33 :: ❛Memendam Perasaan itu?❜

330 59 130
                                    

“Haduh. Aku tak percaya harus saling teriak-teriakan dengan anak itu di depan makam orang lain.”

Haruto melangkah menelusuri tempat pemakaman yang berbeda dengan lokasi [Name] dan Gojo kunjungi. Walaupun begitu, tempat ini nyaris tak ada bedanya. Yah, ini kuburan. Daun-daun maple pun juga menumpuk. Membuat langkah kaki sang pria dewasa terdengar karena suara daun kering yang hancur.

“Aahh, tempat Ann-chan tak jauh dari sini, yaa.” Haruto menepuk-nepuk belakang lehernya menggunakan sebuket bunga yang menjadi kesukaan sang gadis.

Haruto menguap. Jujur saja, dia tak ingin datang ke tempat ini. Karena ... kala dia meletakkan bunga itu ke atas batu nisan sang gadis, itu membuat dirinya terbuai oleh masa lalu. Mengingat semua kenangan yang sebenarnya ingin ia lupakan ... agar dirinya tak tenggelam dalam belenggu memori indah yang menyakitkan.

Dia benci tersakiti.

Namun, takdir tak bisa memberikan kebahagiaan dan kesenangan padanya selalu.

Aahh, menyebalkan. Kenapa kau harus pergi secepat itu, sih, Nara? Haruto berjongkok di depan makam. Meletakkan sebuket bunga edelweis di atas permukaan batu itu. Lalu bengong layaknya orang bodoh.

Yah, seperti tebakannya. Ingatan masa lalu datang menghampiri.

Masa saat mereka masih sekolah. Di Dubai. Tepatnya di sekolah terkenal yang murid-muridnya berasal dari berbagai negara. Mereka bertemu di kelas seni, satu kelompok dalam melukis, tapi karena Haruto tidak tahu menggambar, dia jadi lebih sering menyusahkan Nara yang untungnya adalah orang sabar.

“Ck. Aku tak suka ini,” gumam Haruto. Mengusap rambutnya kasar.

“Yo, Guru licik.”

“Hn?” Haruto mendongakkan kepala. Menemukan seorang gadis bersurai coklat berdiri tepat di sampingnya sembari menggenggam sebuket bunga. Memasang wajah angkuh, bahkan menatapnya dengan pandangan rendah menggunakan mata ungu miliknya itu, membuat sang pria memutar bola matanya malas.

Ketemu lagi dengan cewe gila, batinnya. Lantas berdiri.

“Apa maumu?” tanya Haruto. Menatap batu nisan.

“Aku hanya ingin memastikan kalau kau tak membohongiku,” jawab gadis itu.

“Oh, ayolah, Yuna. Kau pikir orang sepertiku akan berbohong? Jangan bercanda.” Haruto terkekeh.

“Kau selalu berbohong, Pak tua. Bahkan senyum milikmu itu palsu ‘kan?” balas gadis ini. Yuna, atau lengkapnya adalah Akira Yuna.

“Matamu teliti juga, ya? Sudah sampai mana rencanamu untuk balas dendam, dasar kekanakan?”

“Kau tak perlu tahu. Aku masih belum mempercayaimu sepenuhnya.”

“Dasar pelit.”

“Omong-omong, aku tadi melihat guru palsu itu di pemakaman lain.” Yuna melangkah mendekati batu nisan. Meletakkan bunga yang ia bawa di atas sana.

“Oh? Lalu?”

“Itu membuatku tak bisa menahan amarah ....” Yuna mengepalkan kedua tangannya. Gigi gadis itu bahkan sampai bergemeletuk. “Setiap melihatnya, aku selalu mengingat apa yang telah dia lakukan pada, Jirou-kun.”

“Hmmm.” Haruto menatap Yuna.

“Saat musim dingin nanti. Aku akan menjalankan rencanaku. Jadi, aku juga butuh sedikit bantuanmu lagi.” Yuna berdiri.

Preciousness ❣ [uɿoƚɒꙄ oꞁoᎮ]Where stories live. Discover now