14

33.8K 2.8K 19
                                    

"Kiri dikit, nahhh, udah pas, pukul yang kenceng." teriak Zidan mengarahkan Ilham yang tengah memasang banner untuk acara milad ponpes.

Zidan dengan kepala plontosnya terlihat masih cukup tampan, ditambah dengan baju koko dan sarung putih yang sedang di pakainya membuatnya terlihat sempurna.

Melihat Zidan dan Ilham akur memang menjadi anugerah tersendiri untuk para penghuni pondok, pemandangan seperti ini memang sangat langka, bahkan rasanya hanya akan terjadi sekali selama setahun.

Hari ini adalah hari milad ponpes yang ke 53, seluruh santri terlihat tengah sibuk untuk menyiapkan acara yang akan dimulai ba'da isya' nanti.

Di sisi lain terlihat Salim dan Hasan tengah merapikan kursi bersama dengan beberapa santrinya.

Bahkan Salwa terlihat tengah sibuk merangkai bunga bersama dengan Hani yang kini terlihat sangat gembira.

Sementara Raka masih belum terlihat sejak tadi pagi, entah dimana ia sekarang. "Salwa,," panggil Fatimah yang masih sibuk memetik buah mangga di depan aula.

"Ya umi?" Dengan cepat Salwa meletakkan bunga-bunga segar itu kembali ke keranjangnya dan segera menghampiri Fatimah.

"Iya umi, ada yang bisa Salwa bantu?" Tanyanya.

"Tolong kamu telpon Raka, jam segini kok belum pulang" Titah Fatimah yang masih fokus menangkap buah mangga yang di petik Novi dari atas pohon.

"Iya umi." jawabnya dan dengan cepat Salwa mengeluarkan ponsel yang ada di dalam saku gamisnya lalu segera menghubungi Raka.

Tut...tut...tut...

Sudah beberapa kali Salwa menghubungi nomor Raka namun tetap saja tidak ada jawaban.

"Gimana? apa kata Raka? Dia ada di mana?" Tanya Fatimah runtut sembari berjalan mendekati Salwa.

"Nggak diangkat umi"

"Coba sekali lagi"

Salwa mencoba untuk menghubungi Raka untuk yang terakhir kalinya, namun tetap saja tidak diangkat. Entah apa yang dilakukannya sekarang.

*****

"Zidann,,," panggil Novi agak kencang.

Zidan yang menyadari ada yang memanggil namanya segera mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru aula.

"Novi?" Gumamnya setelah retinanya menangkap Novi yang tengah jongkok di balik meja depan aula.

"Cepet sini!" Panggilnya lirih sembari mengayunkan tangannya.

Beberapa kali Novi sempat celingukan kesana kemari, mengamati kondisi sekitarnya.
"apa?" Sahut Zidan setelah sampai di hadapan Novi yang terlihat was-was.

"Nih" Ujar Novi sembari memberikan sebuah amplop putih pada Zidan.

"apaan nih?"

"Kasih ke Ilham." bisiknya pada Zidan yang ikut-ikutan berjongkok menyetarakan dirinya dengan Novi.

"Ilham?" Beonya

"Udah jangan banyak tanya, nanti kalo dia udah sampe tinggal lo kasih ke dia, bilang aja itu dari salah satu Santriwati" jelasnya.

Zidan mengangguk patuh, dan kini ia menyadari sesuatu.
"Ciee, Novi suka sama Ilham nih yeee,,," pekik Zidan dengan senyuman jahilnya.

"Mulut lo gue sobek kalo berani koar-koar,," sahut Novi sembari membungkam mulut Zidan.

Sudah lebih dari satu minggu ini Novi terus memperhatikan gerak-gerik Ilham, memang kesan pertama Novi pada Ilham agak kurang baik, ya pasti karena sikap tegas Ilham pada santriwati yang suka berbuat onar seperti Novi ini.

Tapi semakin Novi berusaha untuk membuat Ilham jengkel dan berusaha untuk bisa di keluarkan dari pondok, entah mengapa dirinya semakin tertarik pada Ilham yang selalu garang padanya. Memang agak aneh, tapi itu benar-benar terjadi padanya.

"Kalian ngapain disini berduaan?" Pekik Ilham yang baru saja datang memergoki kedua manusia yang bisa dibilang pembuat onar itu.

"Ikut saya ke ndalem sekarang." titah Ilham seraya menatap datar Novi.

"Wah, gue nggak ikut-ikutan nihh,," sahut Zidan yang langsung ngacir meninggalkan Novi seorang diri.

"Loh... Tunggu Ham, gue bisa jelasin" ucap Novi meminta kesempatan untuk membela dirinya sendiri.

"Saya pengurus pondok disini , panggil saya ustadz" jawab Ilham tak memperdulikan Novi yang kini menarik sarungnya. Benar, menarik sarung Ilham.

"Tunggu-tunggu, jangan ke ndalem ya ustadz, di sini aja, nanti kalo ke ndalem saya bakal ketemu Abuya sama Umi, nanti kalau saya di keluarin dari pondok gimana?" Jelas Novi masih dengan tanggan yang menggenggam sarung bagian bawah yang di kenakan Ilham dengan erat.

"Lepasin tangan kamu dan ikut saya ke ndalem, jangan banyak alasan."

Srettt

Seketika mata Novi dan Ilham membulat bersamaan setelah sadar sarung yang dikenakan Ilham merosot karena tak sengaja ditarik Novi. Tak sengaja, benar-benar tak sengaja.

*****

"Jadi ini ada apa sebenarnya? Siapa yang akan menjelaskan?" Ujar Salim menatap Novi yang duduk di depannya dan Zidan serta Ilham yang berdiri tepat di sampingnya.

"T-tadi Novi sama Zidan berduaan di aula Abuya." jawab Ilham mewakili dengan pipinya yang memerah.

"Nggak Abuya, tadi Zidan di panggil Novi duluan waktu Zidan naruh buku yang buat ngecatet tamu undangan di aula." Zidan memberikan pembelaan, karena memang itulah kenyataannya.

"Bener Novi?" Tanya Salim memastikan.

"I-iya Abuya, benar." jawabnya gugup

"Apa alasannya? Bukannya kamu juga udah tahu kalau laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya tidak bisa bertemu sesuka hati di sini." Lanjut Salim serius.

"Tadi Novi ngasih surat ini Abuya." Adu Zidan sembari mengangkat surat milik Novi dari sakunya.

Novi hanya membulatkan matanya, merasa gemas dan ingin menoyor Zidan saat itu juga, namun ia ingat masih ada Abuya dan Ilham di hadapannya. Ia harus tetap terlihat tenang dan sopan jika tak ingin dikeluarkan dari pondok ini.

"Amplop apa itu?" Tanya Salim heran.

"Isinya surat Abuya, kata Novi ini buat Il-" dengan cepat Novi membungkam mulut Zidan agar tak melanjutkan ucapannya. Bisa-bisa semua kacau jika Zidan membocorkannya.

"Bukan apa-apa Abuya" bantah Novi sembari merebut surat yang ada di tangan Zidan dan langsung menggenggamnya dengan erat.

"Dasar cepu" bisik Novi tepat saat ia mengambil surat itu, lengkap dengan tatapan tajamnya pada Zidan.

"Buya, masa Novi ngatain Zidan cepu." adunya pada Salim.

Salim hanya tersenyum geli melihat tingkah para santrinya. "yaudah sini suratnya, kalau bukan apa-apa biar saya baca isinya." lanjut Salim sembari mengulurkan tangannya meminta surat yang ada dalam gengaman Novi yang membuat Zidan tertawa puas.

Ra.Sa (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang