04

39K 3.3K 21
                                    

Raka menjabat tangan penghulu dan memulai akad nikah dengan khidmat.
"Qobiltu Nikahaha wa Tazwijaha alal Mahril Madzkuur haalan." Ucap raka dengan satu tarikan nafas.

Selesai Raka mengucapkan ijab qobul dan para saksi mengucakan Sah Salwa yang mengenakan gamis brukat polos berwarna putih segera di dudukkan di samping Raka.

Dengan segera Salwa mencium punggung tangan lelaki yang kini berstatus suaminya dengan tangannya yang gemetar, di ikuti Raka yang kini memegang kepala Salwa dengan lembut sembari membacakan beberapa doa.

Ijab qobul yang di laksanakan di mushola setempat ba'da shalat isya' ini berjalan dengan cukup lancar tanpa ada halangan sedikit pun.

Di usia yang masih terbilang cukup muda, Salwa kini sudah harus menerima gelar sebagai seorang Istri, menerima dan menjalankan tugasnya dengan hati yang ikhlas.

*****

Kini Salwa berada di kota pahlawan, ya kota Surabaya di mana Raka dan keluarganya tinggal.

Sebelumnya Salwa mengira akan di bawa ke sebuah rumah yang berada di pusat kota atau paling tidak di pinggiran kota juga tak masalah baginya.

Tapi ini? Sekarang ia malah di bawa masuk ke dalam sebuah pondok pesantren?

Beberapa pertanyaan terus terbesit di otaknya, namun lagi-lagi ia tak berani menanyakannya karena ia bahkan baru mengenal mereka kemarin.

" Kita kok ke pondok umi?" Salwa bertanya keheranan , pasalnya wanita yang duduk di sampingnya ini tak bercerita jika Raka ternyata masih mondok?

"Sebentar lagi kamu juga tahu, sabar ya." jawab Fatimah yang masih menggenggam tangan Salwa.

Mobil sedan hitam yang di tumpangi Salwa kini berhenti tepat di depan rumah yang berada di dekat sebuah masjid dalam pondok.

Rumahnya memang terlihat sangat besar, 11 12 lah dengan rumah Salwa di Jogja, tapi kenapa mereka ke sini? Apa Salwa juga akan di pondokan? Berbagai pertanyaan masih terus berputar di kepalanya tanpa jawaban.

"Kamu turun dulu ya, nanti koper kamu biar Raka yang bawa ke dalam." titah Fatimah yang hanya diangguki Salwa.

Sebelum hari ini Salwa belum pernah memasuki kawasan pondok, selama ini ia pikir pondok pesantren adalah tempat membosankan dimana kita hanya menghafal ayat-ayat Al Qur'an. "ternyata hawanya adem ya kalo di lingkungan pondok." ucapnya dalam hati

"Yuk masuk." ajak Fatimah yang membuyarkan lamunan Salwa.

Salwa melangkahkan kakinya, mendekati rumah yang tampak megah dengan cat berwarna putih tulang.

Langkahnya terhenti begitu mendapati pemuda yang berlari mendekat ke arahnya.
"Abuya, umi, gus, udah balik?" Ucap pemuda itu sembari mencium punggung tangan Fatimah dan Salim.

"Gus?" Guman Salwa tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Apa Salwa salah dengar? Mengapa Raka di panggil gus?

Pemuda itu menatap Salwa dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Ia memincingkan matanya, menatap koper yang dikeluarkan oleh Raka.

"Ini siapa umi?" Tanyanya sembari menunjuk Salwa yang masih keheranan.

"Istrinya Raka." jawab Salim yang di angguki Fatimah.

Pemuda itu membulatkan mulutnya.
"Ohh istrinya gus Raka tohh,," sahutnya memanggut-manggutkan kepalanya.

Pemuda itu menatap Salwa sekaki lagi, dengan tatapan terkejut dan terheran-heran.
"Loh loh loh bentar, istrinya gus Raka? Istri? Gus Raka udah punya istri?" Pekiknya tak percaya.

Ra.Sa (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now