07

37.4K 3.3K 36
                                    

"gini kan umi motongnya?" Tanya Salwa sembari menunjukkan caranya memotong wortel.

"Iya, segitu cukup kok, nggak terlalu besar tapi nggak terlalu kecil" jawab Fatimah.

Suara lantunan ayat suci Al-Quran terdengar dengan sangat jelas, sepertinya para santri sedang membaca Al-Qur'an bersama di Masjid yang tepat berada di samping kiri rumah ini.

Begitu menenangkan hati, rasanya semua beban di pikirannya seketika lenyap ketika mendengar ayat-ayat Alquran yang begitu merdu ini.

"Setiap hari mereka baca Al Quran gini ya umi?" Tanyanya spontan.

"Iya, denger mereka ngaji adem ya rasanya?"

"Iya umi"

"Assalamualaikum" teriak Hani yang baru saja pulang dari masjid.

"Waalaikumussalam" jawab Salwa dan Fatimah kompak.

"Bau-baunya enak nih masakannya." ucap Hani sembari mengendus asap yang berasal dari bumbu yang sedang di tumis Fatimah.

"Pasti enak lah kan umi masaknya sama mantu umi tersayang" jawab Fatimah sembari merangkul Salwa dari samping.

"Sekarang aku udah jadi yang nomor dua hiks" celetuk Hani agak kecewa. Meski hanya bercanda.

Salwa hanya tersenyum melihat tingkah ibu dan anak ini, entah mengapa tiba-tiba Salwa teringat ibunya yang berada di Jogja, sudah lama ia tak pulang ke rumahnya dan bercengkrama bersama keluarga besarnya.

Meskipun baru dua hari yang lalu ia bertemu dengan orang tuanya tapi rasanya belum puas, ingin ia memeluk ibunya dan menceritakan segala keluh kesahnya selama ini.

"Raka masih di masjid? Atau udah pulang?" Tanya Fatimah pada Hani.

"Mas Raka tadi udah pulang duluan kok umi, katanya sih masih capek jadi masih mau istirahat bentar di kamar"

Fatimah membulatkan mulutnya dengan anggukan kepala.
"Tanyain ke suami mu gih , mau di buatin teh atau kopi" titah Fatimah pada Salwa yang masih fokus dengan wortelnya.

"Biar Hani sekalian aja umi yang tanya" ucap Salwa yang masih merasa kesal dengan sikap Raka.

"Ihhh,,, kan mas Raka sekarang udah punya istri, jadi ya harus istrinya yang tanya." oceh Hani yang diangguki Fatimah.

"Tugasnya istri loh mbak, nanti dapet pahala"tambahnya  berbisik pada Salwa.

Baiklah kali ini Salwa akan mematuhi ucapan adik ipar dan ibu mertuanya. Untuk kali ini saja.

Salwa berjalan menuju kamarnya, dengan mulut yang terus komat-kamit, katanya sih mantra biar sabar, berharap mulut pedas Raka hari ini tidak terlalu membuat hatinya terbakar.

Ceklek

Salwa membuka pintu kamarnya perlahan, kedua retinanya langsung mendapati Raka yang kini tengah duduk sembari membaca sebuah kitab di meja kerjanya.

"M-mas mau minum kopi atau teh" maklum lidahnya masih kaku dengan kata 'Mas'

Raka menghela nafasnya berat dan langsung menatap Salwa yang sekarang sudah berdiri di sampingnya.
"Mas? Panggil saya gus. kamu bukan adik saya, saya juga nggak suka kamu panggil saya seakrab itu." Sahutnya yang berhasil membuat Salwa mengelus dada harus tetap bersabar.

Ya Allah, sepertinya Raka benar-benar menjadi ujian untuk Salwa, semoga Salwa sabar ya.

"Iya gus" jawab Salwa patuh.

"Yaudah kenapa kamu masih di sini?"

"Gus mau teh atau kopi?" Tanya Salwa sekali lagi dengan sisa kesabarannya yang setipis tisu.

Ra.Sa (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang