15

35.8K 2.9K 27
                                    

Senyum terbit dari wajah Salim, diikuti dengan tawanya yang membuat Ilham dan Zidan kebingungan, sementara kini Novi hanya tertunduk dengan pipinya yang merah.

"Ada apa Abuya?" Tanya Ilham yang sudah tak kuat menahan rasa penasarannya.

"Nggak- nggak, Abuya kira kamu ini cuman bisa berantem sama Zidan ternyata kamu boleh juga ya Ham,,," Celetuk Salim sembari memukul pelan lengan Ilham beberapa kali seolah merasa bangga.

"Maksudnya Abuya?" Tanya Ilham lagi karena tentu ia masih belum paham dengan yang dimaksud Salim.

"Tanya sama Novi!" Jawab Salim singkat yang seketika membuat Novi senam jantung.

Dengan cepat Ilham memberi isyarat pada Novi agar mengatakan sesuatu padanya, sementara Novi hanya menjawab dengan gelengan kepala saja.

"Kalo Novi nggak mau ngasih tau, biar Ilham baca sendiri nih." sahut Salim sembari menyodorkan kertas yang baru saja ia baca.

Novi menatap kertas itu tajam, sementara Ilham dengan cepat langsung mengambil kertas itu dan membacanya dengan cepat, matanya membulat ketika membaca kalimat terakhir dari tulisan itu.

"Apaan nih? Ngadi-ngadi lo" celetuk Ilham setelah selesai membacanya.

"serius, itu saya tulis dengan tulus." jawab Novi dengan cepat.

"April mop ya ini?" Tambah Ilham masih tak percaya.

"April mop udah lewat bambang." sahut Zidan sembari menoyor kepala Ilham.

"Asli itu, saya nggak bercanda kalau soal perasaan." sahut Novi merasa tak terima Ilham hanya menganggapnya sedang melakukan prank.

"Kalau masalah kayak gini Abuya nggak bisa ikut campur, karena masalah perasaan itu urusan kalian masing-masing, tapi abuya mohon, jangan sampai kelewat batas, jangan sekali-kali melanggar larangan agama." Ujar Salim memberi nasihat pada ketiga orang itu.

"Jadi Novi nggak bakal di keluarin dari pondok kan Abuya?" Tanya Novi memastikan, pasalnya hal inilah yang mengganggu pikirannya sejak tadi. Ia tak mau jika harus dikeluarkan dari pondok, karena tentu saja, jika ia dikeluarkan artinya ia tak akan bisa bertemu dengan Ilham.

"Dulu bukannya kamu ya yang ngotot biar keluar pondok ini?" Jawab Salim balik bertanya

"Itu kan dulu Buya" Sahutnya

"Sekarang?"

"Kan ada ustadz Ilham Abuya"

Salim di buat tertawa lagi oleh ucapan gadis yang memiliki lesung pipi itu " yaudah , kalian bicarain dulu , Buya pergi dulu" lanjut Salim sembari beranjak dari duduknya dan segera pergi ke kamarnya

Sekarang hanya ada Zidan, Novi, dan Ilham , mereka berdua hanya saling memandang

"Hello kitty yang tadi bagus ustadz" ucap Novi sembari mengacungkan jempolnya

"Hello kitty apaan?" Sahut Zidan kebingungan, sementara Ilham hanya menatap Novi dengan pipinya yang memerah.

"Assalamualaikum" ucap Ilham yang langsung pergi meninggalkan Zidan dan Novi dengan pandangan yang tertunduk malu.

*****

"Gus dari mana aja? Dari tadi umi nyariin loh" Tanya Salwa seraya memasukkan beberapa baju yang sudah ia lipat

"Bukan urusan kamu"

"Di tanyain baik-baik juga, gue tonjok mampus lo" gumamnya seraya memutar kedua bola matanya

"Saya masih bisa dengar" sahut Raka yang masih sibuk dengan laptopnya yang seketika membuat Salwa merasa kikuk.

"M-maaf gus" lanjut Salwa merasa ciut.

Tok tok tok

"Salwa? masih di dalem nak?" Tanya Fatimah di balik pintu.

"Iya umi?" Jawab Salwa sembari menutup pintu lemarinya.

"Umi tunggu di bawah ya nak, tamu undangan udah pada dateng soalnya" lanjut Fatimah

"Iya umi" jawabnya sembari bergegas untuk segera keluar.

Salwa menatap dirinya di cermin full bodi yang ada di kamar dan membenarkan hijabnya yang panjang.

"Gus nggak turun ke bawah?" Tanya Salwa ketika melewati Raka yang masih duduk di ranjang di temani dengan laptopnya.

"Nanti saya nyusul" jawabnya datar.

*****

Salwa berjalan menuju aula dengan Hani sembari mengobrol di sepanjang perjalanan.

"Ning" panggil salah satu Santriwati sembari sedikit menundukkan kepalanya.

Salwa dan Hani menatap gadis yang masih berjarak lebih kurang tiga meter dari mereka.

"Ning, di panggil umi di sana" lanjut gadis itu sembari menunjuk ke arah aula.

"Ning siapa nih?" Sahut Hani.

"Ning Salwa" tambah santriwati itu.

"Iya, ini saya udah mau ke sana kok" jawab Salwa.

Salwa dan Hani mempercepat langkah mereka dan segera menghampiri Fatimah yang terlihat gelisah di depan aula.

"Umi" panggil Salwa dan Hani bersamaan setelah sampai di hadapan Fatimah.

"Ya Allah, akhirnya , sini nak" ujar Fatimah lega setelah melihat Salwa.

"Iya umi? Tadi umi panggil Salwa?"

"Iya, ini, sebenernya umi mau minta tolong sama kamu" ucap Fatimah serius.

"Minta tolong apa umi?"

"Jadi, kemarin umi pesan catering di tempat catering desa sebelah, tapi yang empat puluh kotak belum di kirim yang lain udah di kirim tadi habis Maghrib, umi tadi udah suruh Ilham buat ngambil tapi Ilham balik lagi soalnya nggak tau tempatnya, tolong kamu ambil sama Raka ya" jelas Fatimah.

"Tapi kan Salwa juga nggak tau tempatnya Umi"

"Raka tau kok, umi minta tolong ya.."lanjut Fatimah memelas yang membuat Salwa merasa tak enak jika menolak.

"Tapi umi, kalau sama gus Rakaa,,,"

"Biar Umi yang bicara sama Raka nanti" tambah Fatimah

*****

Motor matic putih itu melaju dengan kecepatan di speed 40 menyusuri aspal jalanan yang basah karena air hujan.

"Ngapain kamu pegangan?" Ucap Raka ketika menyadari tangan Salwa melingkar di pinggangnya.

"Ya kalau saya nggak pegangan saya bakal jatuh gus"

"Pegangan motor kan bisa"

Salwa menghela nafasnya, mencoba tetap sabar menghadapi suaminya.
"Iya gus iya" jawabnya lelah.

Ra.Sa (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang