19

32.7K 2.7K 24
                                    

Salwa segera meletakkan nampan yang berisikan semangkuk bubur dan teh hangat ke atas nakas yang ada di depannya.
Ia menatap suaminya yang kini terlihat tak berdaya.

"Gus makan dulu ya, nanti baru minum obat." ujar Salwa lembut.

Raka masih terlihat lemah dengan wajahnya yang pucat, ia segera mengambil bubur yang di bawakan Salwa dan melahapnya dengan cepat.

" Tolong ambilin laptop saya." titah Raka setelah meletakkan mangkuk yang sudah kosong ke tempatnya semula.

"Gus nggak istirahat dulu? Kerja besok aja gus, kata dokter kan gus butuh istirahat, jadi jangan terlalu dipaksain buat kerja dulu." Saran Salwa agar Raka cepat membaik.

Raka yang masih sibuk dengan beberapa obatnya kini menatap lekat Salwa yang sedang membuka tirai jendela agar udara segar dan cahaya matahari dapat masuk melalui celah jendela.

"Kamu tinggal ambilin laptop saya, saya nggak butuh nasihat kamu." Sahut Raka ketus.

"Nasihat saya demi kebaikan gus sendiri loh."

"Saya nggak butuh. Simpan saja nasihat itu untuk diri kamu sendiri."

Kini giliran Salwa yang menatap Raka dengan tajam karena sudah merasa jengkel dengan sifat Raka yang selalu menguji kesabarannya.
"Emang gus bandel, nggak bisa di bilangin, giliran sakit aja,,, reseknya minta ampun." Gerutu Salwa yang masih bisa di dengar Raka.

*****

Ilham yang terlihat tengah bermain dengan Hasan di samping ndalem kini di kejutkan dengan kedatangan seorang wanita lengkap dengan sebuah koper yang diseretnya dengan paksa.

Ilham menatap wanita itu dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Terlihat seperti bidadari yang baru saja turun dari kayangan.

"Assalamualaikum" ucap wanita itu yang sontak membuat Ilham menatap lekat ciptaan tuhan yang sangat indah ini.

"Waalaikumussalam bidadari surga." jawabnya dengan cepat yang agaknya membuat wanita itu merasa aneh.

"Ehh,,, boleh tanya sebentar?" Tanya wanita itu agak kikuk dengan tatapan Ilham padanya.

"Boleh, tanya-tanya tentang masa depan kita juga boleh kok." Jawab Ilham yang membuat wanita itu semakin ngeri.

"Rumah tante Fatim di mana ya?" Lanjutnya tak menghiraukan perkataan Ilham.

"Tante Fatim?" Ilham mencoba mencerna ucapan wanita yang kini masih berdiri di depannya.

"Umi Fatimah kali maksudnya?" Lanjutnya setelah beberapa saat sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Ahh iya, umi Fatimah." sahut wanita itu setuju sembari memukul kepalanya pelan.

"Ini rumahnya, saya panggilin umi bentar ya, atau mau langsung ikut ke sana?" ujar Ilham sembari menunjuk ke arah ndalem.

"Saya tunggu di sini saja." Jawab wanita itu karena tak merasa aman jika ia ikut bersama Ilham.

Ilham segera bergegas memanggil Fatimah yang kini terlihat sibuk dengan beberapa gamis yang ada di hadapannya.

"Assalamualaikum umi." salam Ilham sembari mengetuk pintu ruang tamu yang masih terbuka di hadapannya.

"Waalaikumussalam, masuk Ham"

Ilham segera memasuki ndalem dengan pandangan tertunduk "ada tamu umi" ujarnya sembari menunjuk ke arah luar menggunakan jari jempolnya.

"Siapa?"

"Ilham juga nggak tau umi, tapi tamunya masih muda, cantik lagi, paket plus soalnya pakai abaya sama hijab panjang bukan yang modelan hijab sakaratul maut" jelasnya cengar-cengir yang membuat Fatimah semakin penasaran.

"Yaudah suruh masuk sini aja" titah Fatimah.

"Siap umi" jawabnya seraya memposisikan tangannya di dahi seakan sedang memberi hormat.

Baru beberapa langkah ia berjalan, kini Ilham berbalik dan mendekati Fatimah yang bersiap untuk membawa gamis-gamis itu ke kamarnya.

"Nanti kenalin Ilham ya umi. Siapa tahu dia jodoh Ilham." bisiknya pada Fatimah.

"Gampang itu" jawab Fatimah di ikuti kekehan kecil.

*****

" What's up my lovely sister" teriak Zidan yang baru saja masuk dan langsung memeluk wanita yang kini tengah duduk berbincang dengan Fatimah di ruang tamu ndalem.

Plakk

"Lovely lovely m*tamu." sahut wanita itu sembari memukul kepala plontos Zidan.

Zidan hanya meringis kesakitan sembari mengelus kepala plontos yang ia miliki satu-satunya .

"Baru ketemu main noyor sembarangan, umi marahin dong, bela Zidan, Zidan merasa ter dzolimi umi." ujarnya manja pada Fatimah yang kini menghembuskan nafas panjangnya.

"Lagian dia dulu umi yang main peluk-peluk kan Zifa risih umi" sahut wanita itu merasa tak terima.

"Udah-udah kalian diem dulu ya, sekarang umi yang pusing." ujar Fatimah sembari memijit pangkal hidungnya.

"Tunggu, kenapa lo bawa koper segini gede? Mau kemana lo? Kabur?" Tanya Zidan kebingungan setelah retinanya menangkap sebuah koper yang bertengger di samping sofa.

"Gue kan juga mau ikut mondok, sama kayak lo." jawabnya antusias

Zidan membulatkan matanya tak percaya.
"What the pak, lo mau ikut mondok? Di sini?" Cletuk Zidan tak terima.

"Yups" jawab Zifa enteng.

"Manusia random kayak lo mau mondok?" Tanya Zidan lagi yang masih belum bisa percaya.

"Yups baby." jawab Zifa lagi

"Biang dari segala biang masalah mau mon-"

" Udah diem, mulut lo bau jigong." Ucapnya memotong perkataan Zidan sembari menutup mulut Zidan dengan telapak tangan kanannya.

Ra.Sa (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang