13

34.8K 3.2K 49
                                    

"Gus" panggil Salwa agak keras

"Makannya udah siap, lebih baik gus makan dulu sebelum berangkat ngajar." lanjut Salwa yang kini sudah berada tepat di sebelah Raka.

Raka menghela nafasnya.
"Lebih baik saya kelaparan daripada harus makan makanan yang kamu buat." jawab Raka yang tak mengalihkan pandangannya dari tempatnya membakar boneka.

Salwa mengerutkan keningnya, menatap Raka yang kini seolah enggan menatapnya.

"Gus ini kenapa sih kalo ngomong suka banget nyakitin hati orang? Kalo emang gus nggak mau makan yaudah nggak apa-apa, tapi lain kali di jaga ya gus omongannya, saya juga punya hati gus." ucap Salwa yang langsung meninggalkan Raka dengan cepat.

Raka memang tak pernah sekalipun menyentuh apapun yang dibuat oleh Salwa, entah apa yang membuatnya seperti itu, tapi itu benar-benar melukai hati Salwa sebagai seorang istri, meskipun ia tahu diantara mereka saling tak ada rasa, setidaknya Raka memberikan rasa hormatnya pada Salwa sebagai seorang wanita.

Salwa bahkan selalu mencoba untuk menjadi seorang istri yang baik, tapi perlakuan Raka kerap kali membuat Salwa teringat jika dirinya hanyalah menjadi beban untuk seorang Raka.

Apa memang sesulit ini untuk bisa menjadi istri yang baik? Atau memang hanya dirinya yang tak bisa melakukan tugasnya dengan baik?

*****

Siang ini matahari tertutup oleh awan hitam - nama lainnya mendung.
Padahal di perkirakan cuaca yang Salwa baca tadi pagi, diperkirakan cuaca cerah dan tidak ada hujan.

Sejak tadi pagi Salwa sudah tidak melihat batang hidung Raka, memang hatinya masih sakit dengan ucapan suaminya yang tak punya hati, tapi biasanya di jam-jam segini Raka sudah pulang dari universitas tempatnya mengajar.

Raka mengajar di salah satu Universitas Islam di Surabaya, memang Salwa mengakui kehebatan Raka yang sudah lulus hanya dengan tiga tahun kuliah di Kairo dan mendapat nilai tertinggi pula, bahkan satu bulan setelah ia pulang ke Indonesia ia sudah di tawari untuk menjadi dosen.

Meski sekarang usia Raka baru menginjak 23 tahun tapi sikapnya yang cuek, judes, sombong, dan bermulut pedas itu membuat usianya terlihat lebih tua dibanding yang sebenarnya.

Jika saja Raka lebih ramah dan banyak tersenyum mungkin ia akan terlihat sangat sempurna dimata para wanita, tapi itu tidak mungkin terjadi kan?

Memang, bersantai di balkon ditemani dengan secangkir coklat panas dan udara yang sangat sejuk akan membuat setiap orang merasa sangat tenang.

Salwa kini beranjak dari duduknya dan menatap para santri yang tengah di botaki rambutnya oleh pengurus pondok putra.

Sebenarnya ini bukan acara cukur rambut masal, tapi para santri putra itu tengah mendapat hukuman karena beberapa hal, contohnya seperti Zidan, ya Zidan pun ikut mengantri untuk di botaki.

Ia beberapa kali tertangkap basah saat berada di luar area pondok tanpa izin dari pengurus, dan kalian masih ingat kan dengan Novi?

Santriwati baru yang bawa jailangkung itu, pengurus pondok beberapa kali memergoki Novi dan Zidan tengah mengobrol dengan asiknya.

Sudah beberapa kali Zidan mendapat peringatan dari para pengurus pondok, tapi tetap saja tak ada satupun yang di dengar oleh Zidan.

Para pengurus pondok bahkan sudah lelah dengan semua tingkah Zidan, ingin sekali rasanya para pengurus pondok langsung mengeluarkan Zidan dari pondok ini. Tapi lagi-lagi Zidan di bela oleh Umi Fatimah.

Zidan yang melihat Salwa sedang memperhatikan dirinya dengan cepat ia melambaikan tangannya pada Salwa.

Jarak mereka memang agak jauh, Zidan dan santri lainnya berada di kebun samping masjid sedangkan Salwa berada di balkon kamarnya yang berada di lantai dua.

"My lovely ning Salwa,,," teriak Zidan memanggil Salwa yang membuat santri lainnya menganga dibuatnya.

Salwa yang melihat tingkah Zidan hanya melemparkan sedikit senyumnya pada Zidan "Masyaallah, emang beda yaa kalau bidadari yang senyum, mati sekarang ikhlas kok ya Allah,," pekik Zidan dengan senyuman yang lebar.

"Ini mulut nggak bisa di jaga ya omongannya" sahut Ilham yang memang menjadi salah satu pengurus pondok sembari menutup mulut Zidan dengan satu telapak tangannya.

Dengan cepat Zidan menepis tangan Ilham dengan mudah "terong goreng nggak usah ikut campur ya"

"Bilang gue terong goreng lagi gue cukur abis nih rambut sekalian sama alis lo" jawab Ilham sembari menyodorkan alat cukur yang ada di tangan kirinya.

"Terong goreng lembek,,, wleekkk,,," pekik Zidan dengan keras mengejek Ilham yang kini sudh terlihat emosi.

Zidan yang melihat Ilham mendekatinya dengan mesin cukur elektrik tanpa kabel yang masih menyala segera melarikan diri, tak mau menyerah, Ilham segera mengejar Zidan dengan penuh semangat.

Salwa hanya tertawa melihat tingkah konyol Zidan dan Ilham, jika di ibaratkan mereka berdua ini seperti seekor kucing dan tikus, di manapun dan kapanpun mereka bertemu pasti ada saja yang membuat mereka bertengkar layaknya anak kecil yang berebut mainan.

"Jadi seperti ini yang kamu bilang bisa menjaga nama baik kamu sendiri?" Ucap Raka yang tiba-tiba sudah berada di belakang Salwa.

"Emangnya saya ngapain? saya kan cuman liat Zidan sama Ilham yang lagi berantem, emangnya itu bisa mencoreng nama baik saya atau nama baik gus?" Tanyanya tak habis pikir.

"Haaa,,, kamu masih bertanya? Apa pantas istri dari seorang gus Raka memberikan senyum pada setiap lelaki?" Lanjut Raka dengan alis yang terangkat sebelah.

"Jadi maksud gus saya nggak boleh senyum? Saya ini manusia gus, saya berhak untuk senyum ke siapapun sesuka hati saya." Tegas Salwa.

"Apa kamu yakin? Kamu sendiri bahkan nggak pantas untuk tersenyum." Sahut Raka yang membuat Salwa terdiam tanpa suara.

Salwa hanya diam mendengar perkataan Raka, ia sadar di sini ia memang bukan siapa-siapa, bahkan ia tak bisa di bandingkan dengan siapapun di pondok ini, mengajinya saja bahkan tidak sebaik santri lainnya, tapi ia juga seorang manusia. Manusia yang memiliki hati.

"Apa gus sebenci itu pada saya?"

"Rasa benci saya, melebihi apa yang sudah kamu bayangkan selama ini" jawab Raka datar.

"Kenapa gus sangat membenci saya? Apa saya ada salah sama gus? Apa saya mengusik kehidupan gus? Saya tidak pernah meminta apapun pada gus, bahkan saya tidak pernah mengeluh, tapi kenapa gus sangat membenci saya?"

"Kamu salah karena sudah masuk dalam kehidupan saya." Jawab Raka yang kini memalingkan wajahnya.

"Dan saya merasa tidak nyaman saat melihat kamu, saya tidak suka ada wanita yang masuk kedalam hidup saya. Terlebih jika itu kamu, wanita yang bahkan tak paham akan pentingnya pendidikan agama." sahut Raka yang langsung meninggalkan Salwa.

Ra.Sa (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now