18

33.2K 3K 22
                                    

Hari ini tepat tiga hari setelah Hani membawa pulang Angga dan memperkenalkannya pada keluarganya.

Hani dengan gamis brukat putih polos terlihat sangat anggun dan cantik, ditambah dengan riasan tipis yang membuatnya terlihat benar-benar cantik.

"Mbak Salwa dulu waktu mau nikah deg-degan juga nggak sih mbak? Apa cuma Hani aja ya?" Tanya Hani sembari menggenggam kedua tangan Salwa

"Deg-degan juga sih, tapi bedanya dulu mbak sempet takut waktu mau nikah sama gus Raka." jawab Salwa.

"Takut kenapa mbak?"

"Yaa takut aja, kan mbak dulu nggak tau siapa itu gus Raka, gimana sikapnya, gimana keluarganya, mbak dulu takut nggak bisa berbaur, tapi ternyata yang mbak pikirin semuanya salah, meskipun sikap gus Raka sebelas dua belas sih sama yang mbak pikirin dulu." lanjut Salwa diikuti dengan kekehan kecil.

"Emang mas Raka itu gitu mbak orangnya. Nggak bisa ngungkapin perasaannya, jadi meskipun mas Raka suka ataupun nggak suka tetep aja mas Raka bilangnya nggak suka, mas Raka tuh orangnya lebih mentingin gengsi."

Pergibahan pun di mulai dari yang awalnya topik ringan menjadi topik yang lebih berat.

Suara diluar yang tadinya gafuh berubah menjadi Hening, Hani dan Salwa hanya saling menatap satu sama lain di dalam kamar tamu yang berada tak jauh dari ruang tamu yang akan digunakan sebagai tempat ijab qobul.

Terdengar Angga sudah memulai ijab qobul dengan hikmat dan para saksi mengucapkan Sah dengan bersamaan.

Salwa menuntun Hani menuju tempat Angga melakukan ijab qobul dan mendudukkan Hani tepat di samping Angga. Dengan tangannya yang gemetar, Hani mencium punggung tangan Angga yang kini resmi menjadi suaminya.

"Gue jadi pengen nikah juga." gumam Zidan yang masih bisa di dengar Salwa.

"Yaudah cepet ajak Novi nikah." sahut Salwa berbisik menggoda Zidan.

"Kenapa jadi Novi? Aku kan maunya nikah sama kamu." Jawab Zidan yang membuat Salwa

" Amit-amit ya Allah" gumam Salwa menjahili Zidan yang kini terlihat cemberut

*****

Salwa memapah Raka yang akan memasuki kamarnya, sangat berhati-hati, takut jika terjadi sesuatu pada suaminya.
"Tadi udah saya bilang kan, gus bandel sih di suruh istirahat negeyel mau bantu acara nikahannya Hani." gerutu Salwa

"Hani itu adik saya, emangnya apa hak kamu sampe bisa ngelarang saya?" Jawab Raka dengan suara yang serak.

"Saya kan istrinya gus"

"Istri? Jangan nganggep diri kamu tinggi, status kamu memang istri saya, tapi tidak di kehidupan saya." Sahut Raka yang masih lemah.

Salwa memutar bola matanya jengkel dan meninggalkan Raka sendirian, sekarang ia bahkan sudah tak peduli jika ada Fatimah ataupun Salim yang melihatnya. Yang terpenting sekarang ia tak melihat Raka yang selalu membuatnya naik darah.

"Kamu mau kemana? Bantuin saya masuk ke kamar dulu." ucap Raka agak keras.

Salwa memalingkan wajahnya dan melanjutkan langkah kakinya meninggalkan Raka seorang diri.
"Jalan aja sendiri, apa hak saya buat bantuin gus? Toh gus nggak pernah menganggap saya sebagai istrinya gus kan." Jawab Salwa seolah mengejek Raka.

Raka hanya menatap punggung Salwa yang semakin lama semakin terlihat menjauh, dan berusaha untuk berjalan sekuat tenaga menuju kamarnya yang masih lumayan jauh.

"Loh gus, ngapain di sini sendirian?" Ucap Ilham yang tiba-tiba sudah ada di belakang Raka.

"Tolong bantu ke kamar Ham, habis itu panggil dokter." jawab Raka.

Dengan cepat Ilham memapah Raka menuju kamarnya dan memanggil dokter sesuai perintah Raka.

*****

"Gimana dok? Kakak saya baik-baik aja kan?" Tanya Hani gelisah.

Semua orang merasa gelisah melihat wajah Raka yang pucat, bagaimana tidak, acara pernikahan baru saja selesai tapi sudah ada seorang dokter yang tiba-tiba datang ke rumah mereka.

"Gus Raka nggak kenapa-kenapa kok, gus Raka cuma kecapekan, butuh istirahat sebentar, ini saya resepkan beberapa vitamin dan beberapa obat untuk menjaga daya tahan tubuh, tolong di minum tepat waktu dan jangan sampai telat ya." Jelas dokter itu yang membuat semuanya bernafas lega.

"Iya dok, terimakasih." ucap Fatimah yang dari tadi sudah merasa cemas.

Setelah memberikan resep itu, Salim mengantar dokter dengan kepala plontos itu keluar "saya permisi dulu" pamit sang dokter.

"Iya dok, terimakasih." sahut Salwa, Fatimah, dan Hani yang kompak menjawab sang dokter.

"Jaga Raka ya nak" pinta Fatimah sembari mengelus ujung kepala Salwa.

Salwa hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum pada Fatimah yang kini menatap iba putranya.

"Umi sama Hani pergi dulu ya. Tolong jaga Raka." lanjutnya sembari menarik lengan Hani yang ada di sampingnya.

Kini hanya tersisa Salwa dan Raka, sesekali Salwa menatap wajah Raka yang pucat pasih.
Baru kali ini ia melihat Raka terbaring tak berdaya " kayaknya udah mulai kena azab" gumam Salwa dalam hati meskipun merasa kasihan tapi tetap saja ia masih merasa kesal.

°

°

°

°

°

Hayoo siapa yang belum follow Ig @lgwiin !!!
Buruan follow!!!
Kalau mau lanjut chapter selanjutnya hukumnya wajib buat follow ig nya Amiw!!!

Hayoo siapa yang belum follow Ig @lgwiin !!!Buruan follow!!!Kalau mau lanjut chapter selanjutnya hukumnya wajib buat follow ig nya Amiw!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gogogogo!!!
Buruan follow. Amiw maksaa!!!

Ra.Sa (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang