggu pak rt dateng, nanti kalian jelasin semua perbuatan kotor kalian."

"Jelasin perbuatan kotor apa? Zina apa maksud bapak?" lelaki itu mulai angkat bicara, merasa tak terima.

"Kalian bermalam di sini dan itu tidak di sebut zina?" Sahut bapak itu dengan nadanya yang mulai meninggi.

Salwa menghela nafasnya.
"Kami hanya berteduh." sahut Salwa yang sedari tadi hanya diam.

"Lagipula saya juga tidak mengenal wanita ini." tambah lelaki di samping Salwa.

"Sudah jangan banyak alasan, zina tetaplah zina." Celetuk bapak-bapak itu tak mau tahu.

Selang sepuluh menit terlihat beberapa warga mendatangi mereka yang di pandu oleh ibu-ibu tadi tentunya.

"Di sini pak mereka" ujar sang ibu pada segerombolan warga di belakangnya.

"Bu Siti yakin?" Tanya seorang lelaki yang mengenakan pakaian batik serta peci hitam di kepalanya.

"Yakin pak rt" jawab ibu yang di panggil siti itu dengan tegas.

"Astaghfirullah,,," ucap beberapa warga yang baru datang mengikuti arahan bu Siti begitu melihat Salwa dan Raka yang masih di jaga oleh bapak-bapak yang sepertinya suami bu Siti.

"Anak zaman sekarang udah pada kelewatan." sahut warga yang lainnya.

"Kalo gini udah langsung nikahin aja pak rt, biar mereka ngak ngelakuin zina lagi lain hari." timpa pria botak yang tepat berada di samping pak rt

"Tenang-tenang, kita bawa dulu mereka ke rumah saya, biar mereka jelaskan semuanya di sana." ujar pak rt menenangkan suasana yang mulai memanas.

Berbagai gunjingan mereka dapat di sepanjang perjalanan menuju rumah pak Rt. Rasanya Salwa ingin meraup semua mulut yang meragukan dirinya, namun tentu tak bisa, dengan kondisinya yang kini diarak oleh warga.

Ra.Sa (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now