17

33K 3K 11
                                    

"hatcihh,,,"

Sudah kesekian kalinya Raka bersin malam ini, ia bahkan sudah membolak-balikkan badannya untuk mencari posisi ternyaman untuk tidur, namun tetap saja itu tak merubah apapun.

"Gus mau saya buatin teh jahe?" Tawar Salwa merasa kasihan melihat Raka yang terlihat tidak nyaman.

"Udah saya bilang berapa kali, saya ngak mau apapun yang kamu buat." Jawab Raka ketus.

"Tapi nanti gus tambah parah loh bersinnya, kalo demam gimana? besok nggak bisa ngajar."

Raka menatap Salwa tajam "kalo saya sakit ya berarti itu semua salah kamu." ujarnya.

"Loh kok salah saya?"

"Ya salah kamu lah, ngapain tadi kamu ikut ngambil catering segala, kalo kamu nggak ikut kan saya nggak perlu pinjemin jaket buat kamu." jelasnya panjang lebar yang membuat Salwa kesal.

"Kan saya di suruh umi gus."

"Kamu kan bisa nolak."

"Lah? lagian kan gus sendiri yang pinjemin jaketnya ke saya, masa sekarang gus mau nyalahin saya?" Sahut Salwa tak terima.

"Yakan kalo kamu nggak ikut, saya nggak perlu pinjemin jaket saya"

Salwa menghela nafasnya panjang,
"Lah gimana sih gus ini, terserah gus aja deh" jawabnya yang sudah tak tahan dengan sikap Raka.

"Ya emang terserah saya"

"Ihhh, emang ya cowok selalu benar dan cewek selalu salah" gerutu Salwa dengan suara lantang dan segera memposisikan dirinya untuk tidur.

*****

Pagi ini Hani meminta semua orang untuk berkumpul di ruang keluarga, semua orang kini terlihat penasaran mengapa Hani meminta mereka semua berkumpul sepagi ini, begitupun dengan Raka yang kini tengah duduk bersandar sembari mengenakan jaket dan syal di lehernya.

"Hatcihh" bersinnya lagi dan lagi.

"Gus istirahat di kamar aja gih" bisik Salwa yang duduk tepat di samping kanan Raka.

Raka menatap Salwa tajam. "Kamu diem aja, nggak usah urusin saya." bisiknya pada Salwa.

Salwa menatap Raka jengkel, bagaimana bisa ia menikah dengan manusia setengah iblis ini?

"Ekhem... Jadi gini,,, hari ini Hani mau ngomong sesuatu ke kalian semua." ucap Hani membuka pembicaraan.

"Sesuatu yang serius, menyangkut hidup Hani." Lanjutnya.

Semua orang terlihat begitu serius mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari mulut Hani.

"Kamu nggak kenapa-napa kan?" Tanya Salim khawatir.

"Astaghfirullah,,,,kamu sekarang lagi sakit keras?" Sahut Fatimah khawatir.

Fatimah segera mendekati putrinya dan memeluknya sangat erat. "nggak apa-apa, kamu jangan takut, kamu harus lawan penyakit itu. Kalau perlu kita berobat ke luar negri, kita cari dokter terbaik." Ujar Fatimah yang kini hampir meneteskan air matanya.

"Umii,,, dengerin Hani dulu." Sahut Hani sembari melepas pelukan Fatimah.

"Hani mau nikah" ucapnya yang seketika membuat mata semua orang membulat tak percaya.

" Nikah?" Sahut Salim merasa tak percaya.

" Iya" jawab Hani yakin.

"Bukan sakit keras?" Tanya Fatimah memastikan.

Hani menggelengkan kepalanya. "Bukan umi." Jawab Hani yang membuat Fatimah bernapas lega.

"Nikah? Sama siapa?" Tanya Salim serius.

"Iya abi, Kalo kalian semua setuju dan restuin Hani, nanti sore hani bawa calon Hani ke rumah."

"Ya tapi kamu mau nikah sama siapa dulu? Nikah itu bukan untuk main-main loh, jangan asal cari suami." Sahut Raka dengan suara khas orang flu.

"Betul kata kakak kamu, jangan asal cari suami, suami itu imam untuk kamu dan anak-anak kamu nanti, imam yang akan membimbing kamu sampai ke surga. Jangan sampai salah pilih."

"Hani tahu bi, hani juga mau pernikahan Hani sehidup sesurga. Mangkanya setujuin dulu baru Hani kenalin orangnya." Sahut Hani.

"Hani pacaran ya?" Tanya Salim serius merasa curiga pada putrinya.

"Enggak kok, Hani nggak pernah pacaran. Meskipun hani anaknya agak bar-bar tapi Hani masih tahu batasan kok bi, jadi nggak mungkin Hani berani ngelangar larangan Allah." Jawabnya serius.

" Lah terus calonnya dapet dari mana?" Tanya Fatimah yang memang sangat tahu betul jika putrinya tidak suka bergaul dengan lawan jenisnya.

"Ya ada deh pokoknya, tapi beneran kok Hani nggak pacaran. Demi Allah."

"Setuju yah..." Sambungnya melas.

"Yah? Setuju semua ya?" Lanjutnya sekali lagi karena tak kunjung mendapat respon.

*****

Salim dan Raka kompak menatap seorang pemuda yang kini ada di hadapan mereka, pemuda yang masih menundukkan kepalanya. Sementara Salwa dan Fatimah hanya mengintip di balik tembok dapur.

"Jadi nama kamu siapa?" Tanya salim dengan pandangan yang tak lepas dari pemuda itu.

Belum sempat menjawab Salim sudah mencecar pemuda itu dengan berbagai pertanyaan lainnya.

"Apa pekerjaan kamu? Tinggal di mana? Kamu ini anak siapa? Kenapa kamu bisa kenal anak saya?" Cecar Salim yang membuat pemuda itu semakin gugup.

"Sebelumya saya akan memperkenalkan diri saya terlebih dahulu. Nama saya Dewangga Fauzan, saya biasa di panggil Angga, saya bekerja sebagai dosen di universitas tempat Hani menimba ilmu, ayah saya seorang dokter organ dalam di salah satu rumah sakit ternama di Jakarta, dan ibu saya seorang pengacara, saya mengenal Hani di kampus, kami sering berpapasan sehingga saya memberanikan diri untuk lebih mengenal Hani meskipun usia kami terpaut jauh." jelas Angga panjang lebar

"Jadi kalian pacaran?" Sahut Raka yang dari tadi hanya mengamati

"Tidak kami tidak pernah pacaran, sebelumnya Hani bilang pada saya jika Hani tidak mau pacaran, jadi Hani memberi saya dua pilihan." Jawab Angga yakin.

"Jika saya hanya main-main lebih baik saya menjauhi Hani, namun jika saya serius saya harus segera menemui orang tuanya dan segera menikahinya. Dan saya benar-benar serius dengan Hani, saya ingin menikah dengan Hani, menjadikan Hani sebagai istri saya." lanjutnya.

"Gimana shalat kamu?"

"Saya shalat lima waktu."

"Ngaji?"

"Insyaallah saya selalu mengusahakannya disaat saya ada waktu luang"

"Habis ini Maghrib, kamu yang jadi imamnya." titah Raka sembari beranjak dari duduknya dan kembali ke kamarnya.

Ra.Sa (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now