20

36.7K 2.6K 18
                                    

Tak percaya rasanya jika Zidan dan Zifa adalah saudara kandung, bahkan mereka berdua ini kembar, meskipun jika di lihat dari tingkah mereka yang sebelas dua belas reseknya, tapi tetap saja masih di sayangkan. Sangat di sayangkan.

"Ini masih lama?" Tanya Zifa yang mulai lelah berjalan dari ndalem menuju pondok putri.

"Bentar lagi, udah keliatan tu." jawab Ilham dengan sebuah koper yang ia tarik, tentu itu adalah koper milik Zifa.

"By the way lo ustadz di sini?" Zifa memulai topik untuk sekadar basa-basi agar suasana tak terasa canggung.

"Bisa di bilang begitu sih. Jadi kalau kamu mau cari imam, bisa lahh aku jadi kandidatnya." jawab Ilham merasa bangga.

"Tapi kalo gue liat dari tampang lo rasanya nggak pantes ya kalo gue panggil ustadz." tambah Zifa yang masih fokus memandang beberapa santri yang mondar-mandir dengan sebuah kitab di tangan mereka.

" Kalau aku nggak pantes di panggil ustadz jadi pantesnya di panggil apa? Suami kamu? Atau sayang?" Jawab Ilham mencoba menggoda Zifa.

Kini hanya suara tawa Zifa yang terdengar di seluruh area kantin pondok "Ternyata ustadz di sini jelmaan buaya ya,,," ucapnya dengan keras sembari berusaha menahan tawanya.

*****

"Zifa ada di sini umi?" Tanya Raka serius.

"Iya, kamu temuin dia dulu gih." ucap Fatimah yang duduk di samping Raka.

Raka hanya diam dan mulai beranjak dari duduknya untuk menuju kamarnya, sementara Salwa hanya terdiam memandang punggung Raka yang semakin menjauh.

Salwa segera mendekat ke tempat Fatimah setelah memastikan Raka benar-benar sudah pergi. " Zifa itu siapa umi?" Tanya Salwa yang sedari tadi sudah penasaran.

"Kembarannya Zidan" jawab Fatimah.

"Kembarannya Zidan?" Beo Salwa

"Iya, umi belum pernah cerita ini ke kamu ya?" Sahut Fatimah yang langsung di gelengi Salwa.

Fatimah meletakkan cangkir teh yang baru saj ia minum.
"Jadi Zidan itu punya saudara kembar, dia emang jarang banget ke sini, bahkan terakhir kali Zifa main kesini,,,,, emmm,,, kayaknya udah tujuh atau enam tahun yang lalu?" Jelas Fatimah yang semakin membuat Salwa penasaran dengan sosok Zifa.

"Zifa dulu kalau ke sini suka nempel sama Raka, katanya biar Zifa agak warasan soalnya kalo deket sama Zidan katanya dia jadi ikutan nggak waras." jelas Fatimah antusias.

"Ohhh"

"Kamu mau umi kenalin ke Zifa? Siapa tau kalian bisa jadi temen." Tawar Fatimah.

"Emm,,Iya umi, mungkin kapan-kapan dulu, Salwa mau ke dapur dulu ya umi." pamitnya pada Fatimah.

*****

"Ini kamar kamu, disini kamu bakal tinggal ber empat sama temen kamu yang lainnya." jelas Ilham sembari meletakkan koper milik Zifa di samping pintu masuk sebuah kamar.

"Ber empat?" Ucap Zifa merasa tak percaya

"Iya"

"Empat? Kamar sekecil ini ditinggalin empat orang? Yang bener aja dong." Sahut Zifa tak habis pikir.

Lias kamar ini saja bahkan hanya setengah dari kamarnya, ditambah ini dihuni oleh empat orang? Yang benar saja, bagaimana ia bisa tinggal di tempat sekecil ini?

"Iya, cuma kamar ini yang kosong, jadi kamu sabar aja dulu sampai nanti kita nikah." Jawab Ilham yang masih sempat menggoda Zifa.

"Assalamualaikum." lanjut Ilham sembari mengetuk pintu yang ada di depannya.

"Waalaikumussalam" jawab seorang santriwati dari balik pintu yang kini berusaha untuk membuka pintu itu.

" Ustadz?" Ucap Novi merasa tak percaya jika Ilham yang bertamu ke kamarnya.

"Ini ada santriwati baru, tolong kamu jelasin semua tentang pondok ini, peraturan-peraturan, larangan-larangan, dan semua kegiatan yang ada di pondok ini." tegas Ilham serius.

Novi menundukkan kepalanya dengan pipi yang memerah, karena baru kali ini Ilham mengunjungi kamarnya. "I-iya ustadz" jawab Novi cepat meski agak sedikit gugup.

Zifa segera masuk dengan di dampingi Novi, ia segera menjelaskan semua yang di perintahkan Ilham padanya.

"Sempit banget ya kamarnya." celetuk Zifa lirih ditengah-tengah penjelasan Novi.

"Kalau mau kamar yang lega ya jangan ke pondok, tinggal di rumah aja." sahut Novi merasa tak nyaman dengan kehadiran Zifa.

"Judes amat sih." sahut Zifa merasa tak terima.

Terlihat sangat jelas jika sekarang Novi merasa cemburu pada Zifa, bagaimana tidak, seorang Ilham baru saja mengantarnya ke kamarnya, padahal semua santri tahu jika Ilham tidak pernah mau berurusan dengan santriwati, tanpa terkecuali.

Di tambah wajah Zifa yang ke arab-araban membuat Novi semakin merasa tersaingi. Benar, Novi takut jika Zifa akan merebut Ilham.

"Kesini niat mondok atau centil ke ustadz sih? Dandan tebel banget." celetuk Novi yang berada tepat di samping Zifa.

"Hello... Dandan tebel bagian mananya ya? Gue bahkan nggak pakek bedak ya, jangan samain gue sama standard wajah lo yang buluk." sahut Zifa tegas.

"Buluk kata lo?"

"Yups, bukan cuma buluk tapi buluknya pakek bangett,," jawab Zifa yang membuat amarah Novi meledak.

Merasa tak terima dengan ucapan Zifa, dengan cepat Novi menarik hijab panjang Zifa, tak mau kalah, Zifa pun ikut menarik hijab yang di kenakan Novi dengan brutal.

Dan kalian tahu sendiri kan, sekarang terjadilah yang namanya jambak menjambak ala anak pondok. Sementara dua santriwati lain yang satu kamar dengan mereka hanya diam menyaksikan pertunjukan gratis ini.

Ra.Sa (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now